Kelompok 2 :Struktur Kelompok

Dosen Pengajar : Dr. Colichul Hadi, Drs. H. Machrus, MS, Ike Herdina, S,Psi. Psi. Achmat Chusairi S.Psi, Tri Kurniati Ambarini, S.Psi, M.Psi. Listyati S. Palupi, S. Psi

OLEH :
1. Annisa Ayu Amaliah 110511183
2. Qurrota Ayun            110511192
3. Setya Anggraeni S     110511220
4. Khorina Primasari     110511249
5. Dewi Ratih                  110511238
6. Elfina Yuka K             110511259

STRUKTUR KELOMPOK

Struktur kelompok adalah pola interaksi yang stabil antara anggota kelompok, yang berkaitan dengan bentuk pengelompokan, bentuk hubungan, perbedaan kedudukan antaranggota, pembagian tugas dan sebagainya. Kelompok juga berfungi dan terbentuk dari interaksi antar anggotanya. Kelompok juga dapat disebut sebagai jaringan kerja dari hubungan antar manusia dan sebuah kelompok hanya akan efektif jika kerjasama yang dilakukan antar anggota kelompok tersebut efektif. Ketika dua atau lebih individu bergabung untuk mencapai suatu tujuan, disaat itulah struktur kelompok berkembang. Namun norma-norma yang berkembang didalamnya berbeda-beda. Interaksi yang terjadi antara anggota kelompok terbentuk dari peran-peran kelompok atau aturan-aturan dan norma-norma yang ada di dalam kelompok. Bahasan utama dalam perkembangan struktur kelompok adalah norma, peranan dan hubungan antar anggota kelompok itu sendiri.
Setiap kelompok memiliki karateristik pembentuk kelompok, karakteristik tersebut antara lain :
1. Adanya tujuan yang menentukan teritori kelompok dan yang menyatukan semua anggota.
2. Ada pembagian peran atau struktur kelompok.
3. Ada prosedur untuk mengendalikan konflik.
4. Ada norma.
5. Adaptasi kelompok pada organisasi.
6. Ada dasar sosial budaya.
7. Ada keeratan antar anggota.

NORMA

• Pengertian Norma
Kata bahasa Indonesia ”norma” secara kebetulan persis sama bentuknya seperti bahasa Latin. Konon, dalam bahasa Latin arti yang pertama adalah : siku-siku yang dipakai oleh tukang kayu untuk mencek apakah benda yang dikerjakannya sungguh-sungguh lurus. Dengan demikian norma dapat kita artikan sebagai kaidah atau tolok ukur yang kita gunakan dalam menilai sesuatu (Bertens, 2002). Norma juga diartikan sebagai sebuah elemen fundamental dari sebuah struktur grup, untuk mereka memberikan petunjuk dan motivasi, mengorganisir interaksi sosial, dan membuat respon orang lain bisa diprediksi dan berharga. Selain itu norma dapat pula diartikan sebagai seperangkat aturan yang mengatur perilaku manusia supaya tertib.
Norma kelompok merupakan salah satu bentuk norma sosial. Dimana norma merupakan peraturan, baik implisit maupun eksplisit, yang disusun atau dibentuk kelompok untuk mengatur perilaku anggotanya. Norma mengatur bagaimana anggota kelompok harus berperilaku dan apa yang tidak boleh dilakukan pada situasi tertentu. Norma suatu kelompok adalah kepercayaan kelompok mengenai perilaku yang baik, persepsi dan perilaku anggotanya.
Norma memiliki beragam bentuk atau jenis, misalnya norma yang digunakan untuk menilai benda dan norma sosial atau norma yang menyangkut tingkah laku manusia. Norma yang digunakan untuk menilai benda misalnya adalah kaidah-kaidah yang dipakai oleh seorang teknisi untuk mengukur kelayakan suatu alat. Sedangkan norma mengenai tingkah laku manusia, dibagi menjadi dua macam, yaitu : norma khusus dan norma umum (Bertens, 2002).
Beberapa norma dideskripsikan sebagai perilaku yang biasa ditampilkan atau adat kebiasaan. Norma dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Norma Deskriptif
Norma Deskriptif diartikan sebagai hal-hal yang dilakukan, dirasakan atau dipikirkan sebagian besar orang dalam situasi tertentu.
2. Norma Injungtif atau Norma Preskriptif
Norma preskriptif menjelaskan tentang serangkaian perilaku yang harus dilakukan seseorang. Orang yang melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan norma ini bisa dianggap tidak normal, dan bagi mereka yang melanggar akan dicap ”bersalah” dan akan mendapatkan hukuman dari anggota yang lain. Norma ini bersifat lebih evaluatif.
Dalam struktur kelompok norma merupakan elemen yang fundamental. Norma digunakan untuk memberi tujuan dan motivasi, mengatur interaksi sosial, dam membuat respon orang lain lebih mudah diperkirakan dan lebih memiliki arti. Norma juga menentukan respon sosial yang tepat dalam suatu kelompok, dan sekali lagi, menentukan macam-macam tindakan yang sebisa mungkin harus dihindari.
Pada norma kelompok, untuk mempengaruhi perilaku seseorang, seseorang harus menyadari bahwa mereka ada, bahwa anggota kelompok dapat mengikuti norma kelompok ataupun mengikuti normanya sendiri. Pada awalnya anggota kelompok cenderung mengikuti norma yang ada karena ada sugesti bahwa anggota yang tidak mengikuti norma akan mendapatkan hukuman.

• Perkembangan Norma
Biasanya sebuah kelompok membuat sendiri atau mengadopsi norma untuk kemudian dijadikan aturan dalam kelompok tersebut, tetapi kebanyakan norma-norma tersebut cenderung berubah-ubah dikemudian hari, sejalan dengan penyesuaian perilaku dalam kelompok, dan akan terus berubah sampai mereka atau kelompok tersebut menemukan standar yang tepat bagi kelompok tersebut.
Walaupun kelompok menghadapi permasalahan yang membingungkan atau menghadapi situasi yang dengan variabilitas perilaku yang besar, segera setelah itu anggota kelompok akan menyesuaikan diri dengan standar yang dibangun dalam kelompok.
Kelompok dapat mengambil otoritas dari luar atau tradisi dari masyarakat luas sebagai norma mereka, tapi norma kelompok seringkali berkembang karena adanya proses saling mempengaruhi sesama anggota.
Di dalam kelompok dapat dibentuk norma baru, walaupun sifatnya hanya memberikan tambahan informasi untuk memandu perilaku atau untuk memungkinkan anggota kelompok untuk memformulasikan kepercayaan mereka kepada norma kelompoknya.
Orang dalam situasi autokinetik tidak mudah merubah batasan umum jarak mereka, tapi mereka lebih menginternalisasi konsensus kelompok. Setelah itu, meletakkan batasan mereka sebagai dasar pada norma yang ada dalam kelompok dimana mereka menjadi anggota. Selain itu, mereka mematuhi norma kelompok mereka tanpa ada paksaan, hal ini menunjukkan bahwa anggota kelompok menerima standar norma kelompok mereka sebagai standar norma mereka (Kelman, 1961). Kelompok juga menginternalisasi norma dengan menerima sebuah norma sebagai standar resmi perilaku mereka.
Sebuah norma, sekali dibuat kemudian menjadi bagian dari struktur kelompok yang stabil. Walaupun individu yang membuat norma tersebut sudah tidak ada lagi, norma hasil inovasi tersebut tetap dilihat sebagai bagian dari tradisi organisasi, dan para pendatang baru harus berusaha untuk beradaptasi dengan tradisi tersebut. Perilaku para pendatang baru juga terkadang memberikan pengaruh terhadap norma kelompok mereka, tapi yang biasa terjadi adalah individu yang mengasimilasi norma, nilai dan perspektif kelompok mereka bukan sebaliknya, walaupun tidak menutup kemungkinan individu memberi pengaruh terhadap kelompoknya.

PERAN
Pengertian Peran
 Rangkaian perilaku yang mengkarakteristikkan individu dalam suatu konteks sosial tertentu (Biddle, 1979; Salazar, 1996)
 Struktur formal yang ada dalam suatu kelompok yang membedakan antara satu posisi dengan posisi lain (Johnson & Johnson, 2000)
 Harapan-harapan yang mendefinisikan perilaku-perilaku yang harus dilakukan oleh suatu jabatan atau posisi dalam hubungannya dengan posisi lain yang berhubungan

 Peran dalam Kelompok
Peran di dalam sebuah kelompok akan membentuk struktur perilaku seseorang dengan cara mendektekan “bagian” dari perilaku tersebut yang kemudian mereka gunakan dalam berinteraksi. Penggunaan suatu peran dalam anggota kelompok membuat mereka cenderung untuk berperilaku dan berinteraksi dengan anggota kelompok yang lainnya. Anggota kelompok mempunyai banyak kesempatan untuk berunding ketika mereka menggunakan peran yang berbeda. Anggota kelompok yang ingin memberikan pengaruhnya terhadap anggota kelompok yang lain, mungkin akan mencari peran sebagai pimpinan dalam kelompok, sedangkan anggota yang lebih ”low profile” biasanya akan mencari peran sebagai ”pengikut” (Callero, 1994).
Di dalam kelompok sosial, peran tidak sepenuhnya dapat membentuk perilaku anggota kelompok. Seseorang dapat melakukan peran dengan cara yang dia miliki sendiri, selama hal itu tidak menyimpang dari persyaratan dasar peran, maka kelompok itu masih memberikan toleransi. Ketika seseorang secara berulang kali menjalankan perannya dalam kelompok maka kelompok akan menggantikannya. Dan ketika pemegang peran itu pergi, peran itu akan tetap ada dan akan diisi oleh anggota baru (Hare, 1994; Stryker & Statham, 1985)
 Diferensiasi Peran
Suatu kelompok akan meningkatkan peran baru untuk meningkatkan efisiensi kelompoknya. Saat sebuah kelompok tidak dapat menciptakan struktur kelompok yang formal, mungkin kelompok tersebut akan menciptakan struktur kelompok informal dalam meningkatkan efisiensi kelompoknya.
Proses diferensiasi peran seringkali muncul pada kelompok-kelompok yang sedang menghadapi masalah-masalah sulit daripada kelompok-kelompok yang jarang menghadapi situsi yang sulit seperti itu. (Bales, 1958). Diferensiasi peran merupakan suatu perkembangan dari peran-peran yang berbeda dari setiap kelompok.
 Tipe-tipe Peran
Kecenderungan untuk menggolongkan dan mengembangkan peran-peran kelompok dalam menyelesaikan tugas-tugasnya, selain itu juga harus memastikan apakah kebutuhan sosialemosional dan kebutuhan interpersonal anggota kelompoknya telah terpenuhi. Hal ini didasari oleh penelitian yang dilakukan oleh Kenneth D. Benne dan Paul Sheats (1948) di National Training Laboratories (NTL). Benne dan Sheats menyimpulkan bahwa sebuah kelompok untuk dapat bertahan harus memenuhi 2 permintaan dasar diantaranya :
1. Setiap kelompok harus memenuhi tugas-tugasnya
2. Harus menjaga hubungan antar anggota
Hasil studi Benne dan Sheats menyimpulkan ada 3 tipe peran yaitu :
1. Task roles
suatu posisi dalam kelompok, dimana individu yang memiliki peran ini akan menampilkan performan yang berorientasi pada tujuan, fokus kepada tugas (misal : coordinator, initiator, contributor, information and opinion giver, evaluator)
2. Socioemotional roles
suatu posisi dalam kelompok, dimana individu menampilkan performan yang supportif dan membangun (misal : conflict mediator, compromizer, encourager)
3. Individualistic roles
Posisi dimana individu memberikan kontribusi yang sedikit dan bergantung pada individu lain dalam kelompok (misal : aggressor, blocker, dominator, help seeker)
 Mengapa Diferensiasi
Bales dan teman-temannya menyatakan bahwa sangat sedikit sekali individu yang telah melaksanakan tugasnya dan memenuhi kebutuhan sosioemosional dalam kelompok (Bales, 1955, 1958; Parsons et al, 1953).
Tugas utama yang diperlukan dalam peran suatu kelompok yaitu :
1. Task roles
2. Socioemotional roles
Kelompok dengan anggota yang dapat mengisi dua peran tersebut lebih kohesif dan performansinya lebih efektif (Mudrack & Farrel, 1995).
Tidak semua individu dan tidak semua kelompok memisahkan peran tugas dan sosioemosional (Turner & Colomy, 1988). Contohnya, murid-murid dalam kelompok kelas, ketika diminta untuk menghitung anggota dalam kelompok mereka berdasar Benne and Sheats (1948) roles yang terdaftar dalam tabel 5-1, sering menghubungkan peran tugas dan sosioemosinal pada individu yang sama. Kelompok dengan anggota yang memenuhi kedua peran tersebut juga lebih kohesif dan tampil lebih efektif (Mudrack & Farrel, 1995). Bagaimanapun, perbedaan menjadi lebih mungkin ketika kelompok mengalami konflik tentang tujuan mereka. Dalam satu studi pada beberapa kelompok, korelasi antara tugas dan perilaku sosioemosional adalah negatif.

 Tabel-tabel Peran
o Task Roles
PERAN FUNGSI
Inisiator / Kontributor Menawarkan ide-ide baru dalam penyelesaian masalah, pendekatan baru untuk masalah atau solusi-solusi yang belum dipertimbangkan
Pencari Informasi Mendapatkan fakta-fakta dengan mencari informasi mengenai latar belakang orang lain
Pencari Opini Mencari lebih banyak data tipe kualitatif, seperti sikap, nilai dan perasaan
Pemberi Informasi Membentuk keputusan untuk menghasilkan sebuah data, termasuk fakta-fakta yang datang dari para ahli
Pemberi Opini Menghasilkan opini-opini, nilai-nilai, perasaan
Elaborator Memberikan informasi tambahan, contoh : pernyataan, implikasi tentang inti yang dibuat oleh orang lain
Koordinator Menunjukkan relevansi tiap-tiap ide dan hubungannya dengan keseluruhan masalah
Orienter Memfokuskan kembali diskusi pada topik yang dibutuhkan
Evaluator / Kritik Menilai kualitas dari metode-metode, logika dan hasil dari kelompok
Energizer Menstimulasi kelompok untuk melanjutkan pekerjaan saat diskusi terhenti
Teknisi Prosedural Mempertahankan detil-detil operasional, seperti material-material dan permesinan
Perekam Mencatat dan merekam

o Socioemotional Roles
PERAN FUNGSI
Encourager Memberi penghargaan pada orang lain melalui persetujuan, keramahan dan pujian
Harmonizer Sebagai penengah konflik antar anggota kelompok
Compromiser Mengubah posisi isu mengurangi koflik dalam kelompok
Gatekeeper & Expediter Komunikasi yang halus dengan cara mengatur proesedur dan memastikan adanya partisipasi dari para anggota
Standart Setter Menyatakan standar untuk evaluasi kualitas dalam kelompok
Pengamat Kelompok/Komentator Menunjukkan aspek-aspek negatif dan positif dari dinamika kelompok dan diminta untuk mengubahnya jika perlu
Pengikut
Menerima ide-ide yang ditawarkan oleh orang lain dan menjadi pendengar untuk kelompoknya

o Individualistic Roles
PERAN FUNGSI
Aggresor Menyatakan penolakan atas tindakan, ide-ide, perasaan-perasaan orang lain; menyerang kelompok. Itu
Block Negativistik; menahan diri dari pengaruh kelompok; menentang kelompok.
Dominator Mempertahankan otoritas/superioritas; manipulatif
Evader & Self-Confessor Menunjukkan ketertarikan personal, perasaan-perasaan, opini-opini yang berhubungan dengan tujuan kelompok.
Help Seeker Menunjukkan rasa tidak aman, kebingungan dan self-deprecation
Recognition Seeker Meminta perhatian untuk dirinya sendiri; self-aggrandizing
Playboy/Girl Tidak terlibat dalam kelompok; sinis, bersikap masa bodoh
Special Interest Pleader Menjauhkan diri dari kelompok dengan bertindak sebagai perwakilan dari kelompok atau kategori sosial lainnya
 Role Stress
Beberapa peran dalam sandiwara lebih rumit daripada yang lain. Misalnya saja, Romeo muncul pada banyak adegan, dan menghafal dialog baris demi baris, menjadi seorang pencinta, anak kesayangan, dan teman. Padahal peran penjaga lebih terbatas pada bidangnya, penjaga pada dasarnya hanya penjaga. Variasi dalam kerumitan dari peran juga terdapat dalam kelompok, anggota-anggota kelompok mengharapkan pemegang peran untuk menampilkan hanya satu jenis tingkah laku, tetapi mereka berharap orang dengan peran yang lain memperlihatkan bermacam-macam tingkah laku. Seperti bintang dalam sandiwara, mereka yang memerankan peran yang rumit sering memperoleh status tertinggi dalam kelompok. Namun peran yang kompleks bisa menciptakan ketegangan (stres) yang sangat bagi para pemegang peran, terutama ketika terjadi asosiasi perilaku dengan peran yang tidak jelas (ambigu) atau mereka terlibat konflik satu sama lain (Kahn, Wolfe, Quinn, Snoek, & Rosenthal, 1964).

Role Ambiguity.
Ambiguitas Peran (Role Ambiguity) merupakan harapan yang tidak jelas tentang perilaku yang harus dilakukan oleh individu yang mengisi posisi khusus dalam kelompok. Karena peran sering muncul seperti anggota kelompok yang berinteraksi satu sama lain dari waktu ke waktu, tanggung jawab dan harapan dari peran-peran khusus kadang kala tidak terdefinisikan. Pada Andes group, Marcelo muncul sebagai pemimpin tugas (task leader), tapi kelompoknya tidak pernah menetapkan dengan jelas tanggung jawabnya, haknya, dan wewenangnya. Meski ketika satu kelompok membuat satu peran baru, tidak ada pemegang peran (role taker) ataupun anggota lain dalam kelompok (role sender) mengerti dengan tepat tanggung jawab dari peran baru tersebut. Pada beberapa kasus, role taker kemungkinan besar akan mengalami ambiguitas peran (role ambiguity). Ambiguitas peran ditunjukkan dengan pernyataan sebagi berikut (House Schuler, & Levanoni, 1983, p. 336) :
• Saya tidak tahu apa yang diharapkan dari saya
• Saya bekerja dibawah Pilis dan garis pedoman yang belum jelas
• Cita-cita dan tujuan yang direncanakan tidak jelas
• Saya tidak tahu bagaimana saya akan dievaluasi untk suatu peningkatan atau promosi

Role Conflict
Terkadang beberapa anggota kelompok menggunakan beberapa peran dalam satu waktu, yang masing-masing dari peran tersebut terdapat syarat-syarat yang mengharuskan konstribusi waktu dan kemampuan mereka. Jika berbagai aktivitas diperlukan oleh satu peran saling bertemu dengan yang diperlukan oleh peran lainnya, pemegang peran (role taker) mengalami sedikit permasalahan. Bagaimanapun, jika harapan terhadap aktifitas yang tepat bertentangan dengan perannya, konflik peran (role conflict) mungkin terjadi. (Brief, Schuler, & Van Sell, 1981; Graen, 1976; Van Sell, Brief, & Schuler, 1981). Konflik peran dapat diindikasikan dengan pernyataan dibawah ini (Houseet al., 1983, p.336):
• Saya bekerja dengan dua kelompok atau lebih yang beroperasi dengan sangat berbeda.
• Saya sering mendapati diri saya terlibat dalam situasi dengan persyaratan yang bertentangan
• Saya sering diminta melakukan sesuatu yang berlawanan dengan pertimbangan saya yang lebih baik
• Saya melakukan sesuatu yang kemungkinan akan diterima oleh satu orang dan tidak diterima oleh yang lainnya
• Saya menerima permintaan yang bertentangan dari dua orang atau lebih

Terdapat dua jenis konflik peran yang problematik, yaitu interrole conflict dan intrarole conflict.
► Interrole conflict : Adanya pertentangan antara dua peran. Terjadi ketika role taker mengetahui bahwa tingkah laku yang dihubungkan dengan satu dari peran mereka bertentangan dengan perilaku yang dihubungkan dengan satu yang lain dari peran mereka. Misalnya, Caroline yang bekerja pada perusahaan kecil selama beberapa tahun, mungkin mengalami konflik peran ketika dia dipromosikan pada posisi supervisor, tongkah laku yang diperlukan dari dia sebagai manager bertentangan dengan perannya sebagai teman atau rekan kerja.
► Intrarole conflict : Pertentangan antar perilaku dalam satu peran. Biasanya dikarenakan ketidak-konsistenan harapan peran seseorang / anggota kelompok tertentu . Dihasilkan dari ketidak cocokan diantara perilaku yang menyusun peran tunggal, dan juga sering dihasilkan dari harapan yang plin-plan (tidak konsisten) dari pihak pemegang peran dan anggota lain dari kelompok. Konflik peran juda muncul ketika role takers dan role senders mempuyai harapan yang berbeda.

 Solusi terhadap situasi ini adalah :
1. Membuat standar peran-peran yang jelas.
2. Menuliskan gambaran pekerjaan masing-masing peran.
3. Memberikan feedback terhadap perilaku yang diharapkan.
4. Penempatan kerja sehingga tempat yang berpotensi untuk terjadi pertentangan antar peran dapat dihindari dengan memindahkannya di lokasi lain dan juga dilakukan perbedaan dalam waktu.
5. Individu juga harus berhati-hati dalam penggunaan perilaku yang cocok dalam peran khusus.
6. Mencegah posisi yang dapat menimbulkan konflik dalam peran.

Role Conflict and Group Performance
Peneliti telah melibatkan ambiguitas peran dan konflik peran sebagai sumber yang potensial dari rendahnya moral pekerja dan tekanan pekerjaan (job stress). Role Stress sangat berpengaruh pada perasaan yang tegang, penurunan kepuasan kerja, dan pergantian pekerja (Kemery, Bedeian, Mossholder, & Touliatos, 1985). Tentu saja, role stress mengganggu kesuksesan organisasi. Peningkatan pada ambiguitas peran dan konlik peran biasanya dihubungkan dengan peningkatan keinginan untuk meninggalkan organisasi dan dengan penurunan komitmen untuk organisasi, keterlibatan, kepuasan, dan partisipasi pada pengambilan keputusan (Brown, 1996; Fisher & Gitelson, 1983; Jacson & Schuler, 1995; King & King, 1990; Peterson, Smith, Akande, & Ayestara, 1995).
INTERMEMBER RELATIONS
Hubungan antar anggota kelompok memberikan dasar untuk komponen ketiga dalam struktur kelompok : Intermember Relations. Norma-norma dan peran-peran menggambarkan macam-macam perilaku yang ditampilkan anggota kelompok ketika mereka mengisi posisi khusus dalam kelompok, tetapi mereka tidak menentukan hubungan antar anggota-anggota. Intermember relations dari kelompok : pattern of status, attraction, dan communication.

Status Hierarchies (Hirarki Status)
Dalam hubungan antar anggota terdapat hirarki status. Terdapat didalam hirarki status, hubungan antar status (hubungan kewibawaan/kekuasaan) yaitu pembagian kekuasaan yang stabil dalam kelompok.

Claiming Status
Semua binatang tahu bagaimana caranya untuk mengisyaratkan pesan bahwa “saya sedang mengamuk”. Seperti simpanse yang akan berteriak-teriak keras terhadap musuh potensialnya, pemimpin serigala akan menggeram dan mempertontonkan taringnya terhadap serigala yang ber-kasta/tingkat rendah, singa terkuat dalam kelompok perkawinannya akan memukul sampai mati singa lainnya dengan cakarnya. Anggota dari kelompok sosial tersebut saling bersaing untuk sebuah status, bagi individu yang berada diatas dari hirarki (yang disebut alpha male atau alpha female) menikmati akses terbaik kedalam habitat kelompoknya. Anggota terkuat mempertahankan posisi mereka dengan mengancam atau menyerang anggota yang lemah, yang kemudian pada gilirannya untuk menghindari serangan dengan menunjukkan perilaku yang merupakan sinyal pembelaan dan takluk. Sistem dominasi dan penaklukan ini disebut “pecking order” karma (semisal pada ayam) hal tersebut menentukan siapa yang akan mematuk dan siapa yang akan dipatuk. Ahli sosiobiologi berargumen bahwa pecking orders membatasi konflik dalam kelompok dan makin membuat individu dan kelompok tidak terancam bahaya (Mazur, 1973; Wilson, 1975).
Begitu juga halnya dengan manusia yang bersaing demi status dalam kelompoknya. Manusia jarang secara terang-terangan satu sama lain dalam mengisyaratkan status mereka, tetapi mereka menggunakan semacam isyarat nonverbal seperti berjabat tangan, menatap mata tanpa ragu, bersikap rileks namun tenang, atau memasang muka tanpa senyum untuk membuat orang lain tahu bahwa mereka harus respek / menghormati (Leffler, Gillespie, & Conaty, 1982). Dalam instansi, orang bersaing satu sama lain untuk mendapatkan status dalam kelompok. Individu yang berbicara lancar tanpa ragu-ragu, memberi saran pada orang,dan mengkonfirmasikan pernyataan orang seringkali lebih berpengaruh daripada individu yang menampakkan tanda-tanda submisif.
Orang-orang juga menggunakan bahasa verbal untuk menunjukkan status dan otoritas mereka. Orang yang menginginkan orang lain respek terhadapnya tidak jarang berinisiatif untuk membuka perbincangan dan mengarahkan topik diskusi menuju area dari kompetensi mereka sendiri (Godfrey, James, & Lord, 1986). Seseorang yang mencoba untuk memiliki status yang tinggi biasanya lebih suka untuk (Stiles, Orth, Scherwitz, Hennrikus, & Valbona, 1984; Stiles et al., 1997) :
(1) Memberitahukan kepada orang lain apa yang seharusnya mereka lakukan,
(2) Menjelaskan statemen orang lain,
(3) Menanyakan dan memperdebatkan pendirian orang lain, dan
(4) Menyimpulkan atau mencela dalam diskusi
Dalam suatu kelompok belajar, sebagai contoh; anggota kelompok yang memiliki status tinggi dalam berpendapat mugkin akan berkata ” aku sudah belajar teori ini sebelumnya,” ” aku bisa memperlihatkan keahlian itu secara keseluruhan” , atau ” aku berpikir lebih penting kita belajar melalui catatan saat ceramah uliah daripada beljara dari buku bacaan”. Anggota yang berstatus rendah, mereka cenderung meratap/merendah misalnya berkata ” aku selalu kesulitan dalam mengerti materi ini” atau ” aku tidak yakin aku sudah memahami materi itu”.

Perceiving Status
Status individu mencoba berusaha akan menjadi nihil jika kelompoknya menolak klaimnya. Expectation-states theory, dikembangkan oleh Joseph Berger dan koleganya, memberi suatu detil analisis dari benturan dari pengharapan anggota kelompok dalam proses mengorganisir status. Teori expectation-states berpendapat bahwa anggota kelompok mengalokasikan status dengan mengingat:
– Specific-status characteristics: adalah kualitas yang memperlihatkan tingkat kemampuan tiap orang saat mengerjakan tugas dalam situasi tertentu.
– Diffuse-status characteristics: kualitas umum dari seseorang yang dianggap relevan dengan kemampuan dan evaluasi oleh anggota kelompoknya.
Teori ini berasumsi bahwa perbedaan status adalah lebih seperti untuk dikembangkan ketika anggota bekerja secara kolektif dalam suatu hal dimana mereka merasa sangat penting karena kelompok berharap hal tersebut dapat berhasil menyelesaikan proyek, anggota kelompok secara intuitif membuat catatan karakteristik status antara satu dengan yang lainnya (kualitas personal yang mereka pikirkan adalah indikasi dari kecakapan / kepandaian dan pengaruh seseorang). Hal tersebut memiliki urutan karakteristik status yang identifikasinya implisit dan kemudian diizinkan untuk menunjukkan urutan yang lebih dan aksi kelompok yang berganti-ganti untuk memperoleh hasil terbaik dan panduan bagi kelompok untuk mempengaruhi anggotanya dengan mengevaluasi ide mereka, dan sebagai usaha untuk menolak pengaruh dari anggota lainnya.
Peneliti memiliki banyak penjelasan atas prediktor individual dari expectations-states theory dengan evaluasi yang positif mengenai karakteristik status yang spesifik dan status yang tidak jelas biasanya memberikan memberikan otoritas lebih daripada mereka yang tidak mempunyai status kualifikasi jaringan (Berger & Zelditch, 1985; Ridgeway & Walker, 1995; Wagner & Berger, 1993; Wilke, 1996). Orang yang membayar lebih diizinkan untuk memakai lebih banyak pengaruhnya daripada orang yang hanya dapat membayar sedikit (Harrod, 1980; Steward & Moore, 1992).

Ketidaksetaraan Alokasi Status
Individu yang patut mendapatkan status tidak selalu memperoleh status dari kelompoknya sendiri (Schneider & Cook, 1995). Ketika generalisasi status muncul, anggota kelompok membiarkan karakteristik yang tidak relevan seperti ras, usia, atau latar belakang etnik mempengaruhi alokasi prestice (nilai sseorang/kebanggaan). Generalisasi status menjelaskan kenapa wanita dan orang Afrika-Amerika memperoleh status dan otoritas yang minim, dalam kelompok daripada kelompok Anglo-Amerika dan laki-laki. Walaupun perubahan berkembang pada jenis kelamin dan tingkah laku rasis dalam pergaulan masyarakat, stereotipikal bias tetap ada dalam masyarakat (Nielsen, 1990).

Kedudukan Sosial
Jacob Moreno seorang pengembang ilmu sosiometri, menegaskan bahwa kecenderungan untuk bereaksi terhadap orang lain pada tingkat spontan dan afektif memberikan kualitas yang unik pada kelompok manusia. Hubungan kita dengan anggota kelompok bisa dalam bentuk yang berbeda : benci, dendam, terikat, bersahabat, cinta dan sebagainya. Tapi kita jarang saling bereaksi secara netral antar sesama kita. Dengan demikian, hubungan ini memperbaiki hubungan tarik-menarik dalam kelompok, atau struktur kelompok (Moreno, 1960).

Diferensiasi Sosiometrik
Pola daya tarik tidak hanya rasa suka dan tidak suka yang tidak beraturan namun merupakan sebuah jaringan hubungan sosial yang stabil (Doreian, 1986). Anggota kelompok dapat juga dirangking dari yang paling tidak disukai hingga yang paling disukai (Maassen, Akkermans, & Van der Linden, 1996). Orang-orang yang populer menerima nominasi sosiometrik yang paling positif dari kelompoknya; anggota kelompok yang ditolak terpilih saat anggota kelompoknya mengidentifikasi siapa yang tidak mereka sukai; anggota kelompok yang terabaikan menerima sedikit nominasi dari dua jenis nominasi diatas; dan anggota rata-rata disukai oleh beberapa anggota mereka (Coie, Dodge, & Kupersmidt, 1990;Newcomb, Bukowski, & Pattee, 1993).
Dalam banyak kasus, sub kelompok menunjukkan homophiley yaitu para anggota lebih mirip satu sama lain di dalamnya daripada dengan anggota kelompok total. Anggota kelompok juga sering membentuk dan memanipulasi golongan dalam kelompok yang lebih besar dengan cara memasukkan beberapa orang dan mengeluarkan beberapa orang secara sistematis (Adler & Adler, 1995).
Hubungan dalam kelompok atau ketertarikan antar anggota dalam kelompok tumbuh melalui proses deferensiasi sosiometrik, dimana anggota kelompok dibuat dari tidak kenal menjadi saling mengenal satu sama lain. Saling ketertarikan antar anggota cenderung resiprokal dan transitif, dan kelompok kecil atau koalisi sering bertahan dalam kelompok yang lebih homophily, daripada kelompok yang besar. Seperti yang dinyatakan dalam teori Keseimbangan Heider, struktur sosiometrik juga cenderung seimbang, dimana mereka sama-sama membuat pola yang koheren dan menyatukan seluruh anggota. Biasanya deferensiasi sosiometrik diwarnai individu yang mengharapkan kualitas ketertarikan sosial, seperti kemampuan kooperasi, tapi kedudukan sosial juga tergantung pada derajat dimana atribut individu sesuai dengan nilai kelompok.

Mempertahankan Keseimbangan Struktural
Menurut Heider, hubungan daya tarik dalam kelompok diseimbangkan saat hubungan itu saling cocok untuk membentuk kesatuan yang menyatu. Struktur sosiometrik dari kelompok yang lebih besar juga cenderung diseimbangkan. Secara umum, sebuah kelompok diseimbangkan jika
(1) semua hubungan bernilai positif atau
(2) ada jumlah genap hubungan negatif dalam kelompok.
Sebaliknya, kelompok tidak seimbang jika mereka berisi hubungan negatif yang bersifat ganjil.
Karena struktur sosiometrik yang tidak seimbang menimbulkan ketegangan antar anggotanya, maka orang-orang termotivasi untuk mengkoreksi ketidakseimbangan tersebut dan memulihkan keseimbangan kelompoknya.

Faktor Penentu Kedudukan Sosial
Popularitas seseorang ditentukan oleh faktor-faktor antar personal : kemiripan, sifat melengkapi, timbal balik, kualitas kepribadian, dan bahkan daya tarik fisik bisa mempengaruhi rangking sosiometrik seseorang dalam kelompoknya. Prediksi kedudukan sosial harus memperhitungkan kecocokan orang dengan kelompoknya – apakah sifat orang tersebut cocok dengan kualitas yang dihargai oleh kelompok tempat mereka berasal.
Penelitian mengenai dampak kecocokan orang dan kelompoknya terhadap kedudukan sosial mengatakan bahwa popularitas dalam suatu kelompok tidak menjamin popularitas di kelompok lain; seorang bintang sosiometrik dalam suatu kelompok bisa menjadi orang buangan dalam kelompok lain.

Jaringan Komunikasi
Jaringan komunikasi merupakan pola reguler dari pertukaran informasi antara anggota kelompok. Contohnya, banyak perusahaan mengadopsi jaringan komunikasi hirarkis yang menjelaskan bagaimana informasi disampaikan ke atas pada superior (pimpinan), ke bawah pada subordinat (bawahan), dan secara horizontal pada rekanan. Bahkan ketika tujuan formal tidak dibuat untuk mengorganisir komunikasi, jaringan komunikasi informal biasanya terbentuk seiring waktu.

• Sentralisasi dan Performa
Studi dari Leavitt dan peneliti lain menunjukkan bahwa salah satu keistimewaan dari jaringan adalah derajat dari sentralisasi (Shaw, 1964, 1978). Penemuan Leavitt menyarankan, kelompok dengan struktur yang tersentral cenderung menggunakan posisi pusat sebagai pusat memproses data, dan tipe pekerjaan ini adalah mengumpulkan informasi, mensintesanya, dan mengirimkannya kembali pada orang lain. Pada struktur desentralisasi, seperti lingkaran atau comcon (suatu jaringan dimana semua individu dapat berkomunikasi satu sama lain), banyaknya saluran atau chanel pada tiap posisi adalah sama, sehingga tidak ada posisi yang lebih sentral dari yang lain.
Leavitt dan peneliti lain menemukan bahwa jaringan yang tersentralisasi lebih efisien daripada jaringan desentralisasi. Pengecualian muncul ketika tugas yang sederhana diganti menjadi lebih kompleks, performa jaringan desentralisasi melebihi jaringan tersentralisasi. Shaw mencatat bahwa saturasi dapat muncul pada jaringan desentralisasi, namun ini menjadi lebih parah ketika kelompok dengan struktur tersentralisasi bekerja pada masalah yang kompleks (Shaw, 1964, p.126).
Subjek bisa dengan mudah memecahkan masalah dengan membandingkan semua kartu, tetapi Leavitt membatasi arus komunikasi. Ia akan membuka celah tertentu di dalam sekat, memisahkan peserta untuk menciptakan empat jenis jaringan: roda, rantai, Y, dan lingkaran ( lihat Figur 5-4). Di jaringan roda, seseorang di dalam kelompok memberitahukan semua orang, tetapi yang lainnya berkomunikasi hanya dengan individu menempatkan di poros/pusat kegiatan posisi. Orang-Orang di kursi terus memberikan informasi yang akurat. Di dalam Y, hanya satu nomor yang dapat digunakan untuk menghubungi satu orang yang lain. Dan di dalam lingkaran, semua anggota bisa saling berinteraksi dengan dua orang yang lain. Leavitt menyimpulkan semua termasuk lingkaran, anggota kelompok cenderung untuk mengirimkan informasi kepada anggota pusat, yang mengintegrasikan data dan memberikan suatu solusi. Ringkasan yang menyangkut data dengan mudah terpenuhi di dalam roda atau kemudi, ketika semua anggota bisa saling berhubungan secara langsung dengan anggota pusat, sedangkan di dalam Y dan rantai, penyatuan proses mengambil lebih panjang (Bavelas, 1948, 1950; Bavelas& Bartett, 1951; Leavitt, 1951).

• Efek Posisi
Mengingat penghuni posisi sentral biasanya melaporkan bahwa mereka sangat puas dengan struktur kelompok, anggota sekelilingnya menyatakan ketidakpuasannya. Tentu saja, semakin bergeser posisinya dari sentral, semakin tidak puas penghuninya. (Eisenberg, Monge, & Miller, 1983; Krackhardt & Porter, 1986; Lovaglia & Houser, 1996). Posisi dihubungkan tidak hanya untuk kepuasan dan kenikmatan tapi juga untuk mengalokasikan peran.

Leave a comment