Archive for the ‘Uncategorized’ Category

Dinkel kelompok 5

October 31, 2007

Nama Anggota Kelompok :
Ria D Hutasoit 110511188
Nike Prameswari 110511191
Ferry Koesindratmono 110511193
M. Arie Irfandy 110511211
Anjardini Dwi Satiti 110511222
Nidya Liesdiarini 110511255

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
TAHUN 2007
KEKUASAAN

Jim Jones menyebut Janestown sebagai komunitas yang ideal, sebuah tempat dimana setiap orang menemukan cinta dan kebahagiaan. Tetapi para pria, wanita serta anak-anak yang bergabung dalam kelompok Jones di sebuah desa kecil yang terletak di Hutan Guyana tidak menemukan kebahagiaan. Malah mereka merasa bahwa kelompok tersebut menggunakan kekuasaannya secara tidak masuk akal dalam mengatur nasib mereka. Jones menyuruh anggotanya mengorbankan segala kepentingan pribadi, demi kepentingan kelompok. Mereka bekerja sepanjang waktu di ladang dan hanya diberi sedikit makanan. Mereka tidak diizinkan berkomunikasi dengan keluarga mereka yang berada di Amerika. Mereka bahkan menuruti jika Jones meminta hidup mereka. Lebih dari 900 orang-orang ditempat itu mau menelan racun saat Jones menyuruh mereka mati secara bermartabat.
Mengapa para anggota kelompok Jones tetap mematuhi perintah walaupun sebenarnya mereka tidak akan mendapat konsekuensi yang buruk jika menolaknya? Kekuatan apa yang bisa membuat orang tua memberi racun pada anaknya? Banyak hal dari Jones, kemampuannya mempengaruhi, karismanya, keburukan moralnya. Penjelasan yang dapat digunakan untuk menerangkan kekuasaan terhadap kelompok dan pemimpin kelompok adalah kemampuan untuk mempengaruhi anggotanya, bahkan saat anggota tersebut mencoba untuk menolak pengaruh itu.

Kepatuhan Terhadap Otoritas
Bertrand Russell mengemukakan bahwa “konsep utama dalam ilmu sosial adalah kekuasaan, sama seperti energi dalam konsep dasar fisika”. Pelatih menuntut kepatuhan dari para pemainnya, polisi meminta para pengemudi mendaftarkan mobil mereka, seorang bos mengatakan pada pekerjanya untuk segera kembali bekerja, semua hal tersebut merupakan social power dalam mempengaruhi orang lain. Orang yang berkuasa dapat membuat orang lain melakukan sesuatu untuk mencapai tujuannya sendiri. Mereka dapat meramalkan dan menghasilkan efek yang diharapkan dari orang lain, bahkan saat orang lain tersebut berusaha untuk menolak.

Eksperimen Milgram
Stanley Milgram mempelajari kelompok pada suatu otoritas dengan menciptakan kelompok kecil dalam laboratoriumnya di Universitas Yale. Sebagai pemimpin eksperimen tersebut, ia menetapkan masing-masing agenda kelompok, dan tugas anggota kelompok. Ia adalah orang kulit putih, berusia sekitar 30 tahun, dan ia memakai jas lab abu-abu. Dua anggota kelompok lain telah ditugaskan untuk mengadakan eksperimen tersebut. Pokok materi sebagai petunjuk dengan pembacaan satu rangkaian kata-kata yang telah dipasangkan (kotak biru, hari yang indah, hari liar, dll) kepada pelajar yang diharapkan untuk menghafalnya. Guru akan memeriksa kemampuan pelajar dalam mengingat pasangan kata tersebut kemudian membaca pasangan kata pertama dan beberapa jawaban (seperti, biru: langit, tinta, kotak, lampu). Apabila gagal, akan dihukum dengan sengatan listrik.
Setelah peneliti menugaskan pokok materi, kedua anggota kelompok masuk ke dalam ruang. Selanjutnya diikat pada kursi yang telah dirancang “untuk mencegah gerakan berlebihan sepanjang sengatan.” Pelajar duduk dengan tenang pada saat listrik disengatkan pergelangan tangannya.
Peneliti kemudian meminta subyek kembali ke ruang lain dan mendudukkannya di generator sengatan elektrik. Mesin yang dibuat Milgram, tersusun dari 30 baris tombol elektrik. Masing-Masing tombol, ketika ditekan, akan mengirimkan suatu sengatan pada subyek tersebut. Tingkat sengatan pada tombol pertama di sisi kiri adalah 15 volt, tombol yang berikutnya adalah 30, kemudian 45, dan seterusnya, hingga 450 volt.
Situasi sangat nyata dan disediakan sebagai suatu analog laboratoris terhadap dunia nyata diamana otoritas memberikan perintah kepada para bawahan. Peneliti, bertindak dengan keyakinan pribadi dan sikap tenang. Ia memberi perintah, seolah-olah ia tidak pernah menanyakan ketepatan dari tindakannya sendiri, dan ia nampak dikejutkan bahwa guru akan mencoba untuk mengakhiri rangkaian sengatan. Walaupun begitu, dari sudut pandang subyek, otoritas ini memaksa mereka untuk bertindak dengan cara yang boleh jadi berbahaya bagi orang lain. Ketika mereka menerima pembayaran 4.50 dolar, mereka secara implisit setuju untuk menyelesaikan instruksi penelitian, tetapi mereka ragu antara tugas ini dan keinginannya untuk melindungi pelajar dari kemungkinan bahaya. Milgram merancang eksperimennya untuk menentukan sisi mana yang akan memenangkan didalam konflik ini.

Temuan Milgram
Awalnya Milgram yakni bahwa hanya sedikit dari partisipan yang akan mengikuti perintah peneliti dan tak satupun dari subyek akan mau memberi kejutan pada level 450 volt, sebagian besar dari mereka akan berhenti pada level 150 volt. Namun Milgram menemukan bahwa dari 40 orang yang berperan sebagai guru pada eksperimen tersebut, 26 orang (65%) memberikan kejutan sampai level 450 volt kepada murid. Tak satupun dari mereka menghentikan pemberian kejutan dibawah level 300 volt. Bahkan beberapa dari subyek memberikan satu atau dua kejutan tambahan dari yang diperintahkan peneliti. Saat ditanyai komentarnya, subyek tersebut mengatakan bahwa dia sebenarnya tidak ingin melanjutkan pemberian kejutan, tapi merasa tidak mampu menolak permintaan dari peneliti.

Kejahatan dan kepatuhan (Harm and Obedience)
Setelah meninjau ulang hasil dari 40 orang pertama yang belajar, Milgram memutuskan bahwa telah melukai pelajar itu. Semua yang mereka dengar adalah suatu yang rancu, dan peneliti mengatakan kepada mereka untuk mengabaikannya. Untuk membuat luka yang lebih nyata, Milgram menambahkan isyarat tambahan yang dengan jelas membuat pelajar menderita.
Voice-Feedback condition
Permohonan dan ratapan pelajar (yang direkam secara hati-hati) bisa terdengar melalui dinding itu. Ia mendengkur manakala dikejutkan pada tingkatan di bawah 120 volt dan mengeluh sakit. Pada 150 volt, ia menjerit, ” Peneliti, keluarkan aku dari sini! Aku tidak akan menjadi eksperimen lagi! Aku menolak untuk diteruskan!” (Milgram, 1974, p.23). Ia terus menjerit dan menuntut untuk dilepaskan sampai level 300-volt, jika ia menolak untuk menjawab pertanyaan lagi. Meskipun demikian ada 62.5% subyek mematuhi sampai level 450-volt.
Proximity condition
Pelajar duduk dalam ruangan yang sama dengan guru, menyuarakan keluhan yang sama yang digunakan dalam voice-feedback condition dan menulis rasa sakit masing-masing kejutan. Kepatuhan merosot sampai 40%.
Touch-Proximity condition
Pelajar duduk disebelah guru dan menerima kejutan manakala ia meletakkan tangannya diatas shock plate. Pada level 150-volt, ia menolak untuk menurunkan tangannya dari atas plate, jadi peneliti memberi subyek suatu sarung tangan dan memberitahukan kepada dia untuk menekan tangan pelajar kedalam plate seperti ketika ia menekan tombol kejutan. Meski demikian (still), 30% yang dipatuhi.
Heart condition
Pelajar sekali lagi didudukkan didalam ruangan berdampingan, tetapi peneliti menghubungkan kawat kepada lengan tangannya. Pelajar menyebutkan bahwa ia telah menunjukkan perasaannya dan ditanya keluhannya. Peneliti berkata bahwa kejutan tidak akan menyebabkan kerusakan permanen. Sepanjang tahap kejutan, keluhan dan erangan protes pelajar bisa terdengar melalui dinding, dan ia juga berulang-kali mengeluh bahwa hatinya merasa cemas. Sekalipun ia berhenti menjawab setelah 330 volt, 65% subyek tetap menjalankan kejutan sampai level 450-volt.

Membatasi kekuasaan peneliti
Ketika Milgram memperkuat keluhan pelajar, subyek harus telah mengenal bahwa mereka telah dilukai. Sekalipun begitu, banyak yang masih mematuhi. Maka, Milgram mencari-cari jalan untuk membatasi kekuasaan peneliti di atas guru dengan memanipulasi kemampuan pengawasan peneliti, gengsi, keahlian, dan hak kekuasaan.
Milgram mengurangi kendali peneliti atas subyek dengan memindahkan hak dari ruang itu. Guru bisa mendengar pelajar, tetapi peneliti meninggalkan ruang setelah instruksi itu selesai. Ia selanjutnya memberi perintah dari telepon, tetapi hanya 20% dari peserta taat pada level 450-volt. Nyatanya, banyak subyek mempercayai peneliti akan meningkatkan kejutan setiap mereka melakukan kesalahan ketika mereka hanya memberikan 15 volt.

Efek Kelompok (Group Effects)
Milgram juga mendemonstrasikan beberapa efek menarik dari perilaku anggota kelompok lain terhadap kepatuhan subyek. Pada satu variasi, subyek hanya mencatat informasi dan menampilkan tugas tambahan sementara rekannya menekan tombol penyengat listrik. Pada variasi ini, 92.5 % kepatuhan memenuhi tugasnya tanpa intervensi. Jika, rekannya menolak untuk menekan tombol kejutan dan peneliti memberitahukan kepada subyek untuk mengambil alih, hanya 10% subyek yang taat secara maksimal. Juga, jika dua peneliti berlari menjalankan riset, tetapi seseorang dituntut melanjutkan kejutan selagi yang lain membantah untuk menghentikan kejutan, semua subyek mematuhi perintah dari sosok yang lebih otoritas.
Dalam studi ini, laki-laki jadi lebih taat dibanding wanita, tetapi studi lain tidak menemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan (Milgram, 1974) atau ketaatan tertinggi diantar wanita (Sheridan& Raja, 1972).

Sumber Kekuasaan (Sources of Power)
Saat pelatih mengatakan kepada pemain untuk duduk dalam bangku, pemain mematuhi. Pengemudi menyerahkan lisensi-nya ketika polisi menuntut. Siswa menghentikan percakapannya dengan temannya ketika guru mengatkan, “Tidak ada yang bicara.” Kapan seseorang bertindak dalam suatu pertunjukan dominan, orang lain cenderung untuk bersikap patuh. Kapan seseorang nampak lemah, orang lain akan menjadi kuat. Orang pada umumnya melakukan apa yang otoritas (orang yang berkuasa) katakan kepada mereka untuk dilakukan. Milgram menyelidiki lebih teliti implikasi tentang kecenderungan ini (Carson, 1969; Giffrord & O’Connor, 1987; MacCoun, 1993; Tyler, 1990; Tyler n& Lind, 1992; Strong et al, 1998).

Dasar Kekuasaan (Power Bases)
John R.P. French dan Bertram Raven (1959), dalam analisis yang brilian pada akar dari kekuatan dalam group dan organisasi, diidentifikasikan enam kunci Power Base yang ditunjukkan dalam tabel. Anggota dari kelompok (group) yang mengontrol Power Base ini, mereka mendapat reward atau punisment, mereka disukai dan dihormati, mereka diterima oleh anggota sebagai pemimpin yang dilegitimasi, dan mereka yang menguasai keahlian dan informasi khusus akan lebih berpengaruh daripada anggota group yang gagal melindungi dasar dari kekuatan. Tabel Power Base tersebut adalah sbb :
Base
Definition
Reward Power
Kapabilitas dalam mengontrol distribusi dalam memberi reward atau menawarkannya pada target.
Coercive Power
Kapasitas untuk memperlakukan dan menghukum mereka yang tidak mematuhi permintaan atau perintah.
Legitimate Power
Pemimpin memperoleh hak dari pemegang kekuatan untuk memerlukan dan menuntut ketaatan.
Referent Power
Pengaruh berdasar pada bagaimana target mengidentifikasikan dengan atraksi atau hormat pada pemegang kekuasaan.
Expert Power
Pengaruh berdasar pada kepercayaan target bahwa pemegang kekuatan memiliki keahlian dan kemampuan yang superior.
Informational Power
Pengaruh berdasar pada penggunaan potensial dalam sumber daya informasi, termasuk argumen rasional, persuasi atau data fakta.

Keterangan :
Reward Power
adalah kemampuan dalam mengontrol distribusi dalam pemberian reward atau menawarkan pada grup lainnya. Dalam hal ini reward bisa dalam bentuk : Bintang emas untuk murid, gaji untuk karyawan, persetujuan sosial untuk subyek dalam eksperimen, positif feed back untuk karyawan, makanan untuk orang kelaparan, kebebasan untuk narapidana, dan bahkan bunuh diri untuk yang merasa hidupnya tersiksa. Teori Social Exchange, menyarankan untuk mempertinggi kekuatan (power) ketika : (1) reward dihargai, (2) anggota grup tergantung pada pemegang kekuatan untuk sumber daya, dan (3) janji-janji pemegang kekuatan dapat dipercaya.
Coersive Power
adalah kemampuan untuk menghukum atau memperlakukan seseorang yang tidak melakukan permintaan atau perintah. Diperoleh dari salah satu kapasitas untuk membagikan punishment pada mereka yang tidak mematuhi permintaan atau perintah. Contoh dari Coersive Power adalah : Negara memperlakukan negara-negara lain dengan serangan dan sanksi ekonomi. Pemberi kerja memperlakukan kaeyawan-karyawannya dengan tidak memberi gaji, ditrasfer pada pekerjaan yang tidak diinginkan, atau bahkan dipecat. Guru menghukum murid yang nakal dengan tugas yang banyak, penangkapan, atau pandangan marah. Seseorang juga menggunakan Coersive untuk mempengaruhi anggota grup lain, walaupun kebanyakan orang lebih memilih untuk menggunakan reward power daripada coersive power jika keduanya tersedia (Molm,1987,1988)
Legitimate Power
adalah kekuatan yang bersumber dari otoritas yang dapat dipertimbangkan hak untuk memerlukan dan pemenuhan perintah. Individu yang memiliki legitimate power menyadarai untuk menanyakan yang lain untuk menataati perintah mereka. Pegawai polisi mengatakan penonton untuk pindah, sersan memerintahkan regu penolong untuk memperhatikan, profesor menunggu isi kelas diam dan tenang sebelum mengajarkan materinya.
Referent Power
menjelaskan bagaimana charismatic leader (seberapa tinggi komitmen anggota tersebut pada kelompoknya) mengatur untuk menggunakan banyak kontrol dalam grup mereka. Siapakah anggota yang paling baik, paling disukai, paling dihargai dsb.
Expert Power
Para anggota kelompok sering berbeda dari mereka yang memiliki kemampuan dan skill yang superior. Sebagaimana dengan sebagian besar power base yang diidentifikasikan oleh French dan Raven, seseorang tidak perlu menjadi ahli untuk mendapatkan kekuatan ahli. Orang tersebut hanya perlu diterima oleh orang lain sebagai seorang yang ahli (Kapolwitz,1978; Littlepage & Mueller,1997). Para peneliti menunjukkan pengaruh keahlian dengan menyusun dyad untuk bekerja pada serangkaian problem. Separuh dari subyek cenderung mempercayai bahwa kemampuan partner mereka yang menjalankan tugas cukup unggul dan menganggap teman yang istirahat memiliki kemampuan lemah. Sebagaimana konsep yang disarankan oleh kekuatan ahli, individu yang berpikir bahwa partner mereka adalah seorang ahli menerima rekomendasi kira-kira 68% dari waktu, sementara subyek yang dipasangkan dengan partner yang dianggap inferior menerima rekomendasi hanya 45% dari waktu (Foschi,Warriner, dan Hart,1985; lihat juga Schopler & Layton, 1972a,1972b).
Informational Power
Pada tahun 1965, Raven mengubah daftar lima Power Bases miliknya dengan menambahkan Informational Power yaitu potensi untuk menggunakan sumber-sumber informasional, meliputi argumen rasional, persuasi dari data faktual untuk mempengaruhi yang lain (Raven,1992). Jones merupakan pembicara persuasif. Dia menawarkan jalan yang jelas untuk keselamatan, dan orang-orang hanya perlu mempelajari ajarannya dan mematuhi perintahnya agar selamat. Kekuatan kepribadiannya, kesederhanaan ideologinya, keinginannya untuk bertindak menurut keyakinannya, menginspirasikan kepercayaan yang tulus dari para pengikutnya yang kadang-kadang menganggapnya sebagai sumber terakhir dari kebenaran dan pengetahuan.
Taktik Kekuasaan
French dan Raven berpendapat bahwa orang-orang menggambarkan kekuatan (power) dari enam sumber kunci ;Jones berkuasa penuh karena dia mengontrol enam dasar tersebut, dan para pengikutnya lemah karena mereka kekurangan basis kekuasaan (power base) (French & Raven 1959; Raven, 1965, 1992). Enam basis tersebut, tidak hanya berarti dapat mempengaruhi yang lain. Ketika seseorang harus mempengaruhi yang lain, mereka sering menggunakan cara dengan melaporkan penggunaan janji, hadiah, ancaman, hukuman, keahlian, dan informasi. Tetapi mereka juga menambahkan taktik ini dengan taktik-taktik lainnya. Diantaranya yaitu :
a.Directness.
Taktik langsung adalah metode pengaruh yang jelas dan eksplisit; ancaman, permintaan dan keyakinan menyertai (semata-mata menjalankan dan melakukan apa yang ingin anda lakukan meski ada yang keberatan) merupakan semua metode langsung. David Kipnis (1984) menggunakan istilah kuat dan lemah daripada langsung tidak langsung.
b.Rasionalitas.
Taktik-taktik yang menekankan alasan, logika dan penilaian yang baik merupakan taktik-taktik rasional; penawaran dan persuasif merupakan contoh-contohnya. Taktik-taktik seperti integrasi dan pengelakkan merupakan taktik-taktik pengaruh non-rasional, karena mengandalkan pada emosionalitas dan kesalahan informasi.
c.Bilateralitas.
Beberapa taktik bersifat interaktif, melibatkan proses memberi dan menerima antara yang memberi pengaruh dan target yang akan dipengaruhi. Taktik bilateral tersebut meliputi persuasi, diskusi dan negosiasi. Taktik-taktik unilateral sebaliknya, bisa dibuat tanpa kerjasama dengan target yang akan dipengaruhi. Taktik-taktik tersebut meliputi permintaan, penyelesaian yang jujur, penghindaran dan ketidakterlibatan.

Orang-orang memilih taktik-taktik kekuasaan yang berbeda, tergantung pada sifat situasi kelompok (Yukl, Fable & Joo, 1993; Yukl, Guinan & Sottolano, 1995). Orang yang memiliki status tertinggi di dalam kelompok yang penuh dengan konflik akan menggunakan taktik yang berbeda dari seseorang yang memiliki status yang rendah dan ingin meminimalkan konflik (misalnya Ansari & Kapoor, 1987; Canary, Cody, & Martison, 1986; Cheng, 1983; Holtgraves & Yang, 1992).
Orang-orang juga menunjukkan pilihan pribadi dalam memilih taktik. Toni Fablo (1997) menyelidiki kecenderungan tersebut dengan meminta orang-orang untuk menulis esay pendek dengan topik “Bagaimana Memperoleh Jalan Saya Sendiri”. Dia menemukan bahwa seseorang yang sangat ingin diterima dan disukai oleh anggota kelompok yang lain melaporkan lebih menggunakan taktik tak langsung/rasional daripada taktik langsung/rasional. Mereka yang cenderung melakukan penilaian kelompok dilaporkan lebih menggunakan metode-metode rasional dibandingkan dengan metode-metode non rasional. Para peneliti yang lain menemukan bahwa orang-orang ekstrovert menggunakan lebih banyak taktik daripada orang-orang introvert (Caldwell & Bruger, 1997).
Pria dan wanita juga berbeda dalam memilih taktik kekuasaan. Pria dan wanita yang mengawasi pekerja yang tidak efektif menggunakan taktik penghargaan dan kritikan, tetapi wanita kurang sering turut campur tangan dan memiliki taktik yang lebih terbatas. Wanita menjanjikan peningkatan gaji yang lebih kecil dan mengancam akan memperbesar pemotongan gaji daripada pria, dan wanita juga berbeda dalam menggunakan kekuasaan dalam hubungan yang lebih intim, dimana pria cenderung menggunakan taktik langsung dan bilateral sementara wanita menggunakan unilateral dan metode tak langsung (Belk et al, 1998; Fablo & Peplau, 1980).

Beberapa Taktik yang digunakan Seseorang untuk Mempengaruhi orang lain dalam kehidupan sehari-hari

Taktik
contoh
Taktik
contoh
Pemarah

klaim

keahlian

mengeluh
aku teriaki dia
aku mengkritik kerjanya
aku menekan disekelilingnya
Aku biarkan dia mengetahui bahwa Aku adalah seorang tenaga ahli
Aku menguburnya di dalam detil teknis
Aku bersandar pada pengalaman ku
Aku mengeluh tentang semua pekerjaanku
Aku menemui banyak keluhan pada studiku
Aku mengeluh saat sakit kepala

Memaksa bergabung

Menggerakkan

Negosiasi

Hukuman
aku menyuruh bosku untuk sependapat denganku
aku melawan kelompok dengan berlawanan
aku menyuruh orang lain tetap disisiku
aku berbohong
aku menyuruhnya untuk memikirkan idenya
aku meninggalkan kepentingan yang detil
aku menawarkan murah padanya
aku membuat suatu rencana untuk kompromi
aku sebagai penegosiasi dan persetujuan
aku menyerangnya dia
aku tampar dia
Aku menyingkirkan mainan nya

Rasionalitas.
Taktik yang menekankan pada alasan, logika, dan pengambilan keputusan yang baik adalah taktik rasionalitas, menawar dan persuasi merupakan contoh dari rasionalitas.
Bilateralitas
Suatu taktik interaktif, menyertakan usaha memberi dan menerima dengan seseorang yang dipengaruhi. Contoh taktik ini adalah persuasi, diskusi, negosiasi.
Taktik Sepihak
Pada kenyataannya dapat ditetapkan tanpa adanya kooperasi dari target yang akan dipengaruhi. Contoh dari taktik ini adalah permintaan, pengelakan.
Seseorang memilih taktik kekuasaan yang berbeda, tergantung pada alam / kondisi dari situasi kelompok itu. (Yukl, Falbe, & Joo, 1993; Yuki, Guinan, & Sottolano, 1995). Seseorang yang memiliki status tinggi pada suatu kelompok yang penuh dengan konflik akan menggunakan taktik yang berbeda dibandingkan dengan seseorang yang memiliki status rendah dalam kelompok yang cenderung mengurangi terjadinya konflik. (e.g., Ansari & Kapoor, 1987; Canary, Cody, & Marston, 1986; Cheng, 1983 ; Holtgraves & Yang, 1992).
Seseorang juga menunjukkan pilihan pribadinya dalam memilih taktik mereka. Pria dan wanita juga berbeda dalam memilih taktik kekuasaan mereka. Untuk Pria lebih condong pada taktik bilateralitas dan taktik mengarahkan, sedangkan wanita lebih tertarik dengan taktik sepihak dan tidak suka mengarahkan. (Belk et al., 1988; Falbo & peplau , 1980).

Dinamika otoritas
Eksperimenter Milgram, seperti Jim Jones mendapatkan kekuasaannya dari beberapa basis. Kekuasaan untuk menghargai sangat tinggi karena dia memberikan pembayaran dan juga karena dia merupakan sumber penting dalam evaluasi positif; subyek ingin mendapatkan penilaian dari figur otoritas ini. Dia juga menggunakan dorongan koersif: “Eksperimen memerlukan bahwa anda terus” dan “Anda tidak memiliki pilihan lain, anda harus terus” mengingatkan konsekwensi-konsekwensi negatif atas ketidakpatuhan. Banyak subyek juga berasumsi bahwa eksperimenter tersebut memiliki hak sah untuk mengontrol tindakan mereka dan bahwa orang yang belajar tidak memiliki hak untuk berhenti belajar. Subyek juga menghormati Yale dan mengakui pentingnya penelitian ilmiah, sehingga eksperimenter memiliki kekuasaan referen. Sangat sedikit yang tahu tentang listrik, sehingga mereka menganggap eksperimenter sebagai seorang ahli. Suksesi di Milgram dalam menyusun situasi di mana otoritas membanggakan enam bentuk kekuasaan: penghargaan, koersif, sah , referen, ahli dan infrmasional.
Situasi tersebut juga memasukkan dinamika subordinat dan otoritas yang kuat. Saat individu menjadi bagian dari kelompok yang tersusun secara hirarkis, mereka segera kehilangan kontrol atas tindakan mereka. Mereka memasuki apa yang disebut Milgram sebagai agentic state; mereka menjadi agen-agen dari otoritas yang lebh tinggi (Milgram, 1974). Dalam penelitian tentang ketaatan, peran mereka sebagia guru menuntut perhatian yang lebih untuk instruksi, memantau secara hati-hati tindakan mereka sendiri dan menjalankan perintah otoritas. Meski mereka mempertanyakan hukuman atas para pelajar, sebagian besar menerima definisi otoritas sebagai hal yang tidak berbahaya. Mereka jgua merasakan sedikit tanggung jawab atas apa yang terjadi pada pelajar, karena mereka hanya mengikut perintah. Ketidakpatuhan hanya muncul saat pengaruh-pengaruh kepatuhan menjadi sangat negatif bahwa keyakinan dalam tentang nilai hidup manusia membanjiri tekanan eksternal situasi. Dalam agentic state, kepatuhan adalah hal yang mudah; sebaliknya ketidakpatuhan dirah hanya dengan kesulitan yang besar dan dengan biaya psikologis yang besar (Milgram, 1974; lihat Hamilton, 1986; Silver & Geller, 978; Staub, 1985).

Tanggung jawab dan ketaatan
Tanggung jawab bagi sebuah tujuan dan aktifitas kelompok tidak didistribusikan secara merata pada seluruh anggota kelompok. Mereka yang menempati posisi otoritas di dalam kelompok – pemimpin, eksekutif, manajer dan bos – umumnya dianggap lebih bertanggungjawab daripad mereka yang menempati posisi status lemah sebagai bawahan dan pekerja (Blass, 1995, 1996; Hamilton & Sanders, 1995). Dalam beberapa kasus, konsentrasi tanggung jawab ini bisa menjadi sangat besar di mana para bawahan dalam kelompok yang terorganisir secara hirarkis tidak lama bertanggungjawab secara pribadi atas tindakan mereka. Mereka merasa “bertanggungjawab terhadap otoritas” tetapi “tidak bertanggungjawab atas isi tindakan yang ditentukan oleh otoritas” (Milgram 1974, hal 145 – 146).
Milgram percaya bahwa para individu yang tidak lama merasakan tanggungjawab secara moral atau secara legal cenderung mematuhi perintah otoritas. Dia mencatat hubungan antara tanggungjawab dan kepatuhan dengan meminta subyek untuk mengalokasikan tanggungjawab untuk situasi di antara tiga partisipan – eksperimenter, guru dan murid. Subyek yang patuh memiliki tanggungjawab lebih terhadap eksperimenter daripada tanggungjawab terhadap diri sendiri. Mereka juga memberikan dua kali tanggungjawab sebanyak yang diterima oleh subyek yang tidak patuh. Subyek yang tidak patuh mengambil tanggungjawab lebih besar daripada yang mereka hubungkan dengan eksperimenter (Mantell & Panzarella, 1976; Meeus & Raaijmakers, 1995; West, Gunn & Chernicky, 1975).
Analisis Milgram terhadap tanggungjawab juga konsisten dengan studi difusi tanggungjawab: Orang-orang merasa kurang bertanggungjawab secara pribadi saat mereka berada di dalam kelompok daripada saat mereka sendiri. Bibb Latane dan John Darley (1970) menggunakan konsep ini untuk menjelaskan mengapa tidak ada satu campur tangan untuk membantu Kitty Genovese saat dia dibunuh di Queens, New York. Latane dan Darley menyimpulkan bahwa setiap pengamat merasa bahwa orang lain harus bertanggungjawab dalam situasi tersebut. Sebenarnya, orang-orang yang menyaksikan peristiwa darurat cenderung melaporkan bahwa mereka tidak merasa bertanggungjawab jika mereka berada dalm sebuah kelompok. Orang-orang yang sendirian sebaliknya mengklaim bahwa mereka secara spontan berpikir memiliki kewajiban untuk membantu (Schwartz & Gottlieb, 1976, 1980). Perilaku kelompok negatif lainnya, meliputi penurunan dalam upaya kolektif, konflik, perilaku berkerumun, dan vandalisme semuanya ditujukan pada penurunan dalam tanggungjawab yang diterima yang terjadi dalam kelompok (Leary & Forsyth, 1987).

Kekuasaan dari peran
Saat Subjek tiba di penelitian milgram, mereka secara hati-hati berperan sebagai guru. Tugas-tugas yang menyangkut peran itu dijelaskan pada mereka, kemudian mereka diminta untuk memerankan secara nyata peran yang sudah mereka terima. Dan hasilnya peran mereka merupakan dasar tindakan mereka.
Zimbardo mengakui bahwa ia menemukan keseluruhan dirinya menenggelamkan terlalu dalam hingga sangat mungkin mengkhawatirkan “prison berak” dan mengawasi otokrasi prosedur mengunjungi.
Mengapa yang dipenjara menjawab dengan patuh dan pengawal sangat otokrasi? Zimbardo percaya bahwa peserta merasa dipaksa untuk bertindak secara konsisten dengan peran mereka. Semua pokok materi mempunyai suatu jenis gagasan umum dari apa yang dimaksud untuk bertindak seperti narapidana atau seperti pengawal.

Kepatuhan dan Komitmen
Studi menyangkut taktik pengaruh yang digunakan oleh orang orang pelayan toko, fundraisers, otoritas, dan bahkan pengemis mengkonfirmasikan kuasa secara berangsur-angsur memperluas permintaan (Cialdini, 1993). Foot-In-The-Door1 teknik, sebagai contoh, bekerja dengan pedoman mendahului suatu permintaan utama dengan yang kecil yang menjadi sangat tidak penting/tidak logis yang sedikit orang akan berkeberatan untuk mematuhi. Penyelidik mempertunjukkan kekuatan teknik ini dengan menanyakan pemilik rumah untuk menempatkan suatu tanda besar, yang tidak menarik di halaman mereka. Hampir semua menolak kecuali jika permintaan utama ini telah didahului oleh suatu permintaan yang lebih kecil (Freedman& Fraser, 1966).

Sumber Kepatuhan
Ketika tatap muka pertama tentang peristiwa seperti itu, orang sering jatuh korban pada attribusi kesalahan dasar ( FAE) : Mereka menyalahkan kepribadian dari individu dibanding kelompok yang kuat memproses di tempat kerja yang memaksa mereka untuk patuh (Vorauer&Miller, 1997; West Et al., 1975).
Tentu saja, di dalam kejadian ekstrim manakala penguasa menimbulkan penderitaan luar biasa dan kemalangan atas orang-orang, anggota kelompok menyalahkan diri mereka sendiri atas kesengsaraan mereka.
Attribusi kesalahan dasar ( FAE) : Kecenderungan untuk menaksir terlalu tinggi pengaruh faktor dispositional yang menyebabkan meremehkan pengaruh faktor situational.

Pengaruh Perubahan Bentuk Kekuasaan
Sekali kekuasaan digunakan, efek sampingnya memuja-muja&mencaci-maki melalui kelompok, menciptakan perubahan di dalam kedua-duanya yang mana hal itu mempengaruhi dan mereka yang berlatih pengaruh ( Kipnis, 1974, 1984).

Perubahan dan Pemenuhan
Tiga Tahap Teori Konversi menurut Kelman :
Pemenuhan (compliance) adalah individu mematuhi permintaan penguasa, tapi tidak secara pribadi tidak setuju dengan mereka. Jika penguasa tidak menyajikan, target menentang.
Identifikasi (identification) adalah pemenuhan individu dengan sebenarnya atau permintaan diantisipasi dari suatu otoritas yang termotivasi oleh suatu keinginan untuk meniru dan menyenangkan penguasa. Individu mengadopsi perbuatan, karakteristik, dan sikap dari penguasa.
Internalisasi (internalization) adalah individu mematuhi permintaan penguasa sebab permintaan itu adalah sama dan sebangun dengan kepercayaan pribadinya, cita-cita, dan norma-norma. Individu akan melaksanakan tindakan yang diperlukan sekalipun yang tidak dimonitor oleh penguasa.
Tiga tahap ini menjelaskan perubahan bagaimana kelompok mengubah calon anggota menjadi anggota kuat dari waktu ke waktu.

Perlawanan Untuk Pengaruh
Otoritas tidak selalu berhasil. Kadang-kadang target yang ingin dipengaruhi tidak mematuhinya, tetapi sebagai ganti jalan keluar daerah penguasa mengendalikan atau menerapkan pengaruh sebagai balasan. Mereka mungkin, sebagai contoh, membentuk suatu kesatuan/koalisi revolusioner yang menentang permintaan penguasa ( Lawler, 1975; Lawler& Thompson, 1978, 1979).
Kemungkinan konflik di dalam kelompok juga meningkat dengan penggunaan jenis pengaruh tertentu. Metode coercive lebih efektif ketika diterapkan, karena mereka akan konsisten untuk menghukum tindakan yang dilarang ( Moim, 1994).
Studi tentang timbal balik didalam kelompok menunjukkan bahwa ketika orang-orang diberi hadiah oleh powerholder, mereka cenderung untuk saling memberi dengan kooperasi ; jika, kontras, powerholders memberikan paksaan, maka akan menimbulkan suatu ( Schlenker, Nacci, Kemudi,& Tedeschi, 1976). Pemberian penghargaan dan memaksa dapat juga menyebabkan anggota kelompok menjadi kehilangan minat didalam pekerjaan mereka, maka Supervisor yang menciptakan perasaan otonomi dalam diri mereka. Sedangkan, supervisor yang menggunakan metode memaksa atau memberikan penghargaan maka, metode tersebut dapat menurunkan produktivitas ketika mereka tidak melakukan monitoring terhadap kelompok tersebut. ( Dcci, Nezlek,& Sheinman, 1981; Pelletier& Vallerand, 1996). Oleh sebab itu, tenaga ahli advokat atau organisatoris yang mempunyai kuasa dengan para bawahan yakni dengan berbagi tanggung-jawab, memberi kuasa kepada pekerja, dan menggunakan regu kerja self-directed ( Hollander& Offermann, 1990).
Konflik yang diciptakan oleh pengaruh memaksa dapat mengganggu keseluruhan fungsi dalam kelompok. Taktik memaksa seperti hukuman fisik, menunjukkan kemarahan, dan kegaduhan yang tidak hanya gagal untuk merubah target perilaku siswa tetapi juga mendorong kearah hal negatif perubahan dalam atmospir kelas ( Kounin& Gump, 1958).
Metode pengaruh langsung, yang tidak logis dapat juga mengurangi kualitas dari hubungan antara target dan pemegang kekuasaan (powerholder).
Sebagai contoh, orang-orang menilai daya pikat seorang manajer yang menggunakan yang metode pemaksaan, penghargaan, kekuasaaan, memaksa, referent, tenaga ahli, atau informational untuk menggerakkan atau mempengaruhi seorang bawahan.

Perubahan dalam pemegang kekuasaan (Powerholder)
Efek metamorphic dari pemberian kekuasaan yang panjang oleh para peneliti yang menyangkut tentang kondisi manusia ( Kipnis, 1974).
Kekuasaan merusak
Ketika individu memperoleh kekuasaan, mereka cenderung untuk mempengaruhi orang lain. Kipnis ( 1972) mengatur untuk membangun para siswa bisnis berpartisipasi sebagai manajer didalam suatu perusahaan manufaktur setelah mereka menceritakan bahwa mereka tentang performance yang baik akan menjadi indicator dalam kepempinan yang potensial didalam situasi eksekutif lain.
Prosedur dirancang sedemikian rupa, sehingga para manajer tidak bisa secara langsung berinteraksi dengan para pekerja, namun mereka tetap menjaga informasi untuk tingkat produksi mereka oleh asisten, yang membawa produk jadi dari empat para pekerja
Ketika kekuasaan telah digunakan untuk mempengaruhi orang lain, perubahan diri mereka dalam persepsi pemegang kekuasaan (powerholders) tentang pengaruh target yang juga mengambil tempat.
Alvin Zander dan para rekan kerjanya menemukan bahwa dokter jiwa yang cenderung meremehkan kemampuan dari psikolog yang mereka awasi ( Zander, Cohen,& Stotland, 1959). Walaupun psikolog mempercayai diri mereka, bahwa mereka mampu dalam mengembangkan diagnosa dan melaksanakan therapy, dokter jiwa hanya mempertimbangkan kualitas mereka untuk melakukan pengujian psikologis. Bukti juga menyatakan bahwa pemegang kekuasaan (powerholders) cenderung untuk ( 1) meningkatkan jarak sosial antara diri mereka dengan yang tidak mempunyai kekuasaan, ( 2) percaya bahwa yang tidak kuat adalah tak dapat dipercaya dan kurang dekat dengan supervisor, dan ( 3) mendevaluasikan kemampuan dalam pekerjaan dan kemampuan yang tidak begitu kuat ( Kipnis, 1972; Sampson, 1965; Strickland, 1958; Strickland, Barefoot,& Hockenstein, 1976).

The Mandate Phenomenon
Individu yang memperoleh kekuasaan cenderung menggunakan kekuasaannya itu untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk selanjutnya mereka cenderung mengubah persepsi orang yang mereka pengaruhi. Bagaimanapun juga kekuasaan yang terlalu kuat dapat menurunkan kewibawaan. Sebagai contohnya pada 1937, Franklin D.Roosevelt dipilih sebagai presiden Amerika Serikat dengan suara terbanyak dan selanjutnya dia meningkatkan kekuasaan kepresidenannya untuk masa datang seperti dalam Konstitusi U.S. Reaksi dari penambahan kekuasaan yang membawanya dalam perolehan dukungan yang begitu besar dari kelompoknya hingga mendapatkan label fenomena mandate (Clark & Sechrest,1976).
Para peneliti mengkonfirmasikan fenomena ini dengan meminta kelompok pelajar untuk bekerja menyelesaikan masalah dalam ruangan yang berbau tidak sedap. Para peneliti menjelaskan berbagai macam aroma yang digunakan dalam risetnya, mengurutkan dari aroma yang menyebabkan 10% hingga 90% rasa muak. Pemimpin yang dipilih kelompok yang mengambil aroma kelompok yang akan tampil, tetapi mereka berjanji tidak akan berbohong tentang aroma itu, mereka akan mendapatkan uang lebih. Dalam kondisi mandate, pemimpin berkata bahwa mereka telah secara bulat memilih pemimpinnya. Pemimpin dalam majority condition berpikir mereka akan menang lebih dari 50% suara. dalam kondisi yang terkontrol, mereka dipilih secara acak. Berdasar pada predikisi phenomenon, individu yang merasa bahwa diri mereka mendapat dukungan yang besar sekali dari kelompok yang mereka pilih lebih baik daripada dengan pemimpin yang terpilih dengan mayoritas tunggal pada subyek dengan kondisi terkontrol.

The Iron Law Oligarchy
Sekali orang memperoleh kekuasaan, mereka mengantisipasi untuk melindungi kekuasaan mereka. Aspek kuasa yang melindungi ini diartikan dalam suatu small-group versi Michels ( 1915/1959) the iron law oligarchy: individu yang berkuasa cenderung untuk tetap berkuasa, powerholder akan menjadi menikmati kekuasaannya sehingga menimbulkan suatu motivasi kuat untuk memperoleh tingkatan lebih besar dan lebih besar dalam pengaruh hubungan antar pribadi ( Mcclelland, 1975, 1985,: Musim dingin, 1973). Kebutuhan untuk kuasa, adalah suatu karakteristik kepribadian individu yang naik ke posisi autoras di dalam politik dan organisasi. Ketika mereka yang mempunyai suatu motivasi kuasa tinggi tidak bisa mengontrol kuasa itu, mereka mengalami tegangan dan meningkatkan tekanan ( Mcclelland, 1985).

Siapa yang Berkuasa (Question Authority)
Orang yang berkuasa dalam kehidupan berkelompok sangat penting. Tanpa seorang pemimpin kelompok, usaha anggota kelompok tidak akan terkoordinasi dengan baik demi tujuan yang inginkan. Para pemimpin yang kelewat batas dapat merusak motivasi, menciptakan konflik dan memecah ikatan antar anggota. Seorang pemimpin harusnya waspada akan kekuasaan mereka, karena kekuasaan itu mudah disalahgunakan. Siapa yang seharusnya berkuasa? dia adalah seseorang yang dapat mengontrol kekuasaan itu dan orang yang mempunyai kekuasaan.

KESIMPULAN
Kekuasaan adalah kapasitas untuk mempengaruhi orang lain, bahkan ketika orang lain mencoba untuk menentang pengaruh itu. Batas-batas seseorang yang berkuasa terhadap anggota kelompoknya antara lain:
1.Milgram melakukan penelitian terhadap oarng-orang yang mempunyai kemampuan untuk melawan orang-orang yang berkuasa.
2.65% subyek Milgram mentaati, rupanya karena mereka merasa kehilangan kekuasaan untuk menolak kekuasaan yang dimiliki orang lain. Hal ini merubah setting pengaruh kepatuhan.
3.Secara metodologi terdapat catatan kritik dari prosedur Milgram bahwa karakteristik kepribadian subyek Milgran cacat, tetapi Milgram menentang bahwa penelitinnya ini menekankan pada kekuatan orang yang berkuasa.
Yang merupakan sumber-sumber kekuatan pada suatu kelompok adalah:
1.French & Raven’s menganalisa bahwa dasar kekuatan menekankan pada penghargaan, paksaan, legitimasi, referensi, ahli, dan kekuatan informasi. Sebagai contohnya pemimpin yang kharismatik, menggunakan pengaruh mereka dengan mempercayakan pada kekuatan legitimasi dan kekuatan referent.
2.Orang-orang banyak yang menggunakan siasat khusus ketika mereka mempengaruhi orang lain.
Siasat tersebut diantaranya dengan mengadakan janji, ancaman, persuasi, manipulasi, penghindaran, dan pelepasan yang berbeda antara satu orang dengan orang lain dalam istilah yang tepat secara rasional dan bilateral.
Siasat yang kita gunakan untuk mempengaruhi orang lain bergantung pada setting alamiah (contoh target-target status kita yang relatif dan memenuhi target utama) dan kualitas kepribadian kita (contoh, ciri-ciri kepribadian dan jenis kelamin)
3.Teori Milgram yaitu agentic state mencatat bahwa kepatuhan kembali secara alami pada hubungan antara orang yang berkuasa dengan orang yang berpangkat lebih rendah. Ketika seorang individu menjadi bagian dari suatu organisasi, mereka secara tak sadar menjadi setuju untuk mengikuti perintah pemimpin. Mereka juga mengurangi pengalaman mereka akan tanggung jawab yang membuat keadaan lebih buruk daripada orang-orang yang merasa kurang bertanggung jawab ketika dalam kelompok daripada sendiri (diffusion of responsibility).
4.Individu-individu merasa dipaksa untuk memenuhi syarat-syarat pada peran yang diduduki dalam kelompok, seperti penjara tiruan Zimbardo.
5.Seorang penguasa memaksa anggota kelompoknya untuk patuh dengan mengambil keuntungan dari teknik foot-in-the-door: mereka mendahulukan kewajiban utama dengan penjelasan tambahan, yang salah satunya tidak berhubungan.
6.Penjelasan kepatuhan individu sedikitnya terjadi mungkin pada situasi fundamental attribution error (FAE), yang meremehkan proses kekuatan level kelompok.
Konsekuensi dari penggunaan kekuatan dalam kelompok antara lain adalah
1.Target yang akan dicapai mungkin dipengaruhi hanya dengan menuruti pernyataan orang yang berkuasa, tetapi suatu saat seorang penguasa mungkin mengalami pengenalan dan internalisasi. Ketika anggota kelompok berhubungan dengan orang yang berkuasa, mereka patuh mewakili kepribadian mereka , daripada situasi yang terpaksa.
2.Metode-metode yang memaksa juga berhubungan dengan jumlah gangguan pada kelompok, termasuk
revolutionary coalitions
reactance
level konflik sebagai anggota kelompok yang melawan orang yang berkuasa (the ripple effect)
gangguan hubungan antar person
3.Penelitian Kipnis pada efek metamorphic yaitu kekuatan yang ditemukan pada orang yang mempunyai kecenderungan memaksa bahwa ia suatu waktu akan menggunakan kekuatan ini, seorang yang berkuasa cenderung mempunyai kontrol terlalu tinggi dan menurunkan nilai target-target yang ada.
4.Orang-orang yang berkuasa sangat aman dalam posisi ini mungkin juga melampaui orang yang berkuasa dalam proses dimasa “the mandate phenomenon” mereka mungkin merasa asyik dengan kekuatan yang mereka miliki dengan keuntungan yang didapat ketika menggunakannya.

DINKEL KELOMPOK 6

October 9, 2007

TUGAS DINAMIKA KELOMPOK

“ KONFLIK KELOMPOK”

OLEH : KELOMPOK 6

KELAS C

ANGGOTA:

HENDRA INDY H 110511195

AJENG PANJI P 110511199

RONALDY ABRAHAM 110511214

WIDYA WIRATAMA 110511232

MEIRIZKA SASIKIRANA 110511236

NISA MUFTIE D 110511262

Rr BINDA MAYASARI 110511254

FAKULTAS PSIKOLOGI UNAIR

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2007

The Root of Conflict

(Akar Dari Suatu Permasalahan)

Kebanyakan orang jika mereka diberikan pilihan, mereka akan cenderung menghindar dari situasi yang rentan dengan terjadinya konflik (Witteman, 1991). Konflik merupakan suatu bentuk konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan berkelompok. Jika seseorang berada jauh dari orang lain, mereka akan selalu konsentrasi dalam menunjukan ambisi dan tujuan hidup mereka. Akan tetapi dalam suatu kehidupan berkelompok secara alami akan tumbuh kontak saling ketergantungan antara anggota kelompoknya akan menimbulkan kemungkinan terjadinya anggota kelompok yang saling suka dan tidak suka dan terjadi pertentangan pendapat, sudut pandang, motivasi dan tujuan hidup.

Ketidaksetiaan dan Ketidaksepahaman

Konflik personal / affective conflict/ emotional conflict adalah akar dari antipati pribadi terhadap anggota kelompok yang lain. Kesukaan dan ketidaksukaan pribadi tidak selalu menyebabkan konflik dalam kelompok, akan tetapi orang-orang sering kali mengemukakan ketidakdekatan atau ketidaksukaan mereka pada anggota kelompok yang lain, yang diwujudkan dalam bentuk komplain.

Hanya faktor yang membangun ikatan positif diantara anggota kelompoknya lah yang dapat meningkatkan kohesivitas suatu kelompok. Sebaliknya, hal-hal yang mengarah pada ketidaksetiaan (kesetiakawanan) adalah faktor-faktor yang menciptakan terjadinya konflik. Banyak kasus menyebutkan bahwa seringkali seseorang beralasan bahwa konflik yang terjadi padanya dikarenakan karena hal-hal negatif orang lain seperti mood, kebiasaan, kurangnya kemampuan, ketidakmampuan berkomunikasi, ketidakteraturan (Kelley, 1979). Seseorang seringkali tidak menyukai orang lain yang mengevaluasi mereka secara negatif, menyampaikan kritik (meskipun mereka sadar kritik itu layak mereka dapatkan). Dua hal tersebut justru akan memperbesar kemungkinan terjadinya konflik. Anggota kelompok yang memperlakukan orang lain secara tidak adil dan kurang sopan akan cenderung lebih sering menyebabkan konflik jika dibandingkan dengan anggota kelompok yang berperilaku sopan. Seseorang yang memiliki kepribadian menerima “nrimo” (bahasa jawa) cenderung lebih disukai oleh orang lain, dan orang yang memiliki sifat “nrimo” ini dapat menyebarkan ketenangan bagi anggota kelompok yang lain. Pada suatu penelitian Dyad yang melibatkan individu-individu yang memiliki tingkat penerimaan tinggi, dan individu-individu yang memiliki tingkat penerimaan rendah. Hasilnya mengatakan bahwa penelitian dyad dengan dengan dua individu yang yang memiliki tingkat penerimaan tinggi menampilkan lebih sedikit konflik sedangkan hasil data dari dua individu yang memiliki tingkat penerimaan rendah menampilkan konflik terbanyak. Individu dengan sifat “nrimo” selalu merespon negatif terhadap konflik secara keseluruhan. Ketika seseorang diminta untuk mendeskripsikan kegiatan mereka sehari-hari serta mood keseharian mereka, seringkali konflik dan “bad mood” itu memiliki hubungan. Banyak orang melaporkan bahwa merasa tidak bahagia, mengalami ketegangan, iritasi, dan resah sepanjang hari ketika mereka sedang mengalami konflik terutama jika secara alami mereka adalah orang-orang bertipe “nrimo”.

Hubungan antara ketidaksetiaan dengan konflik menjelaskan mengapa kelompok dengan tingkat keberagaman yang tinggi kadang kala mengalami lebih banyak konflik dibandingkan dengan kelompok yang lebih homogen. Hanya persamaan antara anggota kelompok yang dapat menumbuhkan ketertarikan interpersonal, sebaliknya perbedaan mengarah kepada rasa tidak setia kawan dan konflik (Rosenbaum, 1986). Kelompok yang anggota kelompoknya memiliki ketidaksamaan kepribadian (seperti perbedaan kekuasaan, kognitif yang kompleks, serta temperamen) tidak dapat bertahan lama sebagaimana kelompok-kelompok yang memiliki kepribadian yang relatif sama. Kelompok yang keanggotannya bersifat heterogen dapat mengembangkan informasi baru mengenai teknologi lebih baik jika dibandigkan dengan kelompok yang keanggotaannya bersifat homogen ketika diminta untuk mengidentifikasi tujuan kelompok atau ketika diminta mendapatkan informasi dari kelompok lain. Akan tetapi akan nampak bahwa performa mereka lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang homogen dikarenakan mereka sulit sekali untuik bekerja sama melakukan suatu hal. Ketika suatu anggota kelompok dipaksa untuk percaya bahwa sebenarnya mereka memiliki kesamaan satu sama lain, maka kohesifitas akan meningkat dan konflik akan menurun. Kelompok yang anggotanya memiliki perbedaan dalam hal kemampuan, pengalaman, opini, nilai/pendapatan, suku, kepribadian, etnik, dan sebagainya dapat menciptakan jarak dari keterampilan dan sudut pandang. Akan tetapi seringkali kelompok ini berusaha keras untuk menghadapi konflik.

Teori keseimbangan Heider tentang sejauh mana cara mempengaruhi dan menghadapi orang yang tidak kita sukai adalah merupakan suatu harmoni kognitif. Elemen penting dari situasi ini adalah “siapkan segala sesuatunya tanpa stres”. Contoh: jika Budi senang berteman dengan Burhan, akan tetapi keduanya saling tidak setuju dengan isu penting yang sedang dihadapi oleh kelompok, maka Budi akan mengalami stress secara psikologi, dimana dia akan mereduksinya dengan cara mengubah opini Burhan, atau mengubah opininya sendiri, atau justru menghindari situasi dimana ketika akan dihadapkan pada saling ketidaksetujuan.

Substantif Konflik

Adalah suatu bentuk ketidaksepahaman/ketidaksetujuan terhadap issue penting yang relevan dengan tujuan dan hasil yang harus dicapai kelompok. Ketika orang-orang mendiskusikan permasalahan dan rencana mereka, kadang kala tidak setuju dengan analisa satu sama lain. Konflik yang sesungguhnya ini, bagaimanapun juga secara integral berhubungan dengan kerja kelompok. Hal ini bukan berakar dari ketidaksepahaman personal diantara individu akan tetapi berasal dari ketidaksepahaman mengenai isu yang relevan terhadap tujuan sebenarnya dari kelompok tersebut dan hasil yang akan didapat. Kelompok dan organisaasi sering menggunakan konflik untuk menentukan perencanaan, meningkatkan kreativitas, problem solving, dll.

Meskipun konflik utama dapat membantu kelompok mewujudkan tujuannya, konflik impersonal dapat berubah menjadi konflik personal. Individu yang tidak setuju terhadap suatu kelompok, meskipun mereka memiliki posisi penting di dalam kelompok tersebut, seringkali memprovokasi permusuhan antar kelompok. Bagi anggota kelompok yang menolak untuk menerima pendapat aggota kelompok yang lain akan cenderung tidak disukai, mendapat tugas yang tidak terlalu berarti bagi kelompok, dan terkadang diasingkan. Sebagaimana kelompok berupaya untuk mencapai suatu konsensus dari persoalan yang tengah dihadapi, hal itu menghasilkan respon negatif kepada anggota kelompok yang memperlambat proses tersebut.

Pada suatu penelitian terhadap suatu kelompok pria yang diduga tidak memperoleh dukungan karena dihalangi oleh salah satu anggota kelompok, dimana terdapat salah satu individu anggota kelompok yang secara sengaja berusaha menjatuhkan kelompok dengan menyampaikan interupsi dan pertanyaan-pertanyaan. Pada beberapa kelompok, penelitian ini menjelaskan bahwa ketika seseorang mendapati suatu permasalahan, akan tetapi anggota kelompok yang lain sama sekali tidak memberikan penjelasan, hal tersebut tentu saja akan menghalangi pergerakan kelompok.

Prosedural Konflik

Ketidaksetujuan terhadap metode-metode yang seharusnya digunakan kelompok untuk menyelesaikan tugas mendasar dari kelompok. Konflik substantive terjadi ketika terdapat pertentangan ide, opini, dan interpretasi. Sedangkan prosedural konflik terjadi ketika terdapat pertentangan strategi, kebijakan, serta metodenya. Ketika anggota kelompok merasa tidak mampu menyelesaikan permasalah mereka sendiri, maka mereka akan mendiskusikannya dengan anggota kelompok yang lain atau dengan cara voting (penentuan keputusan dengan suara terbanyak). Ketua kelompok diperbolehkan menentukan keputusan atau berinisiatif dalam menentukan tindakan yang perlu diambil oleh kelompok tanpa harus mengkonsultasikannya kepada nggota kelompok yang lain, akan tetapi anggota kelompok akan merasa tidak dihargai karena tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan tersebut. Selama konflik prosedural terjadi, tidak hanya terjadi ketidaksepahaman dalam kelompok, akan tetapi dampak yang lebih parah adalah terjadinya ketidaksetujuan untuk saling menyetujui suatu keputusan untuk kelompok.

Banyak kelompok yang meminimalisir prosedur yang ambigu dengan mengadopsi peraturan-peraturan formal (hukum, konstitusi, kebijakan) yang menspesifikasikan tujuan, proses pengambilan keputusan, dan tanggung jawab (Houle, 1989). Banyak keputusan-keputusan kelompok yang dibuat berdasarkan pada peraturan-peraturan yang spesifik yang mengatur diskusi-diskusi yang dilaksanakan oleh kelompok

Kompetisi dan Konflik

Konflik sejauh ini lebih sering terjadi ketika anggota kelompok saling bekerjasama untuk meraih tujuan, saling berkompetisi satu sama lain, untuk mendapatkan memperolah keuntungan dalam betuk uang, kekuasaan, reputasi dan juga materi.

Banyak situasi sosial yang mempengaruhi kompetisi antar individu seperti permainan, rival bisnis, dimana harus ada yang menang dan yang kalah. Kompetisi merupakan motivasi utama perilaku. Ketika masing-masing individu saling berkompetisi satu sama lain, mereka seringkali menghabiskan banyak usaha mengekspresikan kesetertarikan dan kepuasan terhadap kerja mereka, serta menetukan tujuan lebih tinggi dari sebelumnya. Akan tetapi kompetisi juga dapat menimbulkan konflik diantara individu. Perlu diketahui bahwasaya kompetisi adalah situasi performansi terstruktur dimana anggota kelompok akan mengalami keberhasilan jika anggota kelompok yang lain gagal. Sedangkan kooperasi adalah situasi performansi tersruktur dimana keberhasilan salah satuanggota kelompok akan mendukung keberhasilan kelompok secara keseluruhan.

Kompetisi adalah perilaku memotivasi yang sangat kuat. Saat individual saling bersaing satu sama lain terkadang mereka mengeluarkan lebih banyak usaha, lebih menunjukkan ketertarikan, kepuasan dalam pekerjaan mereka dan menetapkan target yang dicapai lebih tinggi. Tetapi kompetisi bisa menimbulkan lebih banyak konflik antara individu. Saat seseorang berkompetisi mereka cenderung mencari ketertarikan mereka sendiri daripada ketertarikan kelompok atau anggota kelompok. Dalam sebuah kelompok yang kooperatif, seseorang membantu anggota kelompok yang lain untuk meningkatkan keberhasilan. Namun dalam kelompok yang kompetitif, anggota kelompok mendapatkan kesuksesan dari kesalahan anggota yang lain. Sebab anggota yang sukses hanya bisa mendapatkannya jika anggota yang lain gagal, bahkan sangat mungkin mereka menyabotase pekerjaan yang lain, mengkritisi dan menahan informasi atau materi yang sebetulnya dibutuhkan anggota kelompok yang lain.

Deutsch mempelajari efek samping dari kompetisi ini dengan cara membuat 2 tingkatan kelas yang berbeda pada kelas yang dia tangani. Deutsch mengatakan pada siswanya bahwa ranking mereka akan berpengaruh pada nilai mata kuliah mereka. Mereka yang memiliki ranking tinggi akan masuk di kelas atas, sedangkan yang terburuk akan di tempatkan di kelas bawah. Deutsch juga membuat kelompok kooperatif. Seperti yang telah diduga sebelumnya, konflik lebih banyak muncul pada kelompok yang kompetitif. Siswa tidak terlalu bergantung pada siswa yang lain, memiliki sedikit keinginan untuk mendapatakan penghormatan dari yang lain dan lebih banyak perasaan tidak senang pada yang lain. Sebaliknya pada kelompok yang kooperatif, menunjukkan lebih bersahabat saat pertemuan, saling membantu dan berkomunikasi lebih sering di antara para anggotanya.

Konflik “Motivasi Campuran”

Beberapa kelompok membutuhkan situasi yang kooperatif atau kompetitif secara 100%. Psikolog sosial menggunakan teknik laboratorium spesial yang disebut “Permainan Dilema Narapidana” untuk mempelajari konflik dalam situasi motif campuran. Prosedur ini mengambil nama dari situasi sulit yang dialami 2 narapidana khayalan. Dikisahkan John dan Steve sedang dinterogasi oleh polisi, masing-masing diruang terpisah. Polisi yakin bahwa keduanya bekerja sama untuk melakukan suatu tindak kejahatan. Jadi, polisi membuat mereka saling berkompetisi agar tidak mendapakan hukuman dengan memberikan pengakuan. Pilihan mereka hanyala sbb:

1. Jika John mengaku dan Steve tidak, John tidak mendapat hukuman apapun namun Steve mendapat penjara 10 tahun.

2. Jika Steve mengaku dan John tidak, Steve tidak mendapat hukuman apapun namun John mendapat penjara 10 tahun.

3. Jika masing-masing mengaku maka akan medapat 5 tahun penjara.

4. Jika tidak ada yang mengaku, masing-masing akan mendapat masa percobaan dan kurungan selama 1 tahun.

Saat peneliti menggunakan “permaina dilema narapidana” untuk mempelajari konflik, subjek bermain untuk mendapatkan uang ataupun poin. Partisipan secara individual harus memilih pilihan yang diberi label A sebagai langkah kooperatif dan label B sebagai langkah kompetitif. Begini perinciannya:

1. Jika John dan Steve memilih A, masing-masing mendapat Rp 250

2. Jika John memilih A dan Steve memilih B, John kehilangan Rp 250 tapi Steve medapat Rp 500

3. Jika John memilih B dan Steve memilih A, John mendapat Rp 500 tapi Steve kehilangan Rp 500

4. Jika John dan Steve memilih B, masing-masing kehilangan Rp 100

Umumnya sesorang pemain menginginkan mendapatkan keuntungan atau uang yang lebih dengan memilih piliha B. Namun mereka juga tahu bahwa pemain yang lain pasti juga menginginkan pilihan B sehingga jika keduanya memilih B, justru kehilangan uang. Pemain tidak dapat berkomunikasi dengan pemain yang lain dan harus membuat keputusan pada saat yang sama. Mereka tidak dapat menunggu untuk mampu mempelajari pilihan apakah yang telah diambil pemain yang lain. Kebanyakan kasus menunjukkan pemain mengubah pilihannya beberapa kali.

Banyak orang yang memilih untuk berkompetisi daripada bekerja sama dengan yang lain, meski proporsinya bervariasi tergantung pada reward yang diberukan, kepribadian pemain dan berbagai macam faktor lainnya. Saat mahasiswi memainkan permainan ini pertama kali, menujukkan 56% dari mereka saling berkompetisi. Tapi dalam studi lain saat laki-laki dan perempuan saling berhadapan sebelum memberikan pilihan, hanya 20% yang berkompetisi. Tetapi tingkat kompetisi meningkat 68% saat mereka bermain dengan komputer dengan AI.

Tapi apa yang terjadi saat orang-orang bermain dengan beberapa kali percobaan. Secara signifikan, pilihan mereka dipengaruhi oleh pilihan partner mereka. Saat seseorang bermain dengan partner yang secara konsisten memilih untuk berkooperasi, mereka sendiri juga cenderung memilih untuk kooperatif.

Siapa yang Berkompetisi?

Studi dari nilai sosial anggota kelompok menunjukkan bahwa beberapa orang secara alami adalah tipe kompetitor dan beberapa lagi adalah tipe kooperatif atau individual. Seorang kompetitor memandang ketidaksetujuan dalam kelompok adalah situasi win-lose dan menemukan kepuasan dengan cara memaksakan ide mereka kepada anggota kelompok yang lain. Orang dengan tipe kompetitor percaya bahwa kerjasama hanyalah bagi untuk mereka yang kalah.

Sebaliknya tipe kooperatif lebih menghargai nilai pertemanan. Orang kooperatif mengungkapkan bahwa “Saat seseorang menghadapi orang lain, akan lebih baik jika hasil yang didapat adalah seimbang,” dan jika bermain dengan seorang anaka kecil “cobalah untuk mengatur agar tidak ada yang benar-benar menang ataupun kalah.” Seorang individual hanya peduli dengan hasil yang akan dia dapatkan. Mereka membuat keputusan berdasarkan pemikiran “apa yang akan dia capai,” tanpa memikirkan hasil yang didapat orang lain.

Sosial Dilemma

Dilemma sosial ialah situasi dimana individu harus memilih diantara memaksimalkan keuntungan individu atau memaksimalkan keuntungan kelompok.

Mereka mencoba menggali semua yang mereka bisa dari kelompok, meskipun energi dan waktu mereka terbatas. Sebelum menjadi anggota kelompok, mereka juga diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk kelompok mereka sebagai bentuk perwujudan akan keberadaan mereka jika tidak mereka dapat disingkirkan dari kelompok.

Konflik timbul ketika motivasi individu mengalahkan motivasi kelompok.

Dividing Resource (memisah atau membagi sumberdaya)

Konflik muncul ketika angota-anggota kelompok tidak setuju dengan aturan yang digunakan untuk membuat alokasi apapun ketika standar tidak digunakan secara benar (Allison dan messick, 1990).

Seseorang yang tidak memberikan kontribusi kepada kelompok sering memperdebatkan didalam kebaikan norma keseimbangan (standart sosial yang mendorong pendistribusian hadiah dan sumber daya kepada anggota sesuai proporsi mereka).

Anggota dari kelompok yang lebih besar lebih menyukai alokasi dasar dari norma keseimbangan (misalkan uang). Anggota dari kelompok yang lebih kecil yang bekerja lebih menyukai kontribusi kritik yang sangat penting untuk kesuksesan daripada distribusi yang berlebihan. Misalkan dalam rapat yang dibutuhkan adalah sumbang saran dan bukan sekedar pujian.

Anggota kelompok yang merasa bahwa mereka menerima sangat sedikit dari apa yang telah mereka berikan, terkadang mereka akan menarik diri dari kelompok, mengurangi kehadiran dan juga bekerja dengan kualitas yang sangat rendah, Situasi ini disebut dengan negatif inequity (ketidak adilan yang negatif). Sedangkan anggota kelompok yang merasa apa yang mereka terima lebih besar dari apa yang telah mereka berikan cenderung meningkatkan kehadirannya, situasi ini disebut positive inequity (adams and rosenbaum, 1962). Ternyata negatif inequity lebih sering menimbulkan konflik daripada positive inequity.

Dilemma resource (memperhatikan tragedy yang biasanya terjadi)

Dilemma resource adalah suatu situasi yang membangkitkan seseorang untuk beraksi dijalan yang mereka anggap bermanfaat dan mereka akan membuktikan sesuatu yang merugikan sepanjang perjalanan terutama untuk kepentingan kelompok secara keseluruhan.

Dilemma resource terjadi ketika anggota berbagi sumberdaya yang ingin mereka atur untuk kelompok tetapi anggota kelompok lebih menginginkan sesuatu yang lebih dari apa yang telah mereka berikan. Namun jika seseorang menampilkan keberadaan dirinya daripada kemampuannya maka individu yang seperti ini akan disingkirkan. Anggota lebih tertarik dengan kompetisi yang singkat, tetapi jika mereka tidak tahan maka mereka akan mendapatkan mimpi buruk bahwa mereka telah kehilangan kesempatan jangka panjang secara keseluruhan (Allison, Began, dan Midgley,1996; Komorita dan Parks, 1994).

Jika seseorang dalam kelompok itu tidak berkembang dan tidak memberikan manfaat, maka ia tidak akan memiliki makna dalam kelompok tersebut.

Bagaiamana Bisa Kelompok itu Berlari dari Sebuah Dilemma?

Dalam sebuah kelompok, paling tidak setengah dari anggota harus malakukan komunikasi satu dengan yang lain. Ada 80 persen kelompok yang tidak melakukan komunikasi, gulung tikar dalam waktu singkat.

Kontribusi kepada Kelompok

Anggota kelompok jangan hanya meminta banyak dari kelompok, tetapi mereka juga harus memberikan sesuatu secara cukup untuk kelompok. Beberapa penelitian menyatakan bahwa para anggota kelompok tidak bekeja sekeras atau semaksimal seperti ketika mereka bekerja untuk diri mereka sendiri.

Seperti free riding, yaitu tidak adanya kontribusi anggota kelompok, karena mereka menganggap bahwa anggota kelompok lain bisa memberikan atau menutup kekurangan yang dimiliki oleh kelompoknya, situasi seperti ini disebut dengan public goods dilemma. Individu yang tidak berkontribusi untuk komunitas yang dikarenakan mereka masih bisa menggunakan sumber daya dari anggota kelompok yang lain masih dapat meraih keuntungan dari anggota kelompok tersebut, walaupun mereka tidak berkontribusi pada kelompok.

Contoh:

Ketika membuat suatu tugas makalah, dimana dalam suatu kelompok terdapat 5 anggota kelompok, namun ketika mengerjakan tugas tersebut ada 1 orang anggota kelompok yang tidak memberikan kontribusi apapun dalam pembuatan tugas tersebut, namun ia tetap mendapatkan nilai dari dosen sama dengan nilai yang diperoleh oleh anggota kelompok yang lain yang memberikan kontribusi untuk kelompok, dikarenakan dosen tidak melihat kerja per individu, namun kinerja kelompok secara keseluruhan.

Free riding dapat menyebabkan konflik dalam kelompok, ketika banyak individu menurunkan kerjasama dalam kelompok akan menurunkan keterikatan antar anggota kelompok sehingga tidak dapat menghasilkan sesuatu untuk kelompok tersebut.

Free riding mengirimkan banyak sekali tanggung jawab kepada kelompok ataupun dalam anggota kelompok yang menjadi objek dan akan menambahkan beban. Beberapa kelompok merespon free riding dengan memberikan sangsi yang negatif untuk mengurangi kontribusi yang tidak adil dengan mencakup perjanjian dari bentuk kepuasan mereka (diberhentikan dari pekerjaan). Individu yang melakukan free riding dikenakan sangsi yaitu mereka harus menarik diri dari kelompok.

Konfrontasi dan Peningkatan Konflik

Pada awal tahun 1985, Sculley & Jobs mulai menemukan perbedaan opini atau pendapat tentang perusahaan mereka, kompetisi natural dari ketergantungan mereka dan keputusan mereka untuk menolak mengambil kurang dari apa yang telah mereka sepakati bersama.

Ketidakpastian Meningkatkan Dedikasi

Saat konflik menjadi makin serius, anggota kelompok sering menjadi lebih berkomitmen pada posisnya masing-masing dengan maksud untuk lebih memahami posisi yang diambil oleh anggota kelompok lainnya.

Saat seseorang mencoba untuk mengajar atau mempersuasi orang lain, orang tersebut pada dasarnya mencari argumen-argumen yang mendukung argumennya tersebut. Apabila proses penyatuan tersebut mampu memberikan informasi yang konsisten, mereka akan lebih berkomitmen pada posisi masing-masing (Petty & Cacioppo, 1986). Bahkan ketika seseorang merasa bahwa sekali ia berkomitmen pada posisinya secara publik, maka mereka haruslah tetap bertahan dengan posisinya tersebut. Seseorang akan merasionalisasikan pilihan mereka sekali saat mereka sedang membuat pilihan tersebut. Mereka akan cenderung mencari informasi yang mendukung pandangan milik mereka, mereka juga akan cenderung mengabaikan informasi yang berlawanan dengan pendapat mereka dan mereka menjadi lebih mantap pada posisi mereka (Ross & Ward, 1995)

Perception à misperception

Reaksi individual selama konflik telah terbentuk dengan cara yang fundamental, melalui persepsi mereka tentang situasi dan orang-orang dalam situasi tersebut. Pada saat anggota dari group tersebut beradu argumen, mereka harus menentukan atau menetapkan saat dimana mereka tidak setuju.

Jika persepsi selalu akurat, orang akan lebih mengerti satu sama lain dengan lebih baik. Sayangnya, bias perceptual umumnya mendistorsi dugaan seseorang. Kesalahan persepsi, muncul saat anggota kelompok berasumsi bahwa perilaku orang lain itu lebih sering terjadi dikarenakan kepribadiannya (dispositional) daripada akibat factor situasional (environmental). (ross,1977).

Apabila suatu pekerjaan adalah suatu implikasi dari error jenis ini, orang tersebut mungkin saja dapat menyalahkan teori kepribadian, kepercayaan, perilaku dan nilai milik Sculley pada konflik daripada menekan.

Sebuah tim dari para peneliti memverifikasikan tendensi mereka dengan cara membandingkan orang dalam bermain sebuah game atau permainan dengan partner atau pasangan yang menggunakan 4 strategi yang mungkin:

1. Kompetisi, mereka memaksimalkan perkembangan personalnya saat meminimalkan perkembangan partnernya.

2. Kooperatif, mereka memaksimalkan perkembangan kerjasama, untuk meningkatkan hasil partnernya.

3. individual, mereka mengabaikan perkembangan partnernya tetapi memaksimalkan perkembangan pribadinya.

4. altruism, mereka mengabaikan perkembangan personalnya tetapi memaksimalkan perkembangan partnernya.

Weak tacties à stronger tacties

Hukuman, paksaan, siksaan sangatlah kuat. Orang menggunakan taktik yang paling lemah pada konflik yang tidak begitu kompleks. Tetapi pada saat konflik menjadi serius mereka akan berpindah pada taktik yang lebih kuat. Sculley secara gradual berpindah metode yang halus (diskusi, negosiasi) ke taktik yang lebih kuat (memaksa).

Reciprocity à upward conflict spiral

Reciprocity menggambarkan pola dimana saat orang yang menolong anda, maka anda diharuskan untuk membalasnya. Apabila salah satu kelompok mengkritisi ide, opini atau karakteristik dari yang lain, maka korban yang dikritik tersebut akan merasa memiliki alasan yang tepat untuk melawan balik jika sebuah factor situasional melegitimasi ketidakbaikan/ kritisi serta intimadasi dari group atau kelompok yang pertama.

Itu terjadi pada awalnya dapat bertindak sebagai suatu peringatan kuat, dimana yang tidak ada kecocokan pada tingkat tinggi konflik mungkin digunakan untuk mengirimkan suatu isyarat yang bersifat mendamaikan.

Beberapa à banyak

apabila pekerjaan mempelajari bahwa Sculley akan melanjutkan dengan ncamannya untuk dipindahkan seperti direktur Mac division. Tugas atau pekerjaannya untuk mempengaruhi masing- masing anggota untuk berpihak pada dirinya dalam perselisihan tersebut. Tujuannya adalah untuk membentuk suatu koalisi atau kesatuan kuat yang menghalangi rencana Sculley.

Koalisi yang bertahan adalah kebanyakan kelompok, tetapi ketika konflik terjadi, anggota kelompok mereka mengalami perubahan keseimbangan kekuatan dalam kebaikan hati mereka walaupun awal perselisihan paham dapat melibatkan hanya dua anggota kelompok apabila konflik meningkat, anggota kelompok sering memaksa anggota sebelumnya yang netral untuk bergabung dalam golongan yang sama.

Koalisi berperan untuk konflik, sebab mereka menarik lebih anggota kelompok ke dalam konflik tersebut. Koalisi sering dipandang sebagai siasat pengaruh dalam pekerjaan yang menyukai konflik, sebab individu di dalam kelompok bekerja tidak hanya untuk memastikan hasil mereka sendiri tetapi juga membuat lebih buruk hasil ketidak koalisian anggota. Koalisi membentuk dengan orang-orang dan melawan terhadap orang lain (Thibaut & kelly,1959). Yang dapat menentukan dalam pengaturan bisnis, yaitu sebagai contoh koalisi yang dominan dapat mengendalikan organisasi tersebut, namun pekerjaan-pekerjaan di luar itu merupakan batas-batas struktur kelompok formal (Pearce & Stevenson,1985). Mereka yang melarang atau meniadakan adalah suatu koalisi atau kesatuan bereaksi dengan permusuhan kepada anggota koalisi umtuk memperoleh kembali kekuatan dengan pembentukkan koalisi mereka sendiri, jadi koalisi harus dipelihara secara konstan melalui tawar – menawar dan megosiasi (Murninghan,1986).

Terganggu – amarah

Hanya beberapa orang yang dapat berhadapan dengan konflik, ketika perselisihan muncul dapat meningkatkan emosi negatif dan dapat memperburuk konflik awal tersebut. Kebanyakkan orang, ketika diminta untuk membicarakan saat mereka sedang marah, dikatakan bahwa mereka pada umumnya hilang kendali ketika mereka berdebat dengan orang – orang yang mereka kenal dibanding dengan orang-orang asing (Averill,1983) dan banyak orang mengaku bahwa kemarahan mereka meningkat 49 % konflik negatif secara lisan. Dan 10 % dikatakan mereka agresif secara fisik. (Averill,1983) berpendapat bahwa, pokok suatu hubungan serupa antara kemarahan dan agresi.

Resolusi Konflik

Konflik dikatakan menurun ketika anggota benar-benar merasa terikat dengan sudut pandang mereka sendiri. Ketika anggota kelmpok mengahadapi permasalahan, mereka bekerja kearah suatu solusi, konflik menjadi suatu sumber yang dihargai melainkan bukan suatu masalah yang harus dihilangkan.

Negosiasi à komitmen

Konflik menjadi luas ketika anggota kelompok yang dengan kuat merasa terikat dengan suatu posisi dan tidak akan bergerak, konflik tidak akan meluas ketika anggot kelompok akan membicarakan dengan yang lainnya untuk menjangkau suatu solusi yang bermanfaat bagi semua anggota. Negosiasi adalah suatu proses komunikasi timbal balik dimana, untuk 2 orang atau lebih anggota dalam suatu perelisihan, menjelaskan posisi mereka dan penawaran.

Pendekatan untuk negosiasi
Penawaran yang lembut
Penawar yang sulit / kasar
Penawar yang berpsinsip

1. bahwa tekanan partisipasi anggota adalah teman
1. bahwa tekanan anggot adalah musuh
1. bahwa tekanan anggota adalah alat pemecahan

2. membuat persetujuan
2. membuat tujuan kemenangan
2. membuat tujuan dan hasil

3. membuat kelonggaran utnun mempererat hubungan tersebut
3. permintaan kelonggaran sebagai kondisi hubungan
3. memisahkan seseorang dari masalah tersebut.

4. menjadi lembut atau mudah pada seseorang dan suatu masalah
4. menjadi kasar atau sulit dalam masalah dari seseorang
4. menjadi lembut atau mudah pada seseorang dan menjadi keras pada suatu masalah

5. percaya pada orang lain
5. curiga pada orang lain
5.proses bebas dari kepercayaan

6. ubah posisi dengan mudah
6. menggali posisi
6. berpusat pada minat, tidak memposisikan

7. membuat penawaran
7. membuat ancaman
7. menyelidiki suatu minat

8. memperlihatkan apa yang tampak
8. menyesatkan apa yag tampak
8. menghindari apa yang tampak

9. menerima kerugian berat sebelah untuk menjangkau persetujuan
9. menuntut keuntungan sebagai harga persetujuan
9. menemukan pilihan untuk keuntungan timbal balik.

10. menuntut pada persetujuan
10. menuntut dalam posisi
10. menuntut dalam emnggunakan kriteria yang obyekltif

11. mencoba untuk menghindari suatu keinginan
11. mencoba untuk memenagkan suatu keinginan
11. mencoba untuk menjangkau hasil pokok ketetapan standar dari keinginan.

12. menghasilkan tekanan
12. memakai tekanan
12. menghasilkan suatu prinsip, bukan tekanan.

Kesalahan dalam persepsi à pemahaman

Seseorang sering berasumsi bahwa orang lain sedang bersaing dengan mereka ketika sesungguhnya orang lain hanya ingin bekerja sama.

Anggota kelompok harus membatalkan persepsi kesalahpahaman dengan aktif berkomunikasi tentang motivasi mereka dan tujuan melalui diskusi. Didalam studi, anggota kelompk sedang berkesempatan untuk menemukan formasi tentang tujuan dan minat mereka, namun hanya sekitar 20 % yang melakukannya.

Komunikasi tidak dipelihara oleh semua konflik. Anggota kelompok dapat menukar semua informasi dengan bekomunikasi, tetapi mereka dapat juga menciptakan kesalahpahaman dan penipuan. Komunikasi menawarkan pada anggota kelompok rata-rata untuk meningkatkan kepercayaan, tetapi dapat juga menimbulkan amarah, perselisihan kelompok dengan menyatakan rasa kebencian.

Siasat kuatà siasat kerjasama

Anggota kelompok dalam mengatasi konflik, melalui banyak cara, beberapa hanya melewati masalah tersebut dan yang lain mendistribusikan masalah tersebut, padahal hubungan adil dan rasional, terkadang dengan marah dan dengan suara yang keras. Suatu pihak netral bertindak sebagai moderator dan beberapa benar-benar meminta pertolongan kekerasan fisik ( Morril, 1995). Umumnya siasat yang digunakan orang-orang untuk mengatasi konflik dapat digolongkan kedalam salah satu dari 4 kategori dasar.

Tabel empat cara dasar menuju kesepakatan dan konflik
negatif
positive

passive
Avoiding : tidak beraksi, menarik diri, kehilangan, menunggu dan melihat, concern yang lemah dalam kelompok
Yielding : penerimaan, lembut, akomodasi, memberikan,

active
Fighting: kompetensi, melawan, mendominasi
Cooperasi : berbagi, melebur, pemecahan masalah, konsen terhadap kelompok

* avoiding, tidak bertindak apapun dalam hal ini dan sampai saat ini masih diperdebatkan. Ketika siswa didalam kelompok kecil memperdebatkan mengenai masalah mereka, maka mereka sering berkata dan bertindak dengan sikap ””wait and see” mengenai konflik yang mereka alami. Kemudian berharap mereka akan pergi dari masalah iti ( Wall & Nolan, 1987). Banyak pendapat mengatakan mereka akan menoleransi masalah mereka walaupun mereka tidak melakukan apapun. Maksud disini adalah daripada mereka membuka pembicaraan lebih baik mereka menghindari orang lain dan memilih menjauhi mereka.

* Yielding, orang akan menyelesaikan masalah baik yang besar atau yang kecil dengan memberikan tuntutan( pengharapan akan dimengerti) pada orang lain. Terkadang mereka beruntung karena mereka mengubah cara mereka memandang dalam satu hal( tidak terlalu kaku). Dengan menggunakan diskusi atau negosiasi, mereka akan mengungkapkan jika posisi mereka dalam keadaan yang bermasalah (assertive ), maka mereka akan mengambil nilai dari orang lain. Dalam kasus lain, terkadang merekapun akan menarik tuntutan mereka dan saling menghargai akan kehadiran orang lain.

* Fighting, beberapa orang mengatur perdebatan mereka dengan cara memaksa orang lain untuk menerima pendapat mereka, mereka melihat konflik dari sudut pandang menang dan kalah dengan menggunakan persaingan dan taktik yangpenuh energi untuk mengintimidasi orang lai. Melawan (memaksa, mendominasi) bisa menyebabkan banyak hal termasuk didalamnya sikap otoriter, tantangan, perdebatan, mengadukan, bahkan juga terkadang menggunakan fisik (Morrill, 1995).

* Cooperating, orang yang sangat paham dengan tindakan berhubungan dengan orang lain akan dapat melihat dari sudut pandang yang berbeda dan sikap menerima pendapat dari orang lain sangat besar. Orang dengan tipe ini mencoba untuk mengidentifikasi masalah daripada harus menimbulkan masalah baru yang nantinya akan menimbulkan kepuasan bagi satu pihak( Pruitt & Rubin, 1986).

MENINGKATKAN àMENURUNKAN KONFLIK SPIRAL

Hubungan yang konsisten diantara masyarakat atau kelompok dalam waktu yang lama biasanya menimbulkan kepercayaan. Namun ketika kelompok bersaing dalam waktu yang berkelanjutan satu sama lain, amka kepercayaan makin mneurun satu dengan yang lain ( Hass & Deseran, 1981). Ketika orang tidak mampu lagi untuk mempercayai orang lain maka mereka akan berjuang untuk mendapatkan hal-hal apa saja yang mereka sukai.\ ( Linskold, 1978).

Bagaimana bisa nilai persaingan dan ketidakpercayaan meningkat ? dengan menggunakan pendapat yang dikeluarkan oleh Robert Axelord dengan mengkombinasikan nomer strategis dan simulasi persaingan. Hal yang paling efektif adalah dengan menggunakanm etode tit-for-tat (TFT) Yaitu kita mengurutkan apa yang menjadi bahan untuk diuji dan siapa yang akan diuji ( ujian ).

Cara kedua adalah dengan memasangkan dua atau lebih orang kepada pa-sangan yang juga memiliki karakter yang sama, misal, fighting and fighting, cooperating and cooperating. Hal ini untuk melihat apakah ada respon lain ketika dua orang yang sama disatukan.

BANYAK à SATU

Seseorang yag tidak terlibat didalam perdebatan lebih baik menghindar dan tidak mengambil bagian dalam keadaan yang darurat dan hanya bertindak sebagai mediator. Walaupun tidak terlibat dalam anggot akelompok diharapkan untuk tetap berada dibelakang dan biarkan perdebatan yang terjadi, karena ditakutkan akan berimbas pada orang lain yang ada diluar kelmpok ( Hiltrop & Rubin, 1982).

Pihak ketiga umumnya lebih baik menjadi fasilitator untuk mereduksi masalah dengan menampilkan nomer dari fungsi yang penting ( Carnevale, 1986a, 1986b, Pruitt & Rubbin, 1986: Raifa, 1983 : Rubin, 1980,1986)

* pihak ketiga mengurangi permusuhan dan frustasi dengan cara, memberikan dua sisi antara kesempatan untuk mengekspresikan diri mereka ketika mengontrol konten.

* jika komunikasi terputus atau dua perdebatan dimulai dengan kesalahpahaman satu sama lain, maka pihak ketiga membantu meneyelesaikan masalahnya apa.

* pihak ketiga menolong dengan cara menyimpan segala perdebatan dengan memunculkan pikiran yang damai.

* pihak ketiga bisa membuat dan menawarkan psoposal sebagai alternatif solusi bahwa kedua pihak telah menemukan kesepakatan.

* pihak ketiga bisa memanipulasi aspek pertemuan, termasuk lokasi serta konstruk komunikasi dengan membuat agenda.

* pihak ketiga bisa menunjukkan perdebatan melalui proses menggabungkan pemecahan masalah.

MARAH à KETENANGAN

Ketika temperatur emosi dari anggota kelompok sangat tidak terkontrol, ”count to ten” merupakan satu yang sederhana tapi cukup efektif direkomendasikan untuk mengontrol masalah. Dengan melontarkan guyonan dan humor dalam kelompok, karen humor dapat memberikan emosi yang positif yang nantinya dapat mengurangi rasa marah dan akan merespon hal tersebut dengan cukup efektif.

NILAI DARI MASALAH.

Masalah merupakan konsekuensi yang alamiah ketika bergabung dalam sebuah kelompok. Kelompok akan mengikat anggotanya dan anggota menjadi milik bersama, dan rasa saling bergantung bisa menjadi utama timbulnya masalah ketika kualitas anggota, ide, tujuan, motivasi, dan pandangan menjadi tidak seimbang.

Namun masalah bisa menjadikan hubungan menjadi lebih seimbang karena mengetahui karakter dari tiap anggota kelompok sebagai contoh adalah perusahaan komputer –Apple, awalnya ini hanyalah perusahaan konvensional yang ada masalah dengan pekerjaan dan tidak statis, kemudian setelah ada masalah perusahaan ini bisa menjadi lebih besar.

DINKEL Kelompok 3: KOHESIVITAS DAN PERKEMBANGAN KELOMPOK

October 9, 2007

Dosen Pengajar : Dr. Colichul Hadi, Drs. H. Machrus, MS, Ike Herdina, S,Psi. Psi. Achmat Chusairi S.Psi, Tri Kurniati Ambarini, S.Psi, M.Psi. Listyati S. Palupi, S. Psi

NAMA KELOMPOK

DWI ERNAWATI 110511194

ULFAH MARIANA 110511217

LUTFA HASANAH 110511230

AFINA PURNAMA SARI 110511233

ADRYANA 110511248

KOHESIVITAS DAN PERKEMBANGAN KELOMPOK

Apakah kohesivitas kelompok itu ?

Sebuah kelompok, seperti makhluk hidup yang lain, terus berkembang dari waktu ke waktu. Dalam satu kelompok mungkin dimulai dari sekumpulan orang asing yang tidak saling mengenal, tetapi seiring waktu, secara tiba-tiba kelompok tersebut memberikan sebuah kohesifitas sehingga anggota-anggotanya menjadi sebuah kelompok sosial yang erat.

Secara intuitif kita dapat membedakan antara kelompok yang kohesif dan kelompok yang tidak kohesif. Kelompok yang kohesif merupakan satu kesatuan. Anggota-anggotanya menikmati interaksi antar mereka, dan mereka tetap bersatu dan bertahan dalam waktu yang lama.

Kohesivitas adalah mengenai penyatuan kekuatan. Kebanyakan para sarjana mencari konsep tentang kohesifitas, kembali pada teori Kurt Lewin, Leon Festinger, dan kolega-kolega mereka di Research Center of Group Dynamics. Lewin, pada tahun 1943, menggunakan istilah cohesive untuk menggambarkan sebuah kekuatan yang menjaga kelompok agar tetap utuh dengan cara menjaga kesatuan anggota-aggotanya. Festinger mendefinisikan kohesivitas sebagai total dari sebuah kekuatan yang berada pada anggota-anggota kelompok yang tetap bertahan pada kelompok tersebut (Festinger, Schachter, & Back, 1950, p.164).

Konsep ini menggambarkan konsep kohesivitas secara fisik, dimana didefinisikan sebagai kekuatan dari “daya tarik molekul” yang menjaga agar partikel-partikel tetap bersatu. Aplikasinya pada sebuah kelompok, kohesivitas adalah kekuatan dari pemersatu yang menghubungkan anggota kelompok secara individual dengan anggota yang lain dalam satu kelompok secara keseluruhan.

Kohesivitas adalah sebuah kesatuan kelompok. Orang-orang yang bekerja dalam film Snow White merasa bahwa mereka merupakan orang-orang yang terbaik di dunia, dan mereka yakin mereka dapat meraih tujuannya. Mereka menggambarkan kelompok sebagai keluarga, tim, dan komunitas. Banyak teori-teori yang menjelaskan hal tersebut sebagai “belongingness” atau “we-ness”, yang merupakan esensi dari kohesivitas kelompok. Anggota-anggota dalam kelompok yang kohesif memberikan rasa kebersamaan yang tinggi kepada kelompoknya, dan mereka sadar bahwa terdapat persamaan antar anggota dalam kelompok. Individu dalam kelompok yang kohesif—dimana kohesivitas diartikan sebagai perasaan kuat dari sebuah keberadaan komunitas yang terintregasi – akan lebih efektif dalam kelompok, lebih bersemangat, dalam menghadapi masalah-masalah sosial maupun interpersonal.

Kohesivitas merupakan sebuah ketertarikan. Beberapa teori mempertimbangkan kohesivitas sebagai sebuah ketertarikan personal (Lott & Lott, 1965). Pada level individu, anggota dalam kelompok yang kohesif saling menyukai satu sama lain. Contohnya, pada para pegawai di studio Disney, anggota-anggota kelompok tersebut menjadi teman dekat, dalam beberapa waktu kemudian mereka mendapatkan beberapa koneksi di luar kelompok mereka. Dalam level kelompok, anggota-anggota kelompok tertarik pada kelompok itu sendiri. Anggota kelompok mungkin bukan merupakan teman, tetapi mereka mempunyai pandangan positif terhadap kelompoknya.

Michael Hogg membedakan antara ketertarikan personal dan ketertarikan sosial. Jika antar anggota menyukai satu sama lain, maka disebut sebagai ketertarikan personal, bukan kohesivitas kelompok. Sedangkan, kohesivitas kelompok mengarah pada ketertarikan sosial, yaitu saling menyukai antar anggota dalam satu kelompok berdasar pada status sebagai anggota kelompok tersebut

Kohesivitas adalah teamwork. Banyak teori menyatakan bahwa kohesi harus dilakukan bersama dengan keinginan para anggotanya untuk bekerja sama mencapai tujuan. Sehingga, kelompok yang dikatakan kohesif ditandai dengan considerable interdependence of members, stabilitas antar anggota kelompok, perasaan bertanggung jawab dari hasil usaha kelompok, absent yang berkurang, dan tahan terhadap gangguan (Widmeyer, Brawley, & Carron, 1992).

Kohesivitas adalah multidimensional. Seperti yang ditunjukkan pada tabel 6-1, dinamika kelompok yang berbeda telah mengkonsep kohesivitas dalam beberapa cara. Kenneth Dion yakin bahwa kohesivitas adalah konstruk multidimensional. Membentuk kekuatan sosial, rasa untuk bersatu, ketertarikan antar anggota dan kelompok itu sendiri, dan kemampuan kelompok untuk bekerja sebagai tim merupakan semua komponen dari kohesivitas, tetapi kelompok yang kohesif mungkin tidak memiliki seluruh (lengkap) kualitas ini. Sehingga, tidak ada kelompok yang benar-benar kohesif. Suatu kelompok mungkin menjadi kohesif karena anggotanya bekerja dengan baik dengan anggota lain, dan berbeda dengan kelompok lain yang menjadi kohesif karena setiap anggotanya memiliki rasa kebersamaan kelompok.

Tabel 6-1 Kohesivitas : Sebuah Konstruk Multidimensional

Dimensi Definisi

Social force “total dari sebuah kekuatan yang berada pada anggota-anggota kelompok yang tetap bertahan pada kelompok tersebut (Festinger, Schachter, & Back, 1950, p.164)”

Group unity “sebuah sintesis dari perasaan individu tentang keberadaan dalam kelompok dan perasaan mereka terhadap moral sebagai anggota kelompok” (Hoyle & Crawford, 1994, pp. 477-478)

Attraction “sifat kelompok yang diambil dari jumlah dan kekuatan sikap-sikap positif antara angggota kelompok” (Lott & Lott, 1965, p. 259)

Teamwork “proses dinamik yang menggambarkan kecenderungan sebuah kelompok yang tetap bersatu dan tetap pada kebersamaan tujuan dan sasaran” (Carrron, 1982, p. 124)

Mengukur kohesivitas kelompok

Sebuah definisi operasional menggambarkan sebuah konstruk, seperti kepemimpinan, kohesivitas, atau kekuatan, hingga dapat diukur (Hampel, 1966). Secara konseptual banyak teori yang mendefinisikan kohesivitas dalam berbagai cara, sehingga para peneliti telah mengembangkan banyak cara yang berbeda untuk mengukur kohesivitas secara empiris (Hogg, 1992).

Mengobservasi kohesi. Kohesivitas kelompok di studio Disney sangatlah jelas. Observer, memperhatikan perkerjaan sehari-hari orang-orang disana, dan dapat disimpulkan bahwa kelompok tersebut kohesif. Strategi observasi digunakan untuk mengukur kohesivitas kelompok. George Caspar Homans (1950) menggunakan metode observasi untuk meneliti sebuah tim. Dia mencermati hubungan interpersonal antar anggota, mencatat tekanan dan konflik yang terjadi dan seberapa lancar kelompok dapat bekerjasama sebagai satu kesatuan.

Beberapa peneliti beranggapan dirasa perlu untuk meningkatkan ketelitian metode observasi dengan sistem koding yang terstruktur, seperti Interaction Process Analysis (IPA) dan System of Multiple Level Observation of Groups (SYMLOG) oleh Robert Bale. Peneliti yang lain telah menggunakan metode observasi untuk menilai suatu kohesivitas. Untuk mengukur kohesivitas dari kelompok terapi, peneliti menghitung waktu dari panjang sesi akhir “group-hug” atau pelukan berkelompok.

Pendekatan self report. Metode self report merupakan cara lain untuk mengukur kohesivitas. Leon Festinger menggunakan sociometry dalam studinya mengenai kelompok orang-orang yang tinggal di lingkungan rumah yang sama (Festinger, Schachter, & Back, 1950). Pendekatan kedua dari self report mengasumsikan bahwa anggota kelompok dapat menggambarkan kesatuan dari kelompoknya secara tepat. Para peneliti juga menggunakan skala multi-item yang mengandung banyak pertanyaan yang dapat mengukur index kohesivitas kelompok. Sebagai contoh :

1. The Group Environment Scale (GES)

2. The Group Attitude Scale (GAS)

3. The Group Environment Questionnaire (GEQ)

4. The Perceived Cohesion Scale (PCS)

Menyelekasi alat ukur. Kebanyakan definisi operasional memberikan tantangan bagi para peneliti. Ketika mereka mengukur kohesivitas dalam cara yang berbeda, mereka memberikan kesimpulan yang berbeda pula. Alat ukur yang hanya fokus pada fungsi anggota kelompok terhadap kohesivitas kelompok mereka, akan berbeda jika mengukur seberapa kuat hubungan antara individu dalam kelompok. Para peneliti, berdasarkan pada paksaat setting penelitian, dapat memilih alat ukur yang paling tepat sesuai dengan kebutuhan mereka. Metode pengukuran yang berbeda seringkali menghasilkan informasi yang berbeda pula, dan para peneliti sering kali menyimpulkan bahwa kohesivitas memiliki komponen yang banyak dan operasi yang berbeda dapat mengukur komponen yang berbeda pula.

INGROUP

Sikap perasaan ingroup itu ialah berkenaan dengan seluk beluk usaha dan orang-orang yang dipahami dan dialami oleh anggota pada interaksi di dalam kelompoknya.

Sikap perasaan ingroup adalah sikap perasaan terhadap orang dalam.

Contoh : Sikap perasaan in group. Misalnya , sekelumit orang yang dalam peperangan telah menjalankan tugas pekerjaan yang sukar, dan telah mengalami pahit getir bersama-sama , mempunyai cara-cara senda gurau yang khusus dan yang ditujukan kepada kawan-kawan sepengalaman. Apabila sedang bersenda gurau lalu orang luaran yang turut tertawa dengan mereka , maka kawan-kawan ini dengan tiba-tiba diam dan tidak mengatakan apa-apa lalu pergi dari temapat itu karena adalah seorang out group yang ingin turut serta dengan mereka itu (Bill Mauldin).

Sikap perasaan in group itu seakan-akan hanyalah mengijinkan kawan-kawan , anggota in group itu saja untuk turut serta dengan kegiatan yang mereka lakukan.

DEVELOPING GROUP COHESION

Teori tentang urutan dan nama dari setiap tahap sangat banyak. Banyak model, akan tetapi bagaimanapun hasil penting dari hubungan interpersonal tentu harus dicapai dalam kelompok manapun untuk memperpanjang keberadaan sebuah kelompok. Anggota pada banyak kelompok harus, sebagai contoh menemukan siapa anggota kelompok yang lain, mencapai sebuah tingkat salaing ketergantungan, dan menguraikan konflik (Hare,1982; Lacoursiere, 1980; wheelan,1994). Oleh karena itu banyak model memasukkan tahapan – tahapan yang ada dibawah ini. Pada permulaannya kelompok harus mulai mengarahkan yang lain pada tujuan tertentu, kemudian mereka akan sering menemukan konflik, dan mencari beberapa solusi untuk memperbaiki kelompok. Dalam fase ketiga kelompok dapat bermain sebagai sebuah kesatuan untuk mencapai tujuan. Dan pada tahap terakhir rangkaian tahapan perkembangan kelompok berakhir pada tahap istirahat.

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KELOMPOK

Kelompok dapat dibentuk, tetapi kelompok juga dapat bubar. Misalnya, kelompok belajar pada suatu waktu dibentuk, tetapi kalau sudah dianggap cukup atau tujuan telah tercapai, maka kelompok pun dapat bubar. Namun, ada kelompok yang sulit untuk bubar, misalnya kelompok keluarga.

Kelompok terbentuk karena adanya persamaan dalam kebutuhan akan berkelompok, dimana individu memiliki potensi dalam memenuhi kebutuhan dan setiap individu memiliki keterbatasan, sehingga individu akan meminta atau membutuhkan bantuan individu yang lain untuk mengatasinya.

Kelompok merupakan tujuan yang diharapkan dalam proses dinamika kelompok, karena jika hal tersebut tercapai, maka dapat dikatakan salah satu tujuan proses transformasi dapat berjalan dengan baik. Indikator yang dijadikan pedoman untuk mengukur tingkat perkembangan kelompok adalah sebagai berikut:

1. Adaptasi

Setiap individu terbuka untuk memberi dan menerima informasi yang baru. Setiap kelompok, tetap selalu terbuka untuk menerima peran baru sesuai dengan hasil dinamika kelompok tersebut. Di samping itu proses adaptasi juga berjalan dengan baik yang ditandai dengan kelenturan setiap anggota untuk menerima ide, pandangan, norma dan kepercayaan anggota kelompok lain tanpa merasa integritasnya terganggu

2. Pencapaian tujuan

Setiap anggota mampu menunda kepuasan dan melepaskan ikatan dalam rangka mencapai tujuan bersama, mampu membina dan memperluas pola, serta individu mampu terlibat secara emosional untuk mengungkapkan pengalaman, pengetahuan dan kemampuannya.

Perkembangan kelompok dapat ditunjang oleh bagaimana komunikasi dalam kelompok. Perkembangan kelompok dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:

a. Tahap pra afiliasi

Merupakan tahap permulaan dengan diawali adanya perkenalan dimana semua individu akan saling mengenal satu dengan yang lain, kemudian berkembang menjaadi kelompok yang sangat akrab dengan mengenal sifat dan nilai masing-masing anggota.

b. Tahap Fungsional

Tahap ini tumbuh ditandai adanya perasaan senang antara satu dengan yang lain, tercipta homogenitas, kecocokan dan kekompakan dalam kelompok. Maka akan terjadi pembagian dalam menjalankan fungsi kelompok.

c. Tahap Disolusi

Tahap ini terjadi apabila keanggotaan kelompok sudah mempunyai rasa tidak membutuhkan lagi dalam kelompok, tidak tercipta kekompakan karena perbedaan pola hidup, sehingga percampuran yang harmonis tidak terjadi dan akhirnya terjadi pembubaran kelompok.

Perkembangan kelompok sebenarnya banyak dikemukakan oleh para ahli. Clark (1994) mengemukakan perkembangan kelompok ke dalam tiga fase, yaitu:

a. Fase orientasi

Individu masih mencari/dalam proses penerimaan dan menemukan persamaan serta perbedaan satu dengan lainnya. Pada tahap ini belum dapat terlihat sebagai kesatuan kelompok, tapi masih tampak individual.

b. Fase bekerja

Anggota sudah mulai merasa nyaman satu dengan lainnya, tujuan kelompok mulai ditetapkan. Keputusan dibuat melalui mufakat daripada voting. Perbedaan yang ada ditangani dengan adaptasi satu sama lainnya dan pemecahan masalah daripada dengan konflik. Ketidaksetujuan diselesaikan secara terbuka.

c. Fase terminasi

Fokus pada evaluasi dan merangkum pengalaman kelompok. Ada perubahan perasaan dari sangat frustasi dan marah menjadi sedih atau puas, tergantung pada pencapaian tujuan dan pembentukan kelompok (kesatuan kelompok).

Teori Bruce W. Tuckman

Tuckman mengidentifikasikan lima tahapan untuk melihat perkembangan suatu kelompok, yaitu forming, storming, norming, performing, dan adjourning (Johnson dan Johnson, 2000).

1. Tahapan forming merupakan suatu tahapan di mana anggota kurang yakin untuk menentukan tempatnya dalam kelompok serta prosedur dan aturan-aturan dalam kelompok.

2. Tahapan storming, mulai timbul berbagai macam konflik karena anggota menentang pengaruh kelompok dan kurang sesuai dalam menyelesaikan berbagai macam tugas.

3. Tahapan norming, kelompok membuat beberapa konsensus mengenai peran, struktur, dan norma yang digunakan sebagai acuan dalam berperilaku yang tepat. Dalam periode ini, komitmen dan kohesi meningkat.

4. Tahapan performing, anggota kelompok menjadi cakap dalam kerja sama untuk pola kerja samanya.

5. Tahapan adjourning, kelompok menjadi bubar.

Teori Johnson dan Johnson

Menurut Johnson dan Johson (2000), sebenarnya apa yang dikemukakan Tuckman dengan segala revisinya termasuk dalam group leader yang pasif dan nondirective di mana pimpinan tidak berusaha mengadakan intervensi dalam kelompok. Padahal dalam kelompok pada umumnya terdapat koodinator, team leader, atau instruktur yang berusaha agar fungsi kelompok produktif. Dalam mengaplikasikan konklusi Tuckman dalam kelompok, Johnson dan Johson (2000) mengidentifikasikan adanya tujuh tahapan dalam perkembangan kelompok, yaitu :

1. Defining and Structure Prosedure

Apabila kelompok mulai, umumnya para anggota mulai memusatkan perhatiannya pada hal yang menyangkut dirinya mengenai hal-hal apakah yang diharapkan pada mereka dan mengenai tujuan kelompok. Anggota kelompok ingin mengetahui apa yang akan terjadi, apa yang akan diterimanya, bagaimana kelompok akan berfungsi, dan bagaimana anggota kelompok yang lain. Anggota kelompok mengharapkan pimpinan menjelaskan fungsi kelompok, apakah kelompok akan dapat memberikan ketenteraman bagi anggota dan apakah akan dapat memenuhi apa yang mereka harapkan. Berkaitan dengan hal itu, pemimpin dalam pertemuan yang pertama kali perlu memberikan penjelasan tentang prosedur yang digunakan, tujuan kelompok, menciptakan saling bergantung dari para, mengorganisasikan kelompok dan menyertakan dimulainya kerja kelompok.

2. Conforming to Procedures and Getting Acquainted

Para anggota kelompok menyesuaikan dengan prosedur yang telah ditentukan, menyesuaikan dengan tugas, serta mengenal satu dengan yang lain agar menjadi familier dengan prosedur yang ada dan dapat mengikutinya dengan mudah. Mereka dapat mengenal kelebihan dan kekurangan anggota lain. Dalam tahapan ini, par anggota bergantung pada pipinan dalam hal pengarahan dan penjelasan tujuan serta prosedur kelompok. Selanjutnya, pimpinan pun menjelaskan norma kelompok yang perlu diikuti oleh para anggota.

3. Recognizing Mutually and Building Trust

Anggota kelompok menyadari mengenai saling bergantung satu dengan yang lain dan membentuk kepercayaan (trust) satu dengan yang lain. Dalam tahapan ini pula, para anggota membentuk kebersamaan, senasib sepenanggungan. Anggota mulai bertanggung jawab satu dengan yang lain serta melakukan performa dan perilaku yang tepat. Dlam periode ini, kepercayaan antara anggota satu dengan yang lain terbentuk melalui pengungkapan (disclose) pikiran, ide, perasaan, dan respons yang bersifat penerimaan, mendukung dan saling mengungkapkan satu dengan yang lain.

4. Rebelling and Differentiating

Tahapan ditandai anggota kelompok yang menentang pimpinan dan prosedur yang telah ditentukan. Kemudian, mereka membedakan dirinya dengan anggota lain, sehingga menimbulkan perpecahan dan konflik. Dalam perkembangan kelompok, tahapan demikian sebenarnya sudah dapat diprediksi, tetapi dapat berlangsung dengan cepat atau lambat.

Seorang pemimpin dapat memprediksi terjadinya penentangan terhadap pemimpin dan prosedur yang telah digariskan dalam kelompok serta kemungkinan terjadinya konflik dalam kelompokk pada perjalanan perkembangan kelompok. Dalam hal ini, pemimpin harus dapat bertindak bijaksana.

5. Committing to the Group’s Goals and Procedures

Dalam tahapan ini, ketergantungan pada pimpinan dan konformitas pada prosedur beralih pada ketergantungan pada anggota lain dan komitmen personal terhadap kolaboratif dari pengalaman. Jiwa kelompok berubah dari pimpinan ke kita (our). Norma kelompok menjadi terinternalisasi. Motivasi menjadi lebih intrinsik daripada ekstrinsik. Lebih lanjut, anggota menjadi komit terhadap prosedur dan menerima tanggung jawab untuk memaksimalkan kinerja semua anggota kelompok.

6. Functioning Maturely and Productivity

Dalam tahapan ini, kelompok telah menjadi dewasa, otonom, dan produktif, sehingga terbentuklah identitas kelompok. Anggota kelompok bekerja sama dalam mencapai tujuan kelompok yang bervariasi dan menghadapi konflik dalam secara positif. Dalam hal ini, pemimpin lebih sebagai konsultan dalam kelompok daripada pengarah. Hubungan para anggota kelompok terus berkembang atau meningkat dan demikian pula antara pemimpin anggota. Dalam keadaan yang demikian, semua kriteria sebagai kelompok efektif dapat dipenuhi. Namun demikia,, banyak kelompok yang tidak dapat sampai ke tahapan ini.

7. Terminatinating

Dalam tahapan ini, kehidupan kelompok berakhir. Dengan berakhirnya kelompok, para anggota pergi meninggalkan kelompok sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Masing-masing membawa apa yang telah dialaminya untuk mengarungi pengalaman yang baru.

Sehingga jika dilihat dalam tabel teori Tuckman dan Jhonson membagi perkembangan kelompok dalam 6 fase, dimana terdapat perbedaan perilaku tim dan perilaku pemimpin sebagai berikut:

Fase Perilaku tim Perilaku pemimpin

Orientation Ragu, belum familiar, belum saling percaya, belum ada partisipasi Mendefinisikan misi kelompok, tipenya masih memberi instruksi, membuat skema tujuan

Forming Menerima satu sama lain, belajar ketrampilan komunikasi, mulai termotivasi Rencana/fokus pada masalah, role model yang positif, mendorong adanya partisipasi

Storming Semangat tim berkembang, mulai membangun kepercayaan, konflik mungkin muncul, terkadang tidak sabar dan frustasi Evaluasi gerakan kelompok, fokus pada tujuan, penyelesaian konflik, menentukan tujuan

Norming Kenyamanan meningkat, identifikasi tanggung jawab, interaksi tim efektif, resolusi konflik Fokus pada tujuan, menyertai proses, memberikan dorongan pada tim

Performing Tujuan yang jelas, adanya kohesi/kesatuan, pemecahan masalah Beraksi seperti anggota kelompok, dorongan meningkatkan tanggung jawab, mengukur hasil

Terminating Angota tersebar, tim akhirnya mencapai tujuan Perayaan dan penghargaan, memperkuat kesuksesan.

Siklus perkembangan kelompok

Banyak ilmuan percaya bahwa kelompok melalui setiap tahapan tidak hanya sekali (arrow 1997;Hill & Guner,1973; Menneke, Hoffer, Wynne, 1992; Shambaugh, 1978). Para ilmuan tadi berpendapat bahwa hal tersebut pasti berpengaruh terhadap interaksi kelompok selama melalui fase2 perkembangan kelompok. Sebagai contoh dalam model ekuilibrium Bale perkembangan kelompok didasari atas pikiran bahwa anggota kelompok mengusahakan untuk memelihara keseimbangan antara mengerjakan tugas dan meningkatkan kualitas hubungan interpersonal dengan kelompok (Bales,1965).

Jadi, Bale membantah bahwa kelompok yang sudah matang cenderung kembali dan seterusnya diantara apa yang disebut Tuckman tahap Norming dan Forming: Sebuah periode untuk memperpanjang usaha kelompok harus diikuti periode aktivitas pembentukan kohesi interpersonal (ales,1963; Bales & Cohen, Eith eilliamson, 1979). Teori Punctuated equilibrium setuju dengan pandangan Bale, tapi menambahkan bahwa kelompok relatif sering melalui periode dengan perubahan yang cepat.

CONSEQUENCES OF COHESION

Kohesivitas kelompok merupakan kekuatan kelompok dan intensitasnya mempengaruhi anggota, dinamika kelompok dan performa kelompok baik dalam hal positif dan negatif. Sebagai contohnya pada tahun 1932-1940, para pria dan wanita dari Disney studio merasa sangat puas dengan kelompoknya, ketika kelompoknya itu adalah kelompok yang bersatu daripada yang tidak. Dan hal tersebut dipandang sebagai suatu kenyamanan hidup tersendiri.
Kohesivitas kelompok menciptakan suasana kerja yang lebih sehat. Karena orang-orang yang ada didalamnya lebih menaruh perhatian pada orang lain dengan berbagai cara yang lebih positif serta seseorang akan lebih berpengalaman dalam mengurangi kegelisahan dan ketegangan. Seseorang dalam kohesivitas kelompok akan lebih siap dalam menerima tujuan, keputusan dan norma kelompok. Selanjutnya, penyesuaian terhadap tekanan akan lebih banyak pada kohesivitas kelompok, sehingga penolakan individu pada tekanan tersebut akan melemah. Namun ternyata kohesivitas kelompok tidak hanya membawa hal yang positif saja. kohesivitas kelompok juga dapat meningkatkan proses yang negatif seperti permusuhan dan penyebab kesalahan. Contohnya : Kelompok kohesif dan nonkohesif dihadapkan pada masalah yang tidak ada solusinya. Disaat seluruh kelompok menunjukkan frustasinya, koalisi justru ditunjukkan oleh kelompok nonkohesif. Sementara kelompok kohesif menunjukkan frustasinya sebagai agresi pribadi seperti : bermusuhan, joking hostility dan dominansi pribadi.

APPPLICATION: WORK TEAMS

Suatu eksperimen yang dilakukan di sebuah perusahaan dimana dikondisikan sebagai bagian dari kelompok kecil. Proses nya dengan mengubah karakteristik fisik dari lingkungan kerja. Ternyata hal tersebut dapat mempengaruhi produktifitas. Hasilnya, seseorang tidak mau bekerja keras karena ruangannya dirubah (karena merasa bukan lagi suatu kelompok kohesif).
Tim itu harus memiliki kualitas dasar, kualitas dasar yang harus dimiliki semua kelompok adalah :
1. Interaction, interaksi anggota tim adalah berupa kerjasama dan koordinasi. Beberapa anggota bekerja sama, menggabungkan kualitas individu dengan berbagai pertimbangan.
2. Structure, tim adalah struktur grup. Norma grup, peran anggota yang spesifik dalam kelompok dan pola komunikasi yang didapatkan secara terbuka.
3. Cohesiveness, tim merupakan hubungan yang terikat antara satu anggota dengan anggota yang lainnya, khususnya dalam pemahaman bahwa anggota merupakan suatu kesatuan dalam usahanya untuk menjalankan tujuan-tujuan yang sama.
4. Social Identity, anggota tim itu harus saling mengenal antar anggota yang lainnya dalam satu kelompok dan merasa bahwa kelompok itu lebih besar daripada jumlah anggota individu.
5. Goals, tim berorientasi pada tujuan. Pasangan tim saling tergantung berdasar atas koordinasi dalam usaha untuk mencapai tujuan bersama.

Tim cenderung untuk menjadi bagian organisasi luas, dan menyatakan bahwa mereka bekerja dan mengambil keputusan mereka dapat membuat pengaruh yang besar. Anggota tim yang spesifik biasanya memiliki spesifikasi atau spesialisasi pengetahuan, skill, dan kemampuan tersebut mereka kontribusikan pada kelompok dan kesuksesan suatu kelompok bergantung pada gabungan kualitas individu yang sangat efektif. Tim juga sering bekerja dibawah tekanan seperti, pekerjaan yang terlalu berat dan berlebihan, waktu yang terbatas, dan bersaing dengan kelompok lain.

Team building
Membangun sebuah tim dimulai dari asumsi bahwa kesuksesan dari hasil suatu kelompok berasal dari kolaborasi atau gabungan kualitas individu yang saling tergantung dan berkembang secara terus menerus.
Bagaimana mengorganisasikan tim menjadi lebih baik, ahli sumber daya manusia menawarkan suatu susunan subesti dan intervensi untuk merubah suatu kelompok pada tim.
1. Goal Setting, melihat tujuan suatu kelompok dan mereka akan menjalankan fungsinya menjadi lebih efektif jika tujuannya jelas untuk anggotanya.
2. Role Definition, Tim cenderung bekerja lebih efisien jika anggotanya mengerti dan memahami tentang kepentingan perannya.
3. Interpersonal Proces Analysis, anggota harus belajar untuk mengkoordinasikan usaha-usaha mereka dengan anggota kelompok yang lainnya. Anggota mempelajari pola-pola komunikasi dan ketertarikan, prosedur pengambilan keputusan, sumber kekuatan, norma sosial informal, dan variasi konflik antar anggota.
4. Cohesion Building, kekuatan kelompok dalam membangun moril sebuah tim adalah dengan membesarkan hati interpersonal, kerjasama dan mengembangkan sebuah identitas kelompok.
5. Problem Solving, anggota tim belajar untuk menggunakan metode pengambilan keputusan yang efektif dengan mengidentifikasi masalah dan solusi mereka.

Kelompok 2 :Struktur Kelompok

October 9, 2007

Dosen Pengajar : Dr. Colichul Hadi, Drs. H. Machrus, MS, Ike Herdina, S,Psi. Psi. Achmat Chusairi S.Psi, Tri Kurniati Ambarini, S.Psi, M.Psi. Listyati S. Palupi, S. Psi

OLEH :
1. Annisa Ayu Amaliah 110511183
2. Qurrota Ayun            110511192
3. Setya Anggraeni S     110511220
4. Khorina Primasari     110511249
5. Dewi Ratih                  110511238
6. Elfina Yuka K             110511259

STRUKTUR KELOMPOK

Struktur kelompok adalah pola interaksi yang stabil antara anggota kelompok, yang berkaitan dengan bentuk pengelompokan, bentuk hubungan, perbedaan kedudukan antaranggota, pembagian tugas dan sebagainya. Kelompok juga berfungi dan terbentuk dari interaksi antar anggotanya. Kelompok juga dapat disebut sebagai jaringan kerja dari hubungan antar manusia dan sebuah kelompok hanya akan efektif jika kerjasama yang dilakukan antar anggota kelompok tersebut efektif. Ketika dua atau lebih individu bergabung untuk mencapai suatu tujuan, disaat itulah struktur kelompok berkembang. Namun norma-norma yang berkembang didalamnya berbeda-beda. Interaksi yang terjadi antara anggota kelompok terbentuk dari peran-peran kelompok atau aturan-aturan dan norma-norma yang ada di dalam kelompok. Bahasan utama dalam perkembangan struktur kelompok adalah norma, peranan dan hubungan antar anggota kelompok itu sendiri.
Setiap kelompok memiliki karateristik pembentuk kelompok, karakteristik tersebut antara lain :
1. Adanya tujuan yang menentukan teritori kelompok dan yang menyatukan semua anggota.
2. Ada pembagian peran atau struktur kelompok.
3. Ada prosedur untuk mengendalikan konflik.
4. Ada norma.
5. Adaptasi kelompok pada organisasi.
6. Ada dasar sosial budaya.
7. Ada keeratan antar anggota.

NORMA

• Pengertian Norma
Kata bahasa Indonesia ”norma” secara kebetulan persis sama bentuknya seperti bahasa Latin. Konon, dalam bahasa Latin arti yang pertama adalah : siku-siku yang dipakai oleh tukang kayu untuk mencek apakah benda yang dikerjakannya sungguh-sungguh lurus. Dengan demikian norma dapat kita artikan sebagai kaidah atau tolok ukur yang kita gunakan dalam menilai sesuatu (Bertens, 2002). Norma juga diartikan sebagai sebuah elemen fundamental dari sebuah struktur grup, untuk mereka memberikan petunjuk dan motivasi, mengorganisir interaksi sosial, dan membuat respon orang lain bisa diprediksi dan berharga. Selain itu norma dapat pula diartikan sebagai seperangkat aturan yang mengatur perilaku manusia supaya tertib.
Norma kelompok merupakan salah satu bentuk norma sosial. Dimana norma merupakan peraturan, baik implisit maupun eksplisit, yang disusun atau dibentuk kelompok untuk mengatur perilaku anggotanya. Norma mengatur bagaimana anggota kelompok harus berperilaku dan apa yang tidak boleh dilakukan pada situasi tertentu. Norma suatu kelompok adalah kepercayaan kelompok mengenai perilaku yang baik, persepsi dan perilaku anggotanya.
Norma memiliki beragam bentuk atau jenis, misalnya norma yang digunakan untuk menilai benda dan norma sosial atau norma yang menyangkut tingkah laku manusia. Norma yang digunakan untuk menilai benda misalnya adalah kaidah-kaidah yang dipakai oleh seorang teknisi untuk mengukur kelayakan suatu alat. Sedangkan norma mengenai tingkah laku manusia, dibagi menjadi dua macam, yaitu : norma khusus dan norma umum (Bertens, 2002).
Beberapa norma dideskripsikan sebagai perilaku yang biasa ditampilkan atau adat kebiasaan. Norma dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Norma Deskriptif
Norma Deskriptif diartikan sebagai hal-hal yang dilakukan, dirasakan atau dipikirkan sebagian besar orang dalam situasi tertentu.
2. Norma Injungtif atau Norma Preskriptif
Norma preskriptif menjelaskan tentang serangkaian perilaku yang harus dilakukan seseorang. Orang yang melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan norma ini bisa dianggap tidak normal, dan bagi mereka yang melanggar akan dicap ”bersalah” dan akan mendapatkan hukuman dari anggota yang lain. Norma ini bersifat lebih evaluatif.
Dalam struktur kelompok norma merupakan elemen yang fundamental. Norma digunakan untuk memberi tujuan dan motivasi, mengatur interaksi sosial, dam membuat respon orang lain lebih mudah diperkirakan dan lebih memiliki arti. Norma juga menentukan respon sosial yang tepat dalam suatu kelompok, dan sekali lagi, menentukan macam-macam tindakan yang sebisa mungkin harus dihindari.
Pada norma kelompok, untuk mempengaruhi perilaku seseorang, seseorang harus menyadari bahwa mereka ada, bahwa anggota kelompok dapat mengikuti norma kelompok ataupun mengikuti normanya sendiri. Pada awalnya anggota kelompok cenderung mengikuti norma yang ada karena ada sugesti bahwa anggota yang tidak mengikuti norma akan mendapatkan hukuman.

• Perkembangan Norma
Biasanya sebuah kelompok membuat sendiri atau mengadopsi norma untuk kemudian dijadikan aturan dalam kelompok tersebut, tetapi kebanyakan norma-norma tersebut cenderung berubah-ubah dikemudian hari, sejalan dengan penyesuaian perilaku dalam kelompok, dan akan terus berubah sampai mereka atau kelompok tersebut menemukan standar yang tepat bagi kelompok tersebut.
Walaupun kelompok menghadapi permasalahan yang membingungkan atau menghadapi situasi yang dengan variabilitas perilaku yang besar, segera setelah itu anggota kelompok akan menyesuaikan diri dengan standar yang dibangun dalam kelompok.
Kelompok dapat mengambil otoritas dari luar atau tradisi dari masyarakat luas sebagai norma mereka, tapi norma kelompok seringkali berkembang karena adanya proses saling mempengaruhi sesama anggota.
Di dalam kelompok dapat dibentuk norma baru, walaupun sifatnya hanya memberikan tambahan informasi untuk memandu perilaku atau untuk memungkinkan anggota kelompok untuk memformulasikan kepercayaan mereka kepada norma kelompoknya.
Orang dalam situasi autokinetik tidak mudah merubah batasan umum jarak mereka, tapi mereka lebih menginternalisasi konsensus kelompok. Setelah itu, meletakkan batasan mereka sebagai dasar pada norma yang ada dalam kelompok dimana mereka menjadi anggota. Selain itu, mereka mematuhi norma kelompok mereka tanpa ada paksaan, hal ini menunjukkan bahwa anggota kelompok menerima standar norma kelompok mereka sebagai standar norma mereka (Kelman, 1961). Kelompok juga menginternalisasi norma dengan menerima sebuah norma sebagai standar resmi perilaku mereka.
Sebuah norma, sekali dibuat kemudian menjadi bagian dari struktur kelompok yang stabil. Walaupun individu yang membuat norma tersebut sudah tidak ada lagi, norma hasil inovasi tersebut tetap dilihat sebagai bagian dari tradisi organisasi, dan para pendatang baru harus berusaha untuk beradaptasi dengan tradisi tersebut. Perilaku para pendatang baru juga terkadang memberikan pengaruh terhadap norma kelompok mereka, tapi yang biasa terjadi adalah individu yang mengasimilasi norma, nilai dan perspektif kelompok mereka bukan sebaliknya, walaupun tidak menutup kemungkinan individu memberi pengaruh terhadap kelompoknya.

PERAN
Pengertian Peran
 Rangkaian perilaku yang mengkarakteristikkan individu dalam suatu konteks sosial tertentu (Biddle, 1979; Salazar, 1996)
 Struktur formal yang ada dalam suatu kelompok yang membedakan antara satu posisi dengan posisi lain (Johnson & Johnson, 2000)
 Harapan-harapan yang mendefinisikan perilaku-perilaku yang harus dilakukan oleh suatu jabatan atau posisi dalam hubungannya dengan posisi lain yang berhubungan

 Peran dalam Kelompok
Peran di dalam sebuah kelompok akan membentuk struktur perilaku seseorang dengan cara mendektekan “bagian” dari perilaku tersebut yang kemudian mereka gunakan dalam berinteraksi. Penggunaan suatu peran dalam anggota kelompok membuat mereka cenderung untuk berperilaku dan berinteraksi dengan anggota kelompok yang lainnya. Anggota kelompok mempunyai banyak kesempatan untuk berunding ketika mereka menggunakan peran yang berbeda. Anggota kelompok yang ingin memberikan pengaruhnya terhadap anggota kelompok yang lain, mungkin akan mencari peran sebagai pimpinan dalam kelompok, sedangkan anggota yang lebih ”low profile” biasanya akan mencari peran sebagai ”pengikut” (Callero, 1994).
Di dalam kelompok sosial, peran tidak sepenuhnya dapat membentuk perilaku anggota kelompok. Seseorang dapat melakukan peran dengan cara yang dia miliki sendiri, selama hal itu tidak menyimpang dari persyaratan dasar peran, maka kelompok itu masih memberikan toleransi. Ketika seseorang secara berulang kali menjalankan perannya dalam kelompok maka kelompok akan menggantikannya. Dan ketika pemegang peran itu pergi, peran itu akan tetap ada dan akan diisi oleh anggota baru (Hare, 1994; Stryker & Statham, 1985)
 Diferensiasi Peran
Suatu kelompok akan meningkatkan peran baru untuk meningkatkan efisiensi kelompoknya. Saat sebuah kelompok tidak dapat menciptakan struktur kelompok yang formal, mungkin kelompok tersebut akan menciptakan struktur kelompok informal dalam meningkatkan efisiensi kelompoknya.
Proses diferensiasi peran seringkali muncul pada kelompok-kelompok yang sedang menghadapi masalah-masalah sulit daripada kelompok-kelompok yang jarang menghadapi situsi yang sulit seperti itu. (Bales, 1958). Diferensiasi peran merupakan suatu perkembangan dari peran-peran yang berbeda dari setiap kelompok.
 Tipe-tipe Peran
Kecenderungan untuk menggolongkan dan mengembangkan peran-peran kelompok dalam menyelesaikan tugas-tugasnya, selain itu juga harus memastikan apakah kebutuhan sosialemosional dan kebutuhan interpersonal anggota kelompoknya telah terpenuhi. Hal ini didasari oleh penelitian yang dilakukan oleh Kenneth D. Benne dan Paul Sheats (1948) di National Training Laboratories (NTL). Benne dan Sheats menyimpulkan bahwa sebuah kelompok untuk dapat bertahan harus memenuhi 2 permintaan dasar diantaranya :
1. Setiap kelompok harus memenuhi tugas-tugasnya
2. Harus menjaga hubungan antar anggota
Hasil studi Benne dan Sheats menyimpulkan ada 3 tipe peran yaitu :
1. Task roles
suatu posisi dalam kelompok, dimana individu yang memiliki peran ini akan menampilkan performan yang berorientasi pada tujuan, fokus kepada tugas (misal : coordinator, initiator, contributor, information and opinion giver, evaluator)
2. Socioemotional roles
suatu posisi dalam kelompok, dimana individu menampilkan performan yang supportif dan membangun (misal : conflict mediator, compromizer, encourager)
3. Individualistic roles
Posisi dimana individu memberikan kontribusi yang sedikit dan bergantung pada individu lain dalam kelompok (misal : aggressor, blocker, dominator, help seeker)
 Mengapa Diferensiasi
Bales dan teman-temannya menyatakan bahwa sangat sedikit sekali individu yang telah melaksanakan tugasnya dan memenuhi kebutuhan sosioemosional dalam kelompok (Bales, 1955, 1958; Parsons et al, 1953).
Tugas utama yang diperlukan dalam peran suatu kelompok yaitu :
1. Task roles
2. Socioemotional roles
Kelompok dengan anggota yang dapat mengisi dua peran tersebut lebih kohesif dan performansinya lebih efektif (Mudrack & Farrel, 1995).
Tidak semua individu dan tidak semua kelompok memisahkan peran tugas dan sosioemosional (Turner & Colomy, 1988). Contohnya, murid-murid dalam kelompok kelas, ketika diminta untuk menghitung anggota dalam kelompok mereka berdasar Benne and Sheats (1948) roles yang terdaftar dalam tabel 5-1, sering menghubungkan peran tugas dan sosioemosinal pada individu yang sama. Kelompok dengan anggota yang memenuhi kedua peran tersebut juga lebih kohesif dan tampil lebih efektif (Mudrack & Farrel, 1995). Bagaimanapun, perbedaan menjadi lebih mungkin ketika kelompok mengalami konflik tentang tujuan mereka. Dalam satu studi pada beberapa kelompok, korelasi antara tugas dan perilaku sosioemosional adalah negatif.

 Tabel-tabel Peran
o Task Roles
PERAN FUNGSI
Inisiator / Kontributor Menawarkan ide-ide baru dalam penyelesaian masalah, pendekatan baru untuk masalah atau solusi-solusi yang belum dipertimbangkan
Pencari Informasi Mendapatkan fakta-fakta dengan mencari informasi mengenai latar belakang orang lain
Pencari Opini Mencari lebih banyak data tipe kualitatif, seperti sikap, nilai dan perasaan
Pemberi Informasi Membentuk keputusan untuk menghasilkan sebuah data, termasuk fakta-fakta yang datang dari para ahli
Pemberi Opini Menghasilkan opini-opini, nilai-nilai, perasaan
Elaborator Memberikan informasi tambahan, contoh : pernyataan, implikasi tentang inti yang dibuat oleh orang lain
Koordinator Menunjukkan relevansi tiap-tiap ide dan hubungannya dengan keseluruhan masalah
Orienter Memfokuskan kembali diskusi pada topik yang dibutuhkan
Evaluator / Kritik Menilai kualitas dari metode-metode, logika dan hasil dari kelompok
Energizer Menstimulasi kelompok untuk melanjutkan pekerjaan saat diskusi terhenti
Teknisi Prosedural Mempertahankan detil-detil operasional, seperti material-material dan permesinan
Perekam Mencatat dan merekam

o Socioemotional Roles
PERAN FUNGSI
Encourager Memberi penghargaan pada orang lain melalui persetujuan, keramahan dan pujian
Harmonizer Sebagai penengah konflik antar anggota kelompok
Compromiser Mengubah posisi isu mengurangi koflik dalam kelompok
Gatekeeper & Expediter Komunikasi yang halus dengan cara mengatur proesedur dan memastikan adanya partisipasi dari para anggota
Standart Setter Menyatakan standar untuk evaluasi kualitas dalam kelompok
Pengamat Kelompok/Komentator Menunjukkan aspek-aspek negatif dan positif dari dinamika kelompok dan diminta untuk mengubahnya jika perlu
Pengikut
Menerima ide-ide yang ditawarkan oleh orang lain dan menjadi pendengar untuk kelompoknya

o Individualistic Roles
PERAN FUNGSI
Aggresor Menyatakan penolakan atas tindakan, ide-ide, perasaan-perasaan orang lain; menyerang kelompok. Itu
Block Negativistik; menahan diri dari pengaruh kelompok; menentang kelompok.
Dominator Mempertahankan otoritas/superioritas; manipulatif
Evader & Self-Confessor Menunjukkan ketertarikan personal, perasaan-perasaan, opini-opini yang berhubungan dengan tujuan kelompok.
Help Seeker Menunjukkan rasa tidak aman, kebingungan dan self-deprecation
Recognition Seeker Meminta perhatian untuk dirinya sendiri; self-aggrandizing
Playboy/Girl Tidak terlibat dalam kelompok; sinis, bersikap masa bodoh
Special Interest Pleader Menjauhkan diri dari kelompok dengan bertindak sebagai perwakilan dari kelompok atau kategori sosial lainnya
 Role Stress
Beberapa peran dalam sandiwara lebih rumit daripada yang lain. Misalnya saja, Romeo muncul pada banyak adegan, dan menghafal dialog baris demi baris, menjadi seorang pencinta, anak kesayangan, dan teman. Padahal peran penjaga lebih terbatas pada bidangnya, penjaga pada dasarnya hanya penjaga. Variasi dalam kerumitan dari peran juga terdapat dalam kelompok, anggota-anggota kelompok mengharapkan pemegang peran untuk menampilkan hanya satu jenis tingkah laku, tetapi mereka berharap orang dengan peran yang lain memperlihatkan bermacam-macam tingkah laku. Seperti bintang dalam sandiwara, mereka yang memerankan peran yang rumit sering memperoleh status tertinggi dalam kelompok. Namun peran yang kompleks bisa menciptakan ketegangan (stres) yang sangat bagi para pemegang peran, terutama ketika terjadi asosiasi perilaku dengan peran yang tidak jelas (ambigu) atau mereka terlibat konflik satu sama lain (Kahn, Wolfe, Quinn, Snoek, & Rosenthal, 1964).

Role Ambiguity.
Ambiguitas Peran (Role Ambiguity) merupakan harapan yang tidak jelas tentang perilaku yang harus dilakukan oleh individu yang mengisi posisi khusus dalam kelompok. Karena peran sering muncul seperti anggota kelompok yang berinteraksi satu sama lain dari waktu ke waktu, tanggung jawab dan harapan dari peran-peran khusus kadang kala tidak terdefinisikan. Pada Andes group, Marcelo muncul sebagai pemimpin tugas (task leader), tapi kelompoknya tidak pernah menetapkan dengan jelas tanggung jawabnya, haknya, dan wewenangnya. Meski ketika satu kelompok membuat satu peran baru, tidak ada pemegang peran (role taker) ataupun anggota lain dalam kelompok (role sender) mengerti dengan tepat tanggung jawab dari peran baru tersebut. Pada beberapa kasus, role taker kemungkinan besar akan mengalami ambiguitas peran (role ambiguity). Ambiguitas peran ditunjukkan dengan pernyataan sebagi berikut (House Schuler, & Levanoni, 1983, p. 336) :
• Saya tidak tahu apa yang diharapkan dari saya
• Saya bekerja dibawah Pilis dan garis pedoman yang belum jelas
• Cita-cita dan tujuan yang direncanakan tidak jelas
• Saya tidak tahu bagaimana saya akan dievaluasi untk suatu peningkatan atau promosi

Role Conflict
Terkadang beberapa anggota kelompok menggunakan beberapa peran dalam satu waktu, yang masing-masing dari peran tersebut terdapat syarat-syarat yang mengharuskan konstribusi waktu dan kemampuan mereka. Jika berbagai aktivitas diperlukan oleh satu peran saling bertemu dengan yang diperlukan oleh peran lainnya, pemegang peran (role taker) mengalami sedikit permasalahan. Bagaimanapun, jika harapan terhadap aktifitas yang tepat bertentangan dengan perannya, konflik peran (role conflict) mungkin terjadi. (Brief, Schuler, & Van Sell, 1981; Graen, 1976; Van Sell, Brief, & Schuler, 1981). Konflik peran dapat diindikasikan dengan pernyataan dibawah ini (Houseet al., 1983, p.336):
• Saya bekerja dengan dua kelompok atau lebih yang beroperasi dengan sangat berbeda.
• Saya sering mendapati diri saya terlibat dalam situasi dengan persyaratan yang bertentangan
• Saya sering diminta melakukan sesuatu yang berlawanan dengan pertimbangan saya yang lebih baik
• Saya melakukan sesuatu yang kemungkinan akan diterima oleh satu orang dan tidak diterima oleh yang lainnya
• Saya menerima permintaan yang bertentangan dari dua orang atau lebih

Terdapat dua jenis konflik peran yang problematik, yaitu interrole conflict dan intrarole conflict.
► Interrole conflict : Adanya pertentangan antara dua peran. Terjadi ketika role taker mengetahui bahwa tingkah laku yang dihubungkan dengan satu dari peran mereka bertentangan dengan perilaku yang dihubungkan dengan satu yang lain dari peran mereka. Misalnya, Caroline yang bekerja pada perusahaan kecil selama beberapa tahun, mungkin mengalami konflik peran ketika dia dipromosikan pada posisi supervisor, tongkah laku yang diperlukan dari dia sebagai manager bertentangan dengan perannya sebagai teman atau rekan kerja.
► Intrarole conflict : Pertentangan antar perilaku dalam satu peran. Biasanya dikarenakan ketidak-konsistenan harapan peran seseorang / anggota kelompok tertentu . Dihasilkan dari ketidak cocokan diantara perilaku yang menyusun peran tunggal, dan juga sering dihasilkan dari harapan yang plin-plan (tidak konsisten) dari pihak pemegang peran dan anggota lain dari kelompok. Konflik peran juda muncul ketika role takers dan role senders mempuyai harapan yang berbeda.

 Solusi terhadap situasi ini adalah :
1. Membuat standar peran-peran yang jelas.
2. Menuliskan gambaran pekerjaan masing-masing peran.
3. Memberikan feedback terhadap perilaku yang diharapkan.
4. Penempatan kerja sehingga tempat yang berpotensi untuk terjadi pertentangan antar peran dapat dihindari dengan memindahkannya di lokasi lain dan juga dilakukan perbedaan dalam waktu.
5. Individu juga harus berhati-hati dalam penggunaan perilaku yang cocok dalam peran khusus.
6. Mencegah posisi yang dapat menimbulkan konflik dalam peran.

Role Conflict and Group Performance
Peneliti telah melibatkan ambiguitas peran dan konflik peran sebagai sumber yang potensial dari rendahnya moral pekerja dan tekanan pekerjaan (job stress). Role Stress sangat berpengaruh pada perasaan yang tegang, penurunan kepuasan kerja, dan pergantian pekerja (Kemery, Bedeian, Mossholder, & Touliatos, 1985). Tentu saja, role stress mengganggu kesuksesan organisasi. Peningkatan pada ambiguitas peran dan konlik peran biasanya dihubungkan dengan peningkatan keinginan untuk meninggalkan organisasi dan dengan penurunan komitmen untuk organisasi, keterlibatan, kepuasan, dan partisipasi pada pengambilan keputusan (Brown, 1996; Fisher & Gitelson, 1983; Jacson & Schuler, 1995; King & King, 1990; Peterson, Smith, Akande, & Ayestara, 1995).
INTERMEMBER RELATIONS
Hubungan antar anggota kelompok memberikan dasar untuk komponen ketiga dalam struktur kelompok : Intermember Relations. Norma-norma dan peran-peran menggambarkan macam-macam perilaku yang ditampilkan anggota kelompok ketika mereka mengisi posisi khusus dalam kelompok, tetapi mereka tidak menentukan hubungan antar anggota-anggota. Intermember relations dari kelompok : pattern of status, attraction, dan communication.

Status Hierarchies (Hirarki Status)
Dalam hubungan antar anggota terdapat hirarki status. Terdapat didalam hirarki status, hubungan antar status (hubungan kewibawaan/kekuasaan) yaitu pembagian kekuasaan yang stabil dalam kelompok.

Claiming Status
Semua binatang tahu bagaimana caranya untuk mengisyaratkan pesan bahwa “saya sedang mengamuk”. Seperti simpanse yang akan berteriak-teriak keras terhadap musuh potensialnya, pemimpin serigala akan menggeram dan mempertontonkan taringnya terhadap serigala yang ber-kasta/tingkat rendah, singa terkuat dalam kelompok perkawinannya akan memukul sampai mati singa lainnya dengan cakarnya. Anggota dari kelompok sosial tersebut saling bersaing untuk sebuah status, bagi individu yang berada diatas dari hirarki (yang disebut alpha male atau alpha female) menikmati akses terbaik kedalam habitat kelompoknya. Anggota terkuat mempertahankan posisi mereka dengan mengancam atau menyerang anggota yang lemah, yang kemudian pada gilirannya untuk menghindari serangan dengan menunjukkan perilaku yang merupakan sinyal pembelaan dan takluk. Sistem dominasi dan penaklukan ini disebut “pecking order” karma (semisal pada ayam) hal tersebut menentukan siapa yang akan mematuk dan siapa yang akan dipatuk. Ahli sosiobiologi berargumen bahwa pecking orders membatasi konflik dalam kelompok dan makin membuat individu dan kelompok tidak terancam bahaya (Mazur, 1973; Wilson, 1975).
Begitu juga halnya dengan manusia yang bersaing demi status dalam kelompoknya. Manusia jarang secara terang-terangan satu sama lain dalam mengisyaratkan status mereka, tetapi mereka menggunakan semacam isyarat nonverbal seperti berjabat tangan, menatap mata tanpa ragu, bersikap rileks namun tenang, atau memasang muka tanpa senyum untuk membuat orang lain tahu bahwa mereka harus respek / menghormati (Leffler, Gillespie, & Conaty, 1982). Dalam instansi, orang bersaing satu sama lain untuk mendapatkan status dalam kelompok. Individu yang berbicara lancar tanpa ragu-ragu, memberi saran pada orang,dan mengkonfirmasikan pernyataan orang seringkali lebih berpengaruh daripada individu yang menampakkan tanda-tanda submisif.
Orang-orang juga menggunakan bahasa verbal untuk menunjukkan status dan otoritas mereka. Orang yang menginginkan orang lain respek terhadapnya tidak jarang berinisiatif untuk membuka perbincangan dan mengarahkan topik diskusi menuju area dari kompetensi mereka sendiri (Godfrey, James, & Lord, 1986). Seseorang yang mencoba untuk memiliki status yang tinggi biasanya lebih suka untuk (Stiles, Orth, Scherwitz, Hennrikus, & Valbona, 1984; Stiles et al., 1997) :
(1) Memberitahukan kepada orang lain apa yang seharusnya mereka lakukan,
(2) Menjelaskan statemen orang lain,
(3) Menanyakan dan memperdebatkan pendirian orang lain, dan
(4) Menyimpulkan atau mencela dalam diskusi
Dalam suatu kelompok belajar, sebagai contoh; anggota kelompok yang memiliki status tinggi dalam berpendapat mugkin akan berkata ” aku sudah belajar teori ini sebelumnya,” ” aku bisa memperlihatkan keahlian itu secara keseluruhan” , atau ” aku berpikir lebih penting kita belajar melalui catatan saat ceramah uliah daripada beljara dari buku bacaan”. Anggota yang berstatus rendah, mereka cenderung meratap/merendah misalnya berkata ” aku selalu kesulitan dalam mengerti materi ini” atau ” aku tidak yakin aku sudah memahami materi itu”.

Perceiving Status
Status individu mencoba berusaha akan menjadi nihil jika kelompoknya menolak klaimnya. Expectation-states theory, dikembangkan oleh Joseph Berger dan koleganya, memberi suatu detil analisis dari benturan dari pengharapan anggota kelompok dalam proses mengorganisir status. Teori expectation-states berpendapat bahwa anggota kelompok mengalokasikan status dengan mengingat:
– Specific-status characteristics: adalah kualitas yang memperlihatkan tingkat kemampuan tiap orang saat mengerjakan tugas dalam situasi tertentu.
– Diffuse-status characteristics: kualitas umum dari seseorang yang dianggap relevan dengan kemampuan dan evaluasi oleh anggota kelompoknya.
Teori ini berasumsi bahwa perbedaan status adalah lebih seperti untuk dikembangkan ketika anggota bekerja secara kolektif dalam suatu hal dimana mereka merasa sangat penting karena kelompok berharap hal tersebut dapat berhasil menyelesaikan proyek, anggota kelompok secara intuitif membuat catatan karakteristik status antara satu dengan yang lainnya (kualitas personal yang mereka pikirkan adalah indikasi dari kecakapan / kepandaian dan pengaruh seseorang). Hal tersebut memiliki urutan karakteristik status yang identifikasinya implisit dan kemudian diizinkan untuk menunjukkan urutan yang lebih dan aksi kelompok yang berganti-ganti untuk memperoleh hasil terbaik dan panduan bagi kelompok untuk mempengaruhi anggotanya dengan mengevaluasi ide mereka, dan sebagai usaha untuk menolak pengaruh dari anggota lainnya.
Peneliti memiliki banyak penjelasan atas prediktor individual dari expectations-states theory dengan evaluasi yang positif mengenai karakteristik status yang spesifik dan status yang tidak jelas biasanya memberikan memberikan otoritas lebih daripada mereka yang tidak mempunyai status kualifikasi jaringan (Berger & Zelditch, 1985; Ridgeway & Walker, 1995; Wagner & Berger, 1993; Wilke, 1996). Orang yang membayar lebih diizinkan untuk memakai lebih banyak pengaruhnya daripada orang yang hanya dapat membayar sedikit (Harrod, 1980; Steward & Moore, 1992).

Ketidaksetaraan Alokasi Status
Individu yang patut mendapatkan status tidak selalu memperoleh status dari kelompoknya sendiri (Schneider & Cook, 1995). Ketika generalisasi status muncul, anggota kelompok membiarkan karakteristik yang tidak relevan seperti ras, usia, atau latar belakang etnik mempengaruhi alokasi prestice (nilai sseorang/kebanggaan). Generalisasi status menjelaskan kenapa wanita dan orang Afrika-Amerika memperoleh status dan otoritas yang minim, dalam kelompok daripada kelompok Anglo-Amerika dan laki-laki. Walaupun perubahan berkembang pada jenis kelamin dan tingkah laku rasis dalam pergaulan masyarakat, stereotipikal bias tetap ada dalam masyarakat (Nielsen, 1990).

Kedudukan Sosial
Jacob Moreno seorang pengembang ilmu sosiometri, menegaskan bahwa kecenderungan untuk bereaksi terhadap orang lain pada tingkat spontan dan afektif memberikan kualitas yang unik pada kelompok manusia. Hubungan kita dengan anggota kelompok bisa dalam bentuk yang berbeda : benci, dendam, terikat, bersahabat, cinta dan sebagainya. Tapi kita jarang saling bereaksi secara netral antar sesama kita. Dengan demikian, hubungan ini memperbaiki hubungan tarik-menarik dalam kelompok, atau struktur kelompok (Moreno, 1960).

Diferensiasi Sosiometrik
Pola daya tarik tidak hanya rasa suka dan tidak suka yang tidak beraturan namun merupakan sebuah jaringan hubungan sosial yang stabil (Doreian, 1986). Anggota kelompok dapat juga dirangking dari yang paling tidak disukai hingga yang paling disukai (Maassen, Akkermans, & Van der Linden, 1996). Orang-orang yang populer menerima nominasi sosiometrik yang paling positif dari kelompoknya; anggota kelompok yang ditolak terpilih saat anggota kelompoknya mengidentifikasi siapa yang tidak mereka sukai; anggota kelompok yang terabaikan menerima sedikit nominasi dari dua jenis nominasi diatas; dan anggota rata-rata disukai oleh beberapa anggota mereka (Coie, Dodge, & Kupersmidt, 1990;Newcomb, Bukowski, & Pattee, 1993).
Dalam banyak kasus, sub kelompok menunjukkan homophiley yaitu para anggota lebih mirip satu sama lain di dalamnya daripada dengan anggota kelompok total. Anggota kelompok juga sering membentuk dan memanipulasi golongan dalam kelompok yang lebih besar dengan cara memasukkan beberapa orang dan mengeluarkan beberapa orang secara sistematis (Adler & Adler, 1995).
Hubungan dalam kelompok atau ketertarikan antar anggota dalam kelompok tumbuh melalui proses deferensiasi sosiometrik, dimana anggota kelompok dibuat dari tidak kenal menjadi saling mengenal satu sama lain. Saling ketertarikan antar anggota cenderung resiprokal dan transitif, dan kelompok kecil atau koalisi sering bertahan dalam kelompok yang lebih homophily, daripada kelompok yang besar. Seperti yang dinyatakan dalam teori Keseimbangan Heider, struktur sosiometrik juga cenderung seimbang, dimana mereka sama-sama membuat pola yang koheren dan menyatukan seluruh anggota. Biasanya deferensiasi sosiometrik diwarnai individu yang mengharapkan kualitas ketertarikan sosial, seperti kemampuan kooperasi, tapi kedudukan sosial juga tergantung pada derajat dimana atribut individu sesuai dengan nilai kelompok.

Mempertahankan Keseimbangan Struktural
Menurut Heider, hubungan daya tarik dalam kelompok diseimbangkan saat hubungan itu saling cocok untuk membentuk kesatuan yang menyatu. Struktur sosiometrik dari kelompok yang lebih besar juga cenderung diseimbangkan. Secara umum, sebuah kelompok diseimbangkan jika
(1) semua hubungan bernilai positif atau
(2) ada jumlah genap hubungan negatif dalam kelompok.
Sebaliknya, kelompok tidak seimbang jika mereka berisi hubungan negatif yang bersifat ganjil.
Karena struktur sosiometrik yang tidak seimbang menimbulkan ketegangan antar anggotanya, maka orang-orang termotivasi untuk mengkoreksi ketidakseimbangan tersebut dan memulihkan keseimbangan kelompoknya.

Faktor Penentu Kedudukan Sosial
Popularitas seseorang ditentukan oleh faktor-faktor antar personal : kemiripan, sifat melengkapi, timbal balik, kualitas kepribadian, dan bahkan daya tarik fisik bisa mempengaruhi rangking sosiometrik seseorang dalam kelompoknya. Prediksi kedudukan sosial harus memperhitungkan kecocokan orang dengan kelompoknya – apakah sifat orang tersebut cocok dengan kualitas yang dihargai oleh kelompok tempat mereka berasal.
Penelitian mengenai dampak kecocokan orang dan kelompoknya terhadap kedudukan sosial mengatakan bahwa popularitas dalam suatu kelompok tidak menjamin popularitas di kelompok lain; seorang bintang sosiometrik dalam suatu kelompok bisa menjadi orang buangan dalam kelompok lain.

Jaringan Komunikasi
Jaringan komunikasi merupakan pola reguler dari pertukaran informasi antara anggota kelompok. Contohnya, banyak perusahaan mengadopsi jaringan komunikasi hirarkis yang menjelaskan bagaimana informasi disampaikan ke atas pada superior (pimpinan), ke bawah pada subordinat (bawahan), dan secara horizontal pada rekanan. Bahkan ketika tujuan formal tidak dibuat untuk mengorganisir komunikasi, jaringan komunikasi informal biasanya terbentuk seiring waktu.

• Sentralisasi dan Performa
Studi dari Leavitt dan peneliti lain menunjukkan bahwa salah satu keistimewaan dari jaringan adalah derajat dari sentralisasi (Shaw, 1964, 1978). Penemuan Leavitt menyarankan, kelompok dengan struktur yang tersentral cenderung menggunakan posisi pusat sebagai pusat memproses data, dan tipe pekerjaan ini adalah mengumpulkan informasi, mensintesanya, dan mengirimkannya kembali pada orang lain. Pada struktur desentralisasi, seperti lingkaran atau comcon (suatu jaringan dimana semua individu dapat berkomunikasi satu sama lain), banyaknya saluran atau chanel pada tiap posisi adalah sama, sehingga tidak ada posisi yang lebih sentral dari yang lain.
Leavitt dan peneliti lain menemukan bahwa jaringan yang tersentralisasi lebih efisien daripada jaringan desentralisasi. Pengecualian muncul ketika tugas yang sederhana diganti menjadi lebih kompleks, performa jaringan desentralisasi melebihi jaringan tersentralisasi. Shaw mencatat bahwa saturasi dapat muncul pada jaringan desentralisasi, namun ini menjadi lebih parah ketika kelompok dengan struktur tersentralisasi bekerja pada masalah yang kompleks (Shaw, 1964, p.126).
Subjek bisa dengan mudah memecahkan masalah dengan membandingkan semua kartu, tetapi Leavitt membatasi arus komunikasi. Ia akan membuka celah tertentu di dalam sekat, memisahkan peserta untuk menciptakan empat jenis jaringan: roda, rantai, Y, dan lingkaran ( lihat Figur 5-4). Di jaringan roda, seseorang di dalam kelompok memberitahukan semua orang, tetapi yang lainnya berkomunikasi hanya dengan individu menempatkan di poros/pusat kegiatan posisi. Orang-Orang di kursi terus memberikan informasi yang akurat. Di dalam Y, hanya satu nomor yang dapat digunakan untuk menghubungi satu orang yang lain. Dan di dalam lingkaran, semua anggota bisa saling berinteraksi dengan dua orang yang lain. Leavitt menyimpulkan semua termasuk lingkaran, anggota kelompok cenderung untuk mengirimkan informasi kepada anggota pusat, yang mengintegrasikan data dan memberikan suatu solusi. Ringkasan yang menyangkut data dengan mudah terpenuhi di dalam roda atau kemudi, ketika semua anggota bisa saling berhubungan secara langsung dengan anggota pusat, sedangkan di dalam Y dan rantai, penyatuan proses mengambil lebih panjang (Bavelas, 1948, 1950; Bavelas& Bartett, 1951; Leavitt, 1951).

• Efek Posisi
Mengingat penghuni posisi sentral biasanya melaporkan bahwa mereka sangat puas dengan struktur kelompok, anggota sekelilingnya menyatakan ketidakpuasannya. Tentu saja, semakin bergeser posisinya dari sentral, semakin tidak puas penghuninya. (Eisenberg, Monge, & Miller, 1983; Krackhardt & Porter, 1986; Lovaglia & Houser, 1996). Posisi dihubungkan tidak hanya untuk kepuasan dan kenikmatan tapi juga untuk mengalokasikan peran.

DINKEL Kelompok 10

October 8, 2007

Dosen Pengajar : Dr. Colichul Hadi, Drs. H. Machrus, MS, Ike Herdina, S,Psi. Psi. Achmat Chusairi S.Psi, Tri Kurniati Ambarini, S.Psi, M.Psi. Listyati S. Palupi, S. Psi

 

Kelompok : 10

 

Anggota :

Arlita lusiana wardani            110511182

Lenny marthiana                    110511185

Mahendra S                           110511190

Kartika p klara                      110511200

M T N Fuad                           110511212

Oktaviani                                110511237

Intergroup Relations( Hubungan Antar Kelompok ) Intergroup Relations merupakan suatu hubungan antar kelompok. Kelompok ada di mana-mana demikian pula dengan konflik antara mereka. Konflik di dalam kelompok muncul pada semua tingkatan organisasi. Hal ini berfokus pada sumber konflik yang ada di dalam kelompok dan bagaimana cara agar konflik itu dapat dipecahkan. Prasangka adalah salah satu pemicu timbulanya konflik antar kelompok, hal itu merupakan akibat dari adanya kontak-kontak sosial antara berbagai individu di dalam masyarakat. Intergroup Relation disebut juga sebagai dinamika yang terjadi antar kelompok dimana didalamnya terdapat usaha-usaha untuk mencapai tujuan  yang sama yang terbatas jumlahnya. Intergroup relation biasanya digunakan ketika ada kelompok yang memiliki tujuan yang sama dan tujuan tersebut mempunyai sifat terbatas. Intergroup relation digunakan atau dipakai dalam segala seting atau bidang dimana munculnya kelompok-kelompok dan muncul persaingan dalam mencapai tujuan tersebut. Pertanyaan spesifik mengenai siapa sajakan yang melakukan intergroup relation?, tentunya jawaban dari pertanyaan tersebut adalah kelompok-kelompok yang terdiri dari dua kelompok atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama sehingga terbentuklah intergroup relation, hal itu didasarkan karena adanya kebutuhan yang harus dipenuhi setiap anggota kelompok dalam mencapai tujuan mereka yang diharuskan berinteraksi satu sama lain, yang pada akhirnya terciptalah suatu hubungan kerjasama ataupun konflik. Seseorang tidak mungkin berprasangka bila tidak pernah mengalami kontak sosial dengan individu lain. Akan tetapi prasangka tidak semata-mata dimunculkan oleh faktor sosial. Faktor kepribadian turut berperan dalam menciptakan apakah seseorang mudah berprasangka atau tidak F   Competition and Conflict : Us VS ThemRealistic Conflict Theory merupakan  kerangka konseptual yang menjelaskan bahwa konflik intergroup disebabkan adanya kompetisi dalam mendapatkan komoditas langka, seperti bahan makanan, daerah kekuasaan, kesejahteraan, SDA, dan energi. Kompetisi adalah penyebab utama dari timbulnya perjuangan, pemberontakan, rasisme, persaingan antar suku, dan sebagainya. Persaingan memperebutkan sumberdaya yang terbatas seringkali berujung pada timbulnya konflik antara pihak-pihak yang berkompetisi. Konflik-konflik yang terjadi yang sering berupa kerusuhan dan kekerasan antar kelompok seringkali dipicu oleh prasangka. Sebaliknya, konflik antar kelompok yang membesar akan menyebarkan prasangka dan diskriminasi (Simpson & Yinger, 1965). Prasangka merupakan pemicu konflik sekaligus sebagai hasil dari konflik. Prasangka memicu konflik karena prasangka menciptakan kondisi hubungan sosial yang penuh ketegangan. Prasangka sebagai hasil dari konflik karena konsekuensi munculnya sikap permusuhan terhadap kelompok lain. Terdapat beberapa macam Competition and Conflict: Us Vs Them, yaitu:

  1. Competition and mutual distrust

Discontinuity effect : Daya saing kelompok yang terlihat nyata ketika mereka berinteraksi dengan kelompok lain. Sama halnya dengan daya saing individu ketika berinteraksi dengan individu lain. Proporsi persaingan kelompok melebihi proporsi persaingan individu yang berada dalam kelompok. Anggota kelompok ketika sendirian cenderung bersikap kooperatif, tetapi ketika mereka bergabung dalam kelompok sikap ini digantikan dengan daya kompetitif. Peneliti menghitung interaksi sosial sehari-hari dan menemukan bahwa aktivitas kelompok ditandai oleh adanya kompetisi yang sifatnya melebihi aktifitas orang-per-orang.

  1. Escalation of Conflict

Widmeyer & Mcguire menyatakan bahwa semakin sering kelompok bertemu, maka akan semakin sering pula para anggotanya bertindak agresif. Hal inilah yang dapat meningkatkan konflik. Beberapa macam bagian dari escalation of conflict, yaitu:

  1.  
    1. Conflict and Reciprocity

kelompok sebagaimana individu, ketika terjadi konflik mereka mengikuti norma resiprositas.

  1.  
    1. Power of Exploitation

Konflik disebabkan adanya kompetisi yang kemudian meningkatk menjadi proses eksploitasi.

  1.  
    1. Scapegoating and Conflict

Scapegoat and Conflict Theory, konflik intergroup yang menyatakan bahwa permusuhan mengakibatkan ketegangan yang disebabkan oleh keadaan lingkungan frustasi terkadang dilepaskan dengan mengambil tindakan permusuhan terhadap anggota kelompok sosial lain yang pada akhirnya menimbulkan konflik. Bilamana anggota kelompok menjadi frustrasi dan merasa tidak puas, mereka terkadang merespon dengan menyerang kelompok-kelompok yang menjauhi situasi mereka. Scapegoat and Conflict Theory menjelaskan mengapa kondisi-kondisi ekonomi membuat frustrasi sehingga sering menstimulat peningkatan dalam prasangka dan kekerasan.  F   Kategorisasi Sosial : Pikiran Kita Dan Mereka (Social Categorization : Perceiving Us & Them)Seorang anggota kelompok akan menolak kehadiran anggota kelompok lain bukan dikarenakan mereka takut atau harus bersaing dengan anggota kelompok lain tersebut, tetapi dikarenakan alasan sederhana yang menganggap bahwa anggota kelompok lain tersebut memang diperuntukkan bagi kelompok lain. Jadi pengkategorian sosial yang didasarkan pada persepsi “siapa kita” dan “siapa mereka”. Beberapa macam kategorisasi sosial, yaitu :1.      Ingroup/outgroup biasKategorisasi sosial mempunyai peran fundamental dalam membantu kita memahami dunia sekitar kita (Allport 1954). Melalui kategorisasi kita membedakan diri kita dengan orang lain, keluarga kita dengan keluarga lain, kelompok kita dengan kelompok lain, etnik kita dengan etnik lain. Pembedaan kategori ini bisa berdasarkan persamaan atau perbedaan. Misalnya persamaan tempat tinggal, garis keturunan, warna kulit, pekerjaan, kekayaan yang relatif sama dan sebagainya akan dikategorikan dalam kelompok yang sama. Sedangkan perbedaan dalam warna kulit, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan, tingkat pendidikan dan lainnya maka dikategorikan dalam kelompok yang berbeda. Mills memperkenalkan sebuah kategori untuk mengklasifikasikan masyarakat dalam dua kategori dasar sosial yaitu ingroup dan outgroup. Mereka yang memiliki kesamaan dengan diri kita akan dinilai satu kelompok dengan kita atau ingroup. Sedangkan mereka yang berbeda dengan kita akan dikategorikan sebagai outgroup. Seseorang pada saat yang sama bisa dikategorikan dalam ingroup ataupun outgroup sekaligus. Misalnya Sandi adalah tetangga kita, jadi sama-sama sebagai anggota kelompok pertetanggaan lingkungan RT. Pada saat yang sama ia merupakan lawan kita karena ia bekerja pada perusahaan saingan kita. Jadi, Sandi termasuk satu kelompok dengan kita (ingroup) sekaligus bukan sekelompok dengan kita (outgroup)Kategorisasi memiliki dua efek fundamental yakni melebih-lebihkan perbedaan antar kelompok dan meningkatkan kesamaan kelompok sendiri. Perbedaan antar kelompok yang ada cenderung dibesar-besarkan dan itu yang sering di ekspos sementara kesamaan yang ada cenderung untuk diabaikan. Disisi lain kesamaan yang dimiliki oleh kelompok cenderung sangat dilebih-lebihkan dan itu pula yang selalu diungkapkan. Sementara itu perbedaan yang ada cenderung diabaikan. Sebagai contoh perbedaan antara etnik jawa dan etnik batak akan cenderung di lebih-lebihkan, misalnya dalam bertutur kata dimana etnis jawa lembut dan etnis Batak kasar. Lalu, orang-orang seetnis cenderung untuk merasa sangat identik satu sama lain padahal sebenarnya diantara mereka relatif cukup berbeda. Ukuran kelompok adalah faktor penting dalam menilai apakah diantara anggota-anggotanya relatif sama ataukah plural. Kelompok minoritas menilai dirinya lebih similar dalam kelompok, sementara kelompok mayoritas menilai dirinya kurang similar. Anggota kelompok minoritas juga mengidentifikasikan diri lebih kuat ke dalam kelompok ketimbang anggota kelompok yang lebih besar. Kelompok yang minoritas juga menilai dirinya lebih berada didalam ancaman dibanding kelompok yang lebih besar. Keadaan ini menyebabkan kelompok minoritas tidak mudah percaya, sangat berhati-hati dan lebih mudah berprasangka terhadap kelompok mayoritas. Kecemasan berlebih itu tidak kondusif dalam harmonisasi hubungan sosial.  Karena sbagaimana yang dikatakan oleh Islam dan Hewstone (1993) hubungan yang cendrung meningkatkan kecemasan akan mengurangi sikap yang baik terhadap kelompok lain.Pengkategorian cenderung mengkontraskan antara dua pihak yang berbeda. Jika yang satu dinilai baik maka kelompok lain cenderung dinilai buruk. Kelompok sendiri biasanya akan dinilai baik, superior, dan layak dibanggakan untuk meningkatkan harga diri. Sementara itu disaat yang sama, kelompok lain cenderung dianggap buruk, inferior, dan memalukan. Keadaan ini bisa menimbulkan konflik karena masing-masing kelompok merasa paling baik. Keadaan konflik ini baik terbuka ataupun tidak melahirkan prasangka. Oakes, Haslam & Turner (1994) menyatakan bahwa kategorisasi sosial juga akan melahirkan diskriminasi antar kelompok jika memenuhi kondisi berikut :
Derajat subjek mengidentifikasi dengan kelompoknya. Semakin tinggi derajat identifikasi terhadap kelompok semakin tinggi kemungkinan melakukan diskriminasi.
Menonjol tidaknya kelompok lain yang relevan. Bila kelompok yang relevan cukup menonjol maka kecenderungan untuk terjadi diskriminasi juga besar.
Derajat dimana kelompok dibandingkan pada dimensi-dimensi itu (kesamaan, kedekatan, perbedaan yang ambigu). Semakin sama, semakin dekat, dan semakin ambigu yang dibandingkan maka kemungkinan diskriminasi akan mengecil.
Penting dan relevankah membandingkan dimensi-dimensi dengan identitas kelompok. Semakin penting dan relevan dimensi yang dibandingkan dengan identitas kelompok maka kemungkinan diskriminasi juga semakin besar.
Status relatif ingroup dan karakter perbedaan status antar kelompok yang dirasakan. Semakin besar perbedaan yang dirasakan maka diskriminasi juga semakin mungkin terjadi. Bagian-bagian dari
Ingroup/outgroup bias:

  1. Kategorisasi dan persahabatan (Categorization & Friendships)

Sherifs mendokumentasikan penyimpangan atau bias ingroup/outgroup ke dalam semua lapangan studi konflik intergroup mereka. The Sherifs menyatakan bahwa konflik dapat dicegah dengan cara :§                                 Memecah dua kelompok yang berkonflik menjadi dua bagian. §                                 Menggabungkan separuh kelompok yang satu dengan separuh kelompok lain yang berkonflik.

  1. Outgroup rejection

Penyimpangan ingroup atau outgroup adalah gabungan dari dua penyimpangan, suatu kecendrungan untuk kebaikan kelompok kita, anggota, dan produk, serta suatu kecendrungan untuk menyusutkan kelompok yang lain, anggota, dan produk (Brewer, 1979; Coser, 1956; Hinkle dan Schopler, 1986). Penyimpangan ini dalam ingroup/outgroup telah ditetapkan oleh sejumlah studi lain, tetapi banyak orang yang mengatakan bahwa ingroup lebih kuat dari pada penolakan outgroup. Sebagai contoh, nilai-nilai yang keluar dari permusuhan outgroup itu bukanlah suatu keperluan konsekuensi terhadap konflik. Penolakan membantu kelompok untuk menyelesaikan tindakan agresi dalam melawan pertentangan terhadap kelompok, akan tetapi kebencian outgroup, penolakan, dan penghinaan tidak selalu kovari dengan kohesi ingroup, penerimaan, dan atraksi. Marilynn Brewer setuju dengan kesimpulan Coser’s, bahwa konflik menciptakan ”persepsi terhadap kelompok sendiri  menjadi lebih baik”, walaupun outgroup tidaklah perlu untuk diprotes( Brewer 1979, p. 322; see also, Brewer, 1986; Brewer dan Brown, 1998).Brewer menyatakan bahwa ungkapan permusuhan outgroup tergantung pada sejumlah faktor situasi, yang mencakup persamaan anggota ingroup dan outgroup, serta mengantisipasi interaksi di masa datang, dibuat jenis evaluasi, dan kerjasama yang alami atau situasi intergroup yang kompetitif. kelompok yang gagal selama kontes intergroup, sebagai contoh lebih mungkin untuk menyusutkan kelompok lain  dibanding dengan menggolongkan kemenangan itu. Stephen Worchel dan para rekan kerja nya mendokumentasikan kecenderungan ini, meyakinkan sepasang kelompok mereka dalam  bersaing, bekerja sama, atau bekerja dengan bebas.Penolakkan dapat membantu suatu kelompok untuk membuang tindakan-tindakan agresif yang menentang kelompoknya. Outgroup Rejection tidak selalu berhubungan timbal balik dengan kohesivitas ingroup, penerimaan, dan ketertarikan.  

  1. Kategorisasi dan kohesi (Categorization & Cohesion)

Coser (1956), sebagai tambahan tehadap pernyatatan bahwa penyimpangan pro ingroup adalah lebih kuat dibandingkan anti penyimpangan outgroup, mengenali bahwa konflik intergroup mempunyai satu kegunaan pada bagian effek sampingnya, hal itu mencetuskan suatu kenaikan yang cepat di dalam kohesi.Konflik yang terjadi didalam ingrup atau outgrup, akan menjadikan suatu kelompok yang memiliki organisasi yang lebih baik, dan struktur kelompok yang lebih solid. Konflik antar kelompok dapat meningkatkan kohesivitas ingrup (Goldman, Stockbauer, & McAuliffe, 1997).

  1. Differentiation (perbedaan)

Coser juga mengusulkan bahwa ”konflik membantu untuk menetapkan dan memelihara batasan bentuk dan identitas kelompok”. keunikan norma-norma kelompok  juga dimulai untuk berkembang, dan jika satu kelompok mengadopsi suatu gaya tindakan, perilaku ini keras-keras ditolak oleh kelompok lain.Masing-masing kelompok cenderung untuk menekankan perbedaan kelompok mereka (Sherift, 1966). Ketika orang dari budaya berbeda menemukan dirinya berada dalam konflik, mereka sering mengadopsi dialek, aksen, atau bentuk bahasa yang unik bagi kelompoknya sendiri dan asing bagi kelompok lain (Giles, 1997; Giles&Johnson, 1981; Krauss&Chiu, 1998).

  1. Double-standard thinking

Kelompok cenderung menggunakan Double Standard Thinking ketika mengevaluasi perilakunya sendiri dan bahkan perilaku kelompok lain. ketika kita menolak untuk menyerah terhadap ancaman (yang mana disebut dengan permintaan), kita adalah seorang pemberani, meskipun mereka menganggap kita keras kepala. Merasa bangga atas kelompok kita sendiri disebut nationalisme, meskipun kelompok lain mengatakan sebagai bukti dari etnosentris. Orang-orang akan memutuskan perilaku yang ditampilkan oleh kelompoknya sendiri secara positif, tapi mereka secara negatif akan mengevaluasi perilku yang sama itu ketika mereka tampil dengan kelompok lain (Oskamp&Hartry, 1968).2.      Cognitive consequences of categorizationKategorisasi merupakan proses kognitif otomatis, dimana secara cepat menempatkan orang lain ke dalam kategori-kategori tertentu tanpa melalui pertimbangan. Tetapi sekali waktu individu dikenali sebagai seorang anggota kelompok kita atau beberapa kelompok lain, kita kerepotan untuk menggeneralisasikan tentang kualitas mereka, minat mereka, dan menganggap mereka tidak tampak. Bagaimanapun, generalisasi ini sering overgeneralization yang mendorong pada proses kategorisasi dibandingkan oleh fakta dari pikiran kita.Bagian-bagian dari Cognitive consequences of categorization:

  1. Outgroup homogeneity bias

Kebanyakan anggota kelompok cepat menilai banyaknya karakteristik yang berbeda dengan mereka dari anggota kelompok mereka yang lain. Kencendrungan perseptual untuk mengasumsikan bahwa anggota dari kelompok lain masing-masing sangat serupa atau sama dengan yang lain, sedangkan keanggotaan kelompok kita sendiri lebih heterogen (outgroup/tidak sama), dan kecendrungan perseptual untuk mengasumsikan bahwa kelompok kita sendiri berbeda atau bermacam-macam dan heterogen, dengan anggota yang mempunyai kualitas sendiri yang membedakan mereka dari masing-masing anggota yang lain atau orang lain (ingroup differentiation bias). Berbagai macam studi tentang ingroup maupun outgroup, wanita versus laki-laki, imu jurusan fisika versus jurusan menari, perkumpulan mahasiswi A versus perkumpulan mahasiswi B, Canadians versus Amerika asli, dan hitam versus putih, dokumentasi ini disebut juga sebagai penyimpangan homogenitas outgroup, kecendrungan terhadap  orang-orang yang mengasumsikan bahwa outgroup itu jauh lebih homogen dibandingkan ingroup (Judd dan Park, 1988; Linville dan Fisher, 1998; Ostrom dan Sedikides, 1992). Penyimpangan homogenitas dilengkapi dengan penyimpangan perbedaan ingroup. anggota menggolongkan conceptualizations tentang kelompok yang lain lebih sederhana dan tidak dibedakan, tetapi ketika mereka berbalik lagi ke kelompok mereka sendiri, mereka mencatat adanya keanekaragaman serta kompleksitasnya (Linville, 1982; Linville, Fischer, dan Salovey, 1989; Linville, Fischer, dan Yoon, 1996; Park dan Rothbart, 1982). Homogenity bias merupakan pelengkap dari differentiation bias, bias homogenitas outgroup tidak selalu muncul pada setiap setting intergroup, homogenity bias ini selalu terjadi ketika ingroup terjadi kecurangan di satu sisi yang lain.

  1. Judgmental biases

Dua sisi tentang penyimpanga ingroup maupun outgroup juga terbukti ketika anggota kelompok mengadili produk kualitas kelompok mereka. Contohnya anggota kelompok band rock tidak hanya berfikir bahwa musik itu sangat bagus, tetapi juga mempertimbangkan suatu kelompok saingan musik yang lebih rendah. Satu kelompok etnik membanggakan diri mereka sendiri atas tradisinya dan juga memandang tradisi kelompok lain dengan penghinaan. Satu tim  penelitian berpikir bahwa teori itu menjelaskan konflik intergroup sambil mengkritik teori penelitian lain sebagai inadequated (tidak cukup)Macam-macam judgmental biases:      §                                 Ingroup Homogenity Bias : kecenderungan anggota kelompok untuk mengamsusikan bahwa kelompok mereka adalah homogen, dengan anggota kelompok berbagi beberapa kualitas yang sama : kebalikan dari Ingroup differentiation bias. §                                 Linguistic Intergroup Bias : kecenderungan untuk menyampaikan hal-hal yang positif dalam kelompok dalam (ingroup) dan tingkah laku yang negative pada kelompok luar (outgroup) lebih abstrak daripada tingkah laku yang positif pada kelompok dalam dan tingkah laku yang negative pada kelompok luar (outgroup).

  1. Group Attribution Error

Anggota kelompok mempunyai kecenderungan untuk membuat pernyataan yang luas tentang observasi terhadap satu atau dua anggota kelompok secara lengkap. Proses yang berlawanan, memperkirakan bahwa karakteristik dari individu dalam suatu kelompok dapat ditarik kesimpulan dari karakteristik umum dari seluruh kelompok, dapat menyesatkan kita. Jika kita mengetahui kedudukan kelompok kita terhadap suatu publikasi (issue), kita akan malas untuk mengasumsikan bahwa tiap orang dari kita setuju dengan kedudukan tersebut. Ketika kita mengetahui kedudukan dari kelompk-kelompok yang lain, bagaimanapun, kita jauh lebih rela untuk mengasumsikan bahwa masing-masing dan setiap orang dalam kelompok itu setuju dengan kedudukannya tersebut.

  1. Stereotypes

Kategorisasi group membuatnya mungkin bagi kita untuk membedakan diantara anggota group kita dan anggota grup lain. Generalisasi kognitif tentang kualitas dan karakteristik anggota dari group tertentu atau kategori sosial. Stereotypes berfungsi sebagai peralatan penghematan tenaga kerja kognitif dengan membantu kita membuat penilaian cepat tentang orang berdasarkan pada keanggotaan kategori mereka. (McCauley, Stitt, & Segal, 1980; Miller, 1982). Stereotypes cenderung untuk dilebih-lebihkan daripada akurat, negatif daripada positif, dan melawan ke revisi bahkan ketika kita menghadapi individu secara langsung tidak memperkuat mereka (Linville, 1982; Stephan & Rosenfield, 1982). Stereotypes juga mempengaruhi apa yang kita ingat dan lupakan, untuk mengingat kembali informasi kami yang konsisten dengan stereotypes kami seringkali unggul untuk mengingat kembali dari informasi stereotypes  yang tidak konsisten.Steorotypes mengarah pada hal yang cenderung dilebih-lebihkan dibanding akurat, negatif dibanding positif dan bersifat melawan dibanding perbaikan, walaupun kita telah menghadapi secara individual namun secara tidak langsung kita mengkonfirmasi mereka untuk cenderung tidak memiliki kepercayaan yang rasional, dibanding dengan kejujuran dalam sebuah kekurangan konsep. Allport menulis bahwa “berperasangka menjadi prasangka hanya jika kita tidak dapat menerima apabila ada pemaparan baru.Wallter Lipman adalah orang pertama yang menggunakan kata steorotypes untuk mendeskripsikan perasaan dalam asumsi mengenai seseorang, perdebatan antara pertentangan diskriminasi steorotypes karena ini menandakan fakta itu sendiri yang secara nyata menjamin fakta-fakta ketika kita melihat seseorang melalui mata dengan mengarah pada steorotypes kita mengalami kekurangan penerimaan dan kekurangan jenis orang dan kejadian. Terkadang hanya apa yang kita sadari dari kesalaha ini,untuk menjadi steorotypes yang memproteksi dengan mengkonfirmasi agar dapat mengarah untuk menegaskan validitasnya.Terkadang kita memiliki interpretasi informasi yang ambigu jadi ini akan menyamakan pengharapan kita, kekurangan pertentangan steorotypes karena kita menganggap fakta sampai kita mendapat apa yang kita harapkan. Steorotypes juga mempengaruhi apa yang kita ingat dan lupakan untuk pengulangan informasi yang tetap dengan steorotype kita terkadang menjadi hal yang lebih untuk pengulangan steorotype pada informasi yang tidak tetap bias ingatan akan menjelaskan korelasi ilusi yang mengarah pada kekuatan overestimate dalam hubungan antara tidak da karakteristik dalam kelompok luar, karena kita mengharap kelompok luar untuk bersatu dalam perilaku negatif dan kita mnegingat waktu kita melakukan hal negatif dibanding dengan hal yang positif kita merasa mempertahankan pikiran yang mengarah pada perilaku negatif yang berkorelasi dan kelompok luar. 3.      Apakah kategori menyebabkan konflik?Kategori walaupun merupakan salah satu hal yang penting dalam kognitif untuk mengerti diri kita sendiri dan yang lain. Batasan dalam persepsi kita ketika kita memberikan bahan impresi dalam mengarah pada steorotype dan pengarahan yang lain, kita mengalami pengertian yang berlebihan tentang komplektisitas dalam kelompok luar, tatapan yang berlebihan yang tidak tetap dengan apa yang kita harapkan dan bahan pertimbangan yang lebih ekstrim yang biasanya kita lakukan. Beberapa kategori yang menyababkan konflik:

  1. Indentifikasi sosial dan kategorisasi.

Tajfel dan kampusnya mengarah untuk mengidentifikasi teori sosial untuk menjelaskan bias yang didokumentasikan dalam situasi kelompok.teori ini lebih mengarahkan pada asumsi bahwa kelompok dapat mempengaruhi nilai stress kelompok yang lain dalam kelompok memberi nilai pada penilaian relatif kelompok untuk yang lain, ini akan merubah harga dalam tiap-tiap pribadi. Penelitian untuk mengkonfirmasi beberapa, tetapi tidak semua teori identifikasi sosial mengasumsi mengenai sumber yang berada didalam maupun diluar kelompok.

  1. Konflik dan pengeluaran

Penelitian menunjukan bahwa kemiripan kelompok adalah strategi ketika mereka bertanya pada orang untuk menghitung kadar religius kelompok dan anggota di kelompok agama lainnya, sebagai sebuah penerimaan sejauh mana kelompok ini lebih memiliki kualitas yang positif untuk kelompok mereka dan kualitas yang lebih negatif diluar kelompok. Hal yang menetap ketika diadakan pembelajaran didalam maupun  diluar kelompok bias, bagaimanapun juga bias ini tidak merupakan prediktor individual yang sangat kuat.

  1. Bias evolusi

Seleksi natural untuk sosial, bagaimanapun juga hanya dapat diaplikasikan pada suatu kelompok dalam suku atau kelompok kecil, banyak kemungkinan yang menyebabkan manusia yang hidup di suku terdiri dari orang yang secara genetiknya mirip.Setelah masa yang lalu dengan adanya proses seleksi alam akan menjadi dasar dalam kelangsungan hidup manusia untuk mengadapakn persiapan dalam menghadapi respon yang positif dalam kelompok dan negatif diluar kelompok. F   Resolving intergroup conflict: uniting us and them1.      Intergroup contactHubungan hipotesis adalah prediksi sama dalam status hubungan antara anggota dalam perbedaan kelompok yang akan mengurangi konflik antar kelompok.Penelitian Robbers Cave mencooba untuk pertama kali mengurangi konflik dengan menyatukan kelompok dalam kegiatan yang sama, campur tangan dalam hubungan dimana mengambil diluar atau didalam bias kelompok yang akan memudarkan jika orang lebih tertarik untuk menjadi anggota dalam kelompok luar secara teratur.         Kebohongan dalam hubungan merupakan perasaan yang mengingatkan dalam hubungan sosial dalam integrasi,pertukaran kebudayaan antar mahasiswa dan olimpiade, tapi hubungan meninggalkan banyak hal sebagai bagian dalam membentuk konflik dalam kelompok. Kompetisi antar kelompok mempelajari musuh jika hanya satu cara untuk mempersatukan mereka lebih pada mempelajari hubungan yang diaktifkan.2.      Beyond contact: promoting intergroup cooperationKetika hubungan yang simpel antara anggota kelompok kalah dibanding untuk menenangkan kebencian mereka maka sherif mengambil situasi hubungan sebagai satu langkah lebih lanjut  mereka dan kekuatan anak laki-laki untuk bekerja dalam tujuan yang lebih tinggi. Tujuan yang lebih tinggi adalah tujuan yang hanya akan bisa dicapai jika ada dua atu lebih kelompok bekerja bersama dalam penyatuan dalam usaha sumber daya merekaPemaksaan darurat dalam kelompok untuk bekerja sama. Stress anggota dalam kepentingan untuk bersama-sama dalam bekerja sama dan memberikan perlakuan yang sama pada laki-laki. Situasi juga membuat pemaksaan pada kelompok laki-laki untuk bekerja dengan anggota kelompok untuk kelompok luar agar bisa dalam waktu yang penting.perubahan yang diserang pada laki-laki diluar maupun didlam kelompok membias dan secara langsung menyimpan kesatuan mereka.3.   Building intergroup cooperationwright menemukan bahwa dua anggota dalam kelompok yang telah diubah sebagai teman menjadi lebih positif ke arah kelompok luar yang lebih penting lagi bagaimanapun kepositifan ini menyamaratakan sisa dari kelompok sungguhpun anggota kelompok lain  tidak pernah menyadari diri mereka mengembangkan anggota hal yang kecil yaitu dalam persahabatan kelompok luar pengetahuan yang seseorang di kelompok mereka dianggap sebagai suatu outgroup anggota untuk lebih menyamratakan bias.Pengalaman intergroup yang membawa kesuksesan akan lebih efektif dibanding dengan pengalaman intergroup  yang membawa pada pengeluaran yang lebih negatif. Seperti reinforcement yang positif akan menghasilkan sugesti, ketika kelompok membangun untuk sukses dalam cahaya hangat akan menggenerasikan pada outgroup dan membuat interaksi dalam kelompok, jika suatu kelompok jatuh maka effek asosiasi negatif akan menghasilkan pengalaman yang negatif dan penampilan yang kuang memuaskan.Ketika intergroup bekerjasama menghasilkan kegagalan kelompok luar akan tetap ditolak, beberapa pembelajaran menghasilkan efek dan mengidentifkasikan dibanding kekurangan alasan karena adanya kegagalan, pengalaman yang merusak dalam bekerjasama,hanya akan melayani dalam kelompok.4.      Cooperative Learning GroupsSherifs menggambarkan bahwa sebuah hubungan dapat menimbulkan konflik jika tidak dapat menghilangkan pengaruh harapan seseorang, stereotipe, dan emosi negatif yang dapat menghasilkan konflik. Demikian juga, studi yang dilakukan oleh sekolah-sekolah umum di Amerika menyatakan bahwa penghilangan perbedaan sering gagal untuk mencegah berkurangnya prasangka negatif terhadap ras dan etnik tertentu. Meskipun sekolah berusaha untuk menggabungkan mereka menjadi satu yang terdiri dari murid-murid yang berasal dari kelompok-kelompok berbeda ke dalam suatu hubungan, mereka jarang sekali mempertimbangkan kerja sama antar kelompok (Amir, 1969, 1976; Cook, 1985; Schofield, 1978; Worchel, 1986 dalam Forsyith 4th ed.). Sehingga pihak sekolah di Amerika gagal untuk menumbuhkan hubungan positif antar kelompok dan para staf sekolah secara terbuka memperrlihatkan sikap bermusuhan terhadap anggota kelompok yang lain (Brewer&Miller, 1984). Beberapa sekolah, mengelompokkan para siswanya berdasarkan latar belakang pendidikan (Schofield, 1978).            Program desegregation akan mengurangi prasangka yang timbul hanya jika sekolah mendukung program tersebut. Salah satu cara yang telah terbukti berhasil untuk menciptakan kelompok yang kooperatif adalah dengan cara menggabungkan orang-orang yang berbeda ras dalam satu kelompok di satu kelas. Pada metode jigsaw, misalnya murid-murid dari ras dan etnik yang berbeda ditugaskan untuk mempelajari materi dalam satu kelompok. Tugas kelompok tersebut hanya dapat selesai jika tiap-tiap individu dari kelompok dapat saling bekerja sama. Materi tersebut dibagi dalam beberapa sub materi, dan tiap-tiap individu harus menguasai sub materi yang dibebankan kepada mereka serta mengerjakan sub materi tersebut kepada anggota yang lain. Dalam manajemen kelas, misalnya, guru membagi kelompok yang terdiri dari tiga orang, tiap-tiap orang ditugasi salah satu dari topik-topik seperti sistem yuridis (the Supreme Court of United States), tugas dan kekuasaan dari badan eksekutif (the President’s office), dan fungsi dari badan legislatif (Congress). Murid-murid yang mempunyai submateri yang sama dikelompokkan ke dalam kelompok yang sama, kemudian mereka membahas submateri tersebut. Setelah selesai mereka kembali ke kelompok yang terdiri dari tiga orang dan menjelaskan submateri tersebut satu sama lain. Jadi, metode Jigsaw menggunakan dua teknik yaitu group learning dan student-teaching techniques (Aronson, Stephan, Sikes, Blaney, & Snapp, 1978).            Pembelajaran dalam kelas yang menggunakan sistem pembelajaran yang kooperatif menunjukkan hasil yang menjanjikan. Ketika peneliti menggabungkan hasil dari 31 studi penelitian secara statistik, mereka menemukan bahwa permusuhan dalam kelompok atau luar kelompok dapat dikurangi dengan pembelajaran yang kooperatif (Johnsohn, Johnson & Maruyama, 1984). F   Cognitive Cures for Conflict (Penyembuhan konflik secara kognitif)            Hubungan yang kooperatif tidak hanya memberikan interaksi diantara orang-orang yang sebelumnya bermusuhan. Ketika individu-individu bekerja sama dengan kelompok di luar kelompok mereka, mereka menghilangkan pemikiran “us versus them”, pemujaan yang berlebihan terhadap kelompok mereka, penolakan terhadap kelompok lain, dan stereotipe (Brewer&Brown, 1998; Brewer&Miller, 1984; Miller&Brewer, 1986a, 1986b).            Berikut ini adalah metode-metode yang digunakan pada penyembuhan konflik secara kognitif, yakni:1.      DecategorizationMenekankan pada individualitas pada masing-masing orang-orang dalam kelompok. Misalnya, individu melihat out-group sebagai kelompok yang membenci in-group nya, tapi ternyata ada individu lain dalam out-group tersebut yang tidak membenci in-group nya. Sehingga individu dalam in-group tersebut, melihat out-group bukan sebagai kelompok tapi sebagai individu per individu. 2.      RecategorizationMetode yang digunakan untuk mengurangi kategorisasi sosial dengan menggabungkan kelompok-kelompok yang mengalami konflik dalam satu kelompok.3.      Cross-categorizationMengurangi dampak persepsi dari kategorisasi sosial dengan mempertimbangkan keanggotaan masing-masing individu pada kelompok sosial atau kategori yang tidak berhubungan dengan ketegangan dalam in-group atau out-group. 4.      Controlling Stereotyped ThinkingMengontrol pemikiran kita sendiri akan stereotipe terhadap kelompok lain. Menurut penelitian Patricia, orang yang tidak percaya sepenuhnya pada stereotipe akan berpandangan bahwa orang kulit hitam dan orang kulit putih itu sama saja dan tidak adil bahwa seseorang dinilai hanya berdasarkan warna kulit. F   Manajemen Konflik            Seseorang  seringkali mencoba menyelesaikan konflik dengan melakukan tawar menawar dan negosiasi. Beberapa metode yang digunakan, meliputi mempertemukan setiap orang yang ada dalam kelompok dan mendiskusikan masalah yang mereka hadapi kemudian mencari solusi yang tepat. Pada konflik yang terjadi antar dua kelompok masing-masing mencatat masalah yang bersumber dari ketidakpuasan. Selanjutnya mereka bersama-sama membicarakan setiap isu dan mencari pemecahan masalah yang dapat memuaskan keduanya. Ketika sebuah isu telah terpecahkan, proses negosiasi merupakan langkah berikutnya.             Namun sayangnya, hanya beberapa orang yang memiliki keahlian khusus untuk mengatur konflik intergroup secara efektif. Negosiasi, untuk sebagian orang merupakan salah satu bentuk kompetisi yang dikategorikan dalam bentuk kerja sama.      Penyelesaian konflik: KesimpulanDalam bukunya The Nature of Prejudice, Gordon W. Allport menulis bahwa, “konflik seperti notasi pada organ. Notasi tersebut dirancang bahwa semua prasangka dibiasakan untuk dimasukkan ke dalam suatu getaran secara bersama. Pendengar hampir tidak dapat membedakan notasi awal atau notasi sebenarnya dari suara yang dimainkan.”            Dalam eksperimen Sherif dan rekan, ia menciptakan semacam “suara gemerincing” dengan percobaan the Robbers Cave (gua pencuri). Dalam percobaanya yang terdiri dari dua kelompok, yakni the Rattlers dan the Eagles, mereka adalah anak laki-laki yang sedang berkemah, tetapi kemudian muncul konflik diantara mereka yang disebabkan oleh perselisihan antar ras, antar daerah dan antar negara bagian. Tetapi dalam eksperimen the Robbers Cave ternyata pendapat yang sifatnya bijaksana dapat menyelesaikan konflik. Jadi pemecahan atas suatu masalah dapat menghasilkan optimisme. Dan ketika tiba saatnya mereka kembali ke Oklahoma, beberapa anggota kelompok yang tadinya berselisih, menanyakan apakah mereka dapat pulang bersama dalam satu bus. Sherif dan rekan dalam eksperimen tersebut menciptakan sebuah konflik untuk anak-anak lelaki yang mengikuti eksperimennya, dan mereka dapat menyelesaikannya. Jika konflik yang ada dalam eksperimen Sherif yang berjudul the Robbers Cave dapat berakhir dengan damai, maka konflik-konflik lainpun dapat terselesaikan dengan baik.  

DINKEL Kelompok 8

October 8, 2007

Dosen Pengajar : Dr. Colichul Hadi, Drs. H. Machrus, MS, Ike Herdina, S,Psi. Psi. Achmat Chusairi S.Psi, Tri Kurniati Ambarini, S.Psi, M.Psi. Listyati S. Palupi, S. Psi

Kelompok : 8

Anggota :

1.     Amalia Yustisia P                   (110511223)

2.     Frisca Dina K.S            (110511226)

3.     Suci Wisayanti              (110511228)

4.     Laksmita Widia            (110511229)

5.     Meidi Riya K                 (110511240)

6.     Ika Resty N                   (110511246)

Materi: Group proses, permasalahan yang efektif diputuskan dalam  kelompok, pemahaman groupthink

 GROUPS PROCESSES 

What is a group? Poperties and processes

Setiap kelompok memiliki keunikan sendiri-sendiri.  Suatu rombongan seniman yang mengesankan tidak akan ada lagi,  pelukis dalam kelompok memiliki keunikan pada keseniman mereka dan sangat jarang ditemui. Pemain dari tim olehraga rugby, memiliki perjuangan untuk bertahan hidup. Kelompok ini, selain memiliki karakteristik yang berbada, juga menguasai kekuasaan dan dinamika yang uum pada semua kelompok. Pada pembicaraan café mereka, para seniman bertengkar mengenai siapa yang benar dan siapa yang salah seperti kebanyakan kelompok lainnya. Tim rugby menghasilkan goal seperti pekerjaan tim yang lainnya.

Interaction. Anggota kelompok melakukan sesuatu dengan masing-masing anggota yang lain. Jika kamu mengamati senima perancis, kamu akan dapat melihat salah satu dari mereka menawarkan saran, perubahan cerita tentang kesulitan mereka, dan menganyakan tentang reaksi dari pekerjaan mereka. Tanpa melihat seting dari suatu kelompok, anggota kelompok pada umumnya menyiratkan beberapa untuk dari interaksi sosial antara anggota kelompok.

Interaksi kelompok berasal dari berbagai macam samaran, tetapi banyak dari keterlibatan interaksi sekita tugas-tuas kelompok yang harus terpenuhi. Pada kebanyakan kelompok,  anggota harus berkoordinasi dengan berbagai macam kemampuan, sumber daya, dan motivasi sehingga kelompok tersebut dapat membuat suatu keputusan, menghasikan sebuah produk, atau mencapai suatu kemenangan.

Interaksi yang lain yang tumbuh dari interpersonal atau sosioemosional, merupakan bagian dari kehidupan kelompok. Ketika salah satu dari seniman bimbang atau membutuhkan dukungan keuangan, yang lainnya akan menolongnya dengan berbagai macam kata-kata atau uang. 

Structure. Interaksi anggota kelomok terorganisasi dan saling berhubungan. Anatara seniman, diskusi mengenai salah satu seni selalu dilibatkan oleh persahabatan mereka, untuk seniman yang tidak menyukai pendapat masing-masing yang lain lebih dari seniman yang menyukai satu sama lain.

Keteraturan ini mencerminkan struktur kelompok : pola yang stabil dari hubungan antara anggota. Misalnya, spesifikasi dari perilaku yang umum diharapkan dari orang-orang yang menduduki posisi yang berbeda dalam kelompok . Aturan dari pemimpin dan pengikut menjadi pokok dalam banyak kelompok, tetapi aturan yang lain- pencari informasi, pemberi informasi, elaborator, tehnisi prosedur, pendorong, compromiser harmonizer-mungkin muncul dalam suatu kelompok. Tindakan anggota kelompok dan interaksi juga terbentuk oleh norma kelompok mereka; consensus standar yang menggambarkan perilaku yang seharusnya dan tidak seharusnya ditunjukkan dalam konteks yang diberikan.

Aturan, norma, dan aspek-aspek structural yang lain dalam kelompok walaupun tidak terlihat dan sering tidak tercatat, merupakan pusat dari kebanyakan proses dinamika. Ketika seseorang pertama kali bergabung dalam kelompok, mereka menghabiskan waktunya pada awalnya untuk mencoba mendatangkan masukan sesuai permintaan aturan mereka. Jika mereka tidak menemukan aturan yang diminta, mereka mungkin akan menyisakan anggota dalam waktu yang lama. Norma selama kelompok ditentukan dan negosiasi kembali sepanjang waktu, dan konflik sering memunculkan sebagai norma ya keras dari seseorang. Dalam pertemuan kelompok, opini dari status tertinggi membawa beban yang lebih berat dari tingkatan data anggota. Ketika beberapa bentuk subgroup anggota dalam kelompok yang lebih besar, mereka menggunakan keterlibatan yang lebih pada istirahat kelompok. Dan ketika orang-orang menyusun penempatan mereka pada pusat kegiatan dari pola pertukaran informasi kelompok, mereka melibatkan peningkatan yang lain. Jika kamu memilih hanya satu aspek dari sebuah kelompok pembelajaran, kamu kemungkinan akan mempelajari kebanyakan strukturnya.

Group Cohesion. Kekuatan dari ikatan hubungan anggota dengan yang lain dan kelompok mereka-disebut group kohesi-menentukan kesatuan mereka, keesaan, dan solidaritas. Kelompok saling bertukar dalam level kedekatan mereka.  

 Social Identity. Bagian yang menyangkut self-concept berasal dari keanggotaan seseorang di dalam kategori dan kelompok sosial; self-conceptions dilihat dari keanggotaan bersama yang menyangkut kategori atau kelompok.Goals. Kelompok biasanya terbentuk untuk satu alasan. Dalam kelompok, kita memecahkan masalah, menciptakan produk, menciptakan standard, pengetahuan komunikasi, kesenangan, melaksanakan seni, menciptakan institusi, dan bahkan memastikan keselamatan kita untuk serangan oleh kelompok yang lain. Singkatnya, kelompok membuat segalanya menjadi lebih mudah untuk mencapai tujuan. Group Dynamic. studi kelompok ilmiah; suatu terminologi umum untuk group proses. GROUPS AS DECISION MAKERS 

            Manusia bukan hanya sebagai makhluk social tetapi juga makhluk berpikir. Ketika menghadapi masalah untuk mencapai tujuan, manusia memakai kemampuan problem solving untuk menyelesaikan masalah. Di saat membuat keputusan dalam menyelesaikan masalah, manusia harus memilih diantara banyaknya alternatif, dan dalam membuat keputusan yang tepat, mereka relatif mempertimbangkan peluang jasa yang tersedia pada mereka.

            Seseorang sering melaksanakan aktivitas kognitif seperti saat terisolasi, tetapi ketika informasi diproses sangat pantas untuk dipertimbangkan atau konsekuensinya sangat besar, mereka melakukannya dalam kelompok. Tentu saja, suatu model pengambilan keputusan kolektif berasumsi bahwa kelompok, seperti individu, mencari-cari dan memproses yang ada hubungannya dengan informasi untuk melaksanakan tugas.

·        Mengingat Informasi

Manusia selalu percaya pada kelompok untuk membuat keputusan dan menyelesaikan masalah karena dalam kelompok mempunyai pemecahan informasi yang baik daripada seorang saja. Seseorang mungkin mengetahui banyak sekali namun sedikit dari mereka dapat bersaing untuk menyatukan ingatan dalam sebuah kelompok.

Pemikiran dua orang lebih baik daripada hanya satu orang saja karena dapat menyimpan banyak informasi, selain itu mereka dapat mengkolaborasikan ketika menghasilkan pemikiran dan ketika menyegarkan informasi dari waktu ke waktu.

ü      Collective Information – Processing Model

Keterangan teoritis secara luas dalam membuat keputusan pada kelompok; kelompok mengkombinasikan informasi kemudian diskusi kelompok dan memproses informasi tersebut untuk membuat keputusan, pilihan, dan judgements.

ü      Collective Memory

Kombinasi memori kelompok, termasuk memori pada tiap angota kelompok berbagi mental model, dan transactive memory system.

ü      Transactive Memory System

Sebuah proses dimana informasi yang akan didistribusikan kepada bermacam-macam anggota dari kelompok, yang dipercaya dapat memberikan informasi yang dibutuhkan.

ü      Cross Cuing

Ketika anggota kelompok mendiskusikan informasi, salah satu anggota memberikan kata-kata kunci untuk mempermudah mengingat informasi sehinga mereka tidak dapat mengingatnya kalau bekerja sendiri.

·        Memproses Informasi

Kelompok tidak hanya memperoleh berbagai informasi. Mereka juga harus memproses informasi lebih lanjutyang telah didiskusikan.

Beberapa tahapan dalam memproses informasi, yaitu orientation stage, kelompok mengidentifikasikan masalah yang akan diselesaikan, pilihan yang harus diperbuat, atau konflik yang membutuhkan resolusi. Kemudian discussion stage, kelompok mengumpulkan dan mengolah informasi yang dibutuhkan tentang situasi yang dihadapi untuk membuat keputusan akhir. Pada decision stage, kelompok memilih solusi dari suatu consensus, bargaining, voting, atau menggunakan beberapa proses pengambilan keputusan social lainnya. Yang terakhir implementation, kebanyak terjadi dan dampak menyangkut keputusan terakhir.

ü      Tahap Orientasi (orientation stage)

Anggota  diperkenalkan masalah yang sedang dihadapi ke anggota lainnya, masalah tersebut digambarkan dan langkah-langkah yang diambil dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

Kelompok meluangkan waktu dengan bebas dari struktur pendekatan mereka kepada tugas mereka, biasanya mereka melaksanakannya tanpa perencanaan pertama pada aktivitas mereka, tetapi anggota kelompok jarang menunjukkan perhatian yang sedang direncanakan.

Ketika kelompok diberi suatu tugas, kecenderungan pertama yang mereka lakukan adalah untuk memulai pekerjaan mereka dibandingkan dengan mempertimbangkan isu process-related.

Angota kelompok juga percaya bahwa kegiatan perencanaan-perencanaan adalah lebih sedikit penting dibandingkan dengan aktivitas tugas yang nyata, bahkan ketika mereka melanjutkan perencanaan yang tepat adalah kritis.

Perencanaan proses juga memimpin kea rah hal positif yang lebih menilai atmosfer kelompok, terlebih pada interaksi lisan, keputusan lebih besar dengan kepemimpinan, dan fleksibilitas di dalam tugas yang melakukanya.

ü      Tahap Diskusi (discussion stage)

Sepanjang langkah diskusi, panitia mengumpulkan dan memproses informasi itu diperlukan untuk membuat keputusan terakhirnya. Anggota memintanya untuk bertanya, dan orang lain menawarkan jawaban. Anggota kelompok mengkritik masing-masing gagasan lain, ketika diperlukan, dan menawarkan untuk mengoreksi ketika mereka mencatat kesalahan. Anggota kelompok juga memonitor pekerjaan mereka dan turut campur sebagaimana yang diperlukan untuk membawa kelompok kembali pada tugas.Sama halnya periode orientasi yang penting untuk mengambil keputusan yang efektif, maka waktu yang dihabiskan di dalam diskusi aktip yang meningkatkan mutu dari  keputusan kelompok ( Katz& Tushman, 1979). Kapan peneliti memonitor kelompok komunikasi anggota yang sedang aktip pada suatu masalah yang bisa dipecahkan hanya dengan peruntunan tanggapan individu, mereka menemukan bahwa pemanfaatan kelompok dari informasi yang penting melalui diskusi membuktikan untuk menjadi peramal sukses yang terbaik ( Lanzetta& Roby, 1960). Lebih dari itu, kelompok proyek menggolongkan di dalam suatu perguruan tinggi menjadi lebih sukses ketika anggotanya dengan aktip membahas tentang tugas mereka ( Harpa& Askling, 1980) Ilmu dinamika kelompokTABEL 11-1 KELOMPOK MEMPROSES PENGARUH ITU ADALAH EFEKTIVITAS DARI SUATU DISKUSI PENAMPILAN KELOMPOK 

Komponen                                                       DefinisiInformasi yang merangkap                                Bicara yang paling banyak, berkeinginan untuk mendiskusikan atau membebaskan memberikan ungkapan gagasan, pemikiran dan merasakanPerencanaan                                                     Foimulatif tindakan mengenai waktu dan fungsi yang sesuka hati mendorong kearah spesifik golEvaluasi kritis                                                    Secara kritis mengevaluasi suatu gagasan satu sama lain atau pekerjaan secara pendapat yang sulit perselisihan paham pada keputusan yang dibuat oleh anggota kelompok,Perselisihan paham                                            Atas apa yang perlu dilakukan atau bagaimana yang harus dilaksanakan.Komunikasi positif                                            Memberi harapan kepada yang memberikan harapan untuk mencapai segala sesuatu yang lebih baik dan hal-hal yang bereaksi tentang anggota atau suatu capaian kelompok.Kesanggupan kelompok                                   Kurangnya untuk tinggal bertahan dan lakukan kepunyaan kamu dengan kelompok sendiri perawatan hal-hal; teknik yang pasti semua orang mendapatkan hal-hal tersebut.

 Tugas yang monitoring                                     Menaksir pencapaian dan adanya kemungkinan bahwa kelompok akan menjangkau gol nya Kooperasi                                                       Perilaku yang menopang pencapaian anggota kelompok yang lain  atau berperan untuk kesenangan dengan anggota kelompok mengkoordinasi usaha mereka membantu secara timbal balik

 Sumber: Jehn& Shah. 1997. o 

ü      Tahap Keputusan (decision stage)

Suatu rencana keputusan sosial adalah suatu metoda kelompok untuk kombinasi individu masukan anggota di dalam keputusan kelompok tunggal. keputusan sosial ini Rencana meramalkan bahwa semua keputusan yang dikasihi oleh lebih dari 50% tentang anggota kelompok akan [jadi] terpilih oleh kelompok [sebagai/ketika] keputusan terakhir nya, bahkan di ketidakhadiran tentang segala  tegas/eksplisit , menyusun ru!e tentang bagaimana keputusan terakhir (diharapkan) untuk dibuat ( Davis, 1996; Tindale, Tukang besi, Thomas, Filkins,& Sheffey, 1996).Di dalam kasus lain, meskipun suatu kelompok boleh mengadopsi dari suatu rencana keputusan sosial yang tegas/eksplisit untuk menguraikan prosedur bahwa kelompok itu harus ikut saat pembuatan keputusannya. Beberapa rencana keputusan sosial umum adalah pendelegasian, rata-rata, memilih, dan diskusi ke kebulatan suara ( Davis, 1969; Kayu, 1984).o Keputusan delegasi. Perorangan atau bagian di dalam kelompok yang  membuat keputusan untuk semua kelompok. Di bawah suatu rencana pemerintahan yang diktator, ketua atau beberapa  otoritas lain  yang membuat keputusan terakhir dengan atau tanpa masukan dari anggota kelompok tersebut. Ketika suatu oligarki beroperasi di suatu kelompok, satu kesatuan dari individu yang kuat di  dalam suatu kelompok, berbicara atas nama semua kelompok.o Masukkan Individu. Kelompok membuat keputusan yang secara individu baik  sebelum maupun  sesudah diskusi kelompok, dan merekomendasikan ini secara bersama-sama untuk menghasilkan dari keseluruhan kesimpulan.o Pemilihan. Kelompok mengadopsi keputusan suatu proporsi yang ditetapkan untuk menyangkut kebaikan kelompok, seperti mayoritas ( lebih dari 50%) atau suatu dua pertiga mayoritas ( 66% atau lebih []). o Konsensus. Kelompok mendiskusikan isu sampai [itu] menjangkau persetujuan dengan pembulatan suara tanpa memilih. Bagaimana suatu kelompok mempengaruh keputusan kelompok yang bersediaan dan mepuaskan anggota untuk mematuhi keputusan itu. Prosedur otokratis, seperti perintah dari kepemimpinan kelompok, boleh meninggalkan anggota yang merasa diabaikan dan mencabut hak pilihnya. Tetapi suatu kelompok yang baru saja berbagi  tanpa berdiskusi terlebih dahulu, diskusi boleh membuat suatu keputusan sewenang-wenang yang gagal untuk mencukupi anggota kelompok manapun , dari semua yang boleh berakhir merasakan tanggung jawab sedikitnya untuk menerapkan keputusan itu. Meski demikian, otokratis dan metode pembagian untuk menyimpan waktu sejak kelompok tersebut tidak perlu bertemu bertemu secara empat mata. Pemungutan suara, sedikitnya di Amerika dan kelompok Mengenai Eropa, adalah betul-betul paling sering menggunakan metode yang dipilih untuk mencapai suatu keputusan. Pemungutan suara menawarkan pembagian sebagaimana membuat suatu keputusan, bahkan pada isu yang sangat membagi kelompok itu. Kekuatan ini, bagaimanapun, adalah juga suatu kelemahan, karena ketika suara dekat, beberapa anggota menyangkut kelompok boleh merasakan dikalahkan dan diasingkan. Karena itu, mereka menjadi tidak puas dengan keanggotaan dan lebih sedikit melanjutkan keputusan itu ( Castore&: Murnighan, 1978). Rencana keputusan konsensus sedang menyertakan dan sering juga mendorong kearah tingkat tinggi untuk kesanggupan suatu keputusan dan kelompok itu. Yang sungguh sial, kelompok tersebut tidak mungkin mampu menjangkau konsensus terhadap semua isu. Konsensus yang membangun memerlukan banyak waktu yang sangat banyak , dan jika dipaksa untuk segera, strategi akan mengalami kegagalan. Secara umum, kelompok yang suka untuk menjangkau suatu konsensus pada pertanyaan yang memerlukan pertimbangan sensitip, seperti isu kesusilaan; tetapi pada pemecahan masalah tugas intelektual, suatu pengukuran mayoritas memilih rencana untuk menemukan penerimaan yang pantas dipertimbangkan (Kaplan & C Tukang giling, 1987). Anggota juga menyukai prosedur yang meningkatkan perasaan kendali mereka atas hasil dan diskusi (folger, 1993; Gilliland, 1994; Greenberg, 1994). Orang-Orang lebih suka untuk menghormati keputusan yang adil jika decisional prosedur diterapkan “( a) secara konsisten, ( b) tanpa kepentingan diri, ( c) atas dasar informasi yang akurat, ( d) dengan melakukan koreksi peluang adalah  keputusan, ( e) dengan minat dari semua orang-orang pesta yang  terkait mewakili, dan ( f) berikut moral dan standard yang etis” ( Brockner&: Wiesenfeld, 1996, p. 189; Leventhal, Karuza,&: Goreng, 1980). Kepentingan diri juga ikut berperan besar dalam bentuk reaksi anggota kepada keputusan kelompok mereka. 

ü      Tahap Implementasi (implementation stage)

Jika keputusan kelompok menyinggung kepada itself-its aturan kelompok sendiri, prosedur nya, atau misi-implementasinya yang memproses dengan lembut ketika anggota mempunyai suatu peran aktip di dalam proses pengambilan keputusan. Apabila Coch dan Yohanes R. P. Perancis, Jr. ( 1948), yang cenderung dalam analisa yang klasik mereka tentang perubahan mengenai cara di suatu penggilingan pakaian. Lagipula, ketika kondisi seorang anggota yang terkendali adalah menghabiskan suatu program yang ikut serta dan beberapa bulan kemudian, mereka, juga, mencapai tingkat produksi yang sesuai. Mutu lingkungan kelompok kerja otonomi, dan regu sendiri direksi menjadi jaman modern sebagai pendamping ke Coch dan total-partisipasi kelompok French (Cascio, 1995). Kelompok ini pada umumnya meliputi lima dari sepuluh karyawan yang melaksanakan pekerjaan serupa di dalam organisasi tersebut. Mereka adalah yang sering dipimpin oleh seorang supervisor yang telah dilatih untuk berperan, tetapi keikutsertaannya kadang-kadang secara sukarela. Kelompok yang kecil ini mengidentifikasi permasalahan di tempat kerja yang  sedang menggangsir produktivitas, efisiensi, mutu, atau kepuasan kerja. Jika perubahannya tidak memiliki efek yang diinginkan, maka proses perlu diulangi. Mutu lingkungan khususnya, berdasarkan analisa mereka pada data statistik yang menyinggung ke produktivitas (Crocker, Chiu,& Charney, 1984; Deming, 1975). Pendekatan ini cenderung untuk meningkatkan kepuasan pekerja, dan mereka boleh melakukan produktivitas peningkatan (Wagner, 1994). Mereka secara relatif berumur pendek, bagaimanapun, terutama ketika mereka tidaklah terintegrasi ke dalam struktur keseluruhan organisasi ( Guzzo& Shea, 1992).           GROUPS AS IMPERFECT DECISION MAKERS 

Bukannya meninggalkan keputusan penting ditangan satu orang, orang-orang sering bergabung dalam satu kelompok untuk merencanakan, memutuskan, menyiapkan, dan menentukan. Anggota-anggota kelompok mengeluh tentang waktu yang dibuang dalam kelompok “ Berusaha untuk menyelesaikan sebuah masalah dalam diskusi kelompok sama seperti berusaha untuk membersihkan suatu kemacetan dengan membunyikan klakson” Lalu Kapan dan mengapa kelompok membuat keputusan yang lemah?

 Sharing informationSebuah komite menghabiskan banyak waktu berbicara tentang bagaimana masyarakat Amerika akan berekasi pada invasi dan perang Castro yang tidak kompeten. Mereka tidak menghabiskan banyak waktu membahas tentang senjata yang akan dibawa, iklim politik di Cuba, wilayah yang akan di rebut, atau jenis sistem komunikasi yang digunakan militer cuba. Hanya CIA yang mengenal bahwa moral dari tentara mereka sangat rendah, tetapi dia tidak pernah menyebutkan informasi tersebut selama diskusi.Kabar baiknya bahwa kelompok-kelompok dapat menyatukan sumber daya mereka untuk membuat keputusan yang mengambil kedalam tanggung jawab informasi yang lebih jauh daripada kemungkinan keputusan individu, Kabar buruknya bahwa kelompok menghabiskan terlalu banyak waktu diskusi mereka untuk mempertimbangkan informasi yang dibahas. (Stasser, 1992; Stasser, Talor, & Hanna,1989;Wittenbaun).Kecenderungan kelompok untuk menghabiskan waktu diskusi lebih banyak tidak selalu menurunkan kualitas dari keputusan kelompok. Bahkan mereka mungkin berbagi informasi lebih menyeluruh, anggota kelompok sering mendasarkan keputusan akhir mereka pada penyatuan informasi yang tidak dibahas daripada penyatuan informasi yang dibahas. (Gigone & Hastie,1993,1997). Berbagi informasi melibatkan suatu keputusan, tetapi hanya karena itu bentuk keputusan anggota kelompok sebelum diskusi (Winquist & Larson, 1998). Akibat yang berbahaya dari bias meningkat, meskipun demikian kelompok harus mengakses pada informasi yang tidak dibagi jika ingin mencapai keputusan yang baik. Jika kelompok bekerja dalam sebuah masalah dimana informasi yang dabagi menyarankan sebuah alternatif A benar, tetapi informasi yang tidak dibagi lebih ke alternatif B kemudian kelompok hanya akan menemukan hal ini yang disebut Hidden Profile jika itu menyatuka informasi yang tidak dibagi. (Stasser & Titus,1985). Task and Sampling. Kecenderungan untuk oversample pada shared information digambarkan dalam 2 tujuan. Sebagai bentuk dari keterlibatan informasi, didiskusikan untuk membantu individu menyusun informasi dan bukti yang mereka butuhkan untuk membuat keputusan yang baik. Tetapi sebagai bentuk keterlibatan normatif, didiskusikan untuk memberikan anggota kesempatan untuk melibatkan masing-masing opini mereka kedalam suatu permasalahan. Mendiskusikan informasi yang tidak dibagi (unshared information) mungkin dapat berguna secara informasi, tetapi membahas informasi yang dibagi membantu kelompok mencapai kesepakatan umum yang berarti. (Larson, Foster-Fishman & Keys, 1994)Kelomopk kemungkinan besar sebagai oversample pada shared information ketika bekerja sebagai pemberi pendapat yang tidak membutuhkan pembuktian solusi. Tetapi kemungkinan besar mereka akan menyatukan unshared information ketika mereka memikirkan bahwa tugas mereka hanya memberika jawaban benar atau salah.  Ketika satu anggota dari kelompok memiliki semua informasi dan menghadapi anggota kelompok yang memiliki informasi yang  tidak lengkap, kelompok minoritas akan lebih mempengaruhi dan berusah menunjukkan performa yang paling baik ketika kelompok dapat memberikan jawaban yang dapat dibuktikan. 

Leader and Information Sharing. James R. Larson, Jr dan koleganya dalam beberapa cara untuk mengeliminasi suatu kecenderungan untuk menghabiskan terlalu banya waktu untuk membahas tentang shared information, inti dari peran seorang pemimpin dapat membantu kelompok dalam mengatur informasi agar dapat berjalan dengan lebih baik. Daripada memfokuskan kelompok pada informasi yang setiap orang sudah tahu, sebuah pemimpin diskusi yang efektif dapat menyarankan anggotanya untuk mengulang unshared information dan dapat menjaga perhatian kelompok agar tetap fokus pada informasi dengan mengulang informasi selama diskusi.  

Peneliti menguji hipotesis ini dengan memberikan tiga orang tim kedokteran termasuk para penduduk didalamnya. Dan  informasi siswa kedokteran tahun ketiga mengenai beberapa kasus. Para penduduk, karena kehebatan mereka dan pembayaran yang tinggi, dimana adanya pemimpin yang tidak resmi dalam kelompok tersebut, dan mereka juga cenderung untuk melawan kecenderungan dari oversample shared information. Mereka lebih mengulang shared information, tetapi mereka juga lebih mengulang unshared information daripada anggota kelompok yang lain. Selain itu, sebagai kemajuan diskusi, para penduduk mempunyai kecenderungan untuk mengulang unshared information selama sesi ini berlangsung, fakta-fakta mencoba untuk mengajukan unshared information keluar dari diskusi tersebut.

 Group Discussion: Boon or Bane?Kebanyakan para ahli dalam komunikasi kelompok setuju bahwa kesalahpahaman tampaknya menjadi aturan dalam kelompok, dengan pengecualian bila adanya suatu pemahaman yang akurat. Kebanyakan para anggota tidak memiliki kemampuan dalam mengekspresikan dirinya secara jelas. Mereka gagal dalam membuat pesan verbal dan nonverbal yang akuran dan dapat diartikan dengan mudah dan demikian mereka tidak sengaja menyesatkan, dan membuat bingung anggota lainnya (Gulley & Leathers,1977). Ketidakakuratan juga timbul dari beberapa keterbatasan pada pemrosesan informasi yang bersifat sederhana dalam diri seseorang dan kebiasaan mereka yang salah. Pendengar cenderung untuk mendatarkan (menyerdehanakan dan memperpendek), mempertajam(membubuhi perbedaan yang dibuat oleh pembicara) dan mengasimilasi (menginterpretasikan pesan sehingga mereka mencocokkan harapan diri dan keyakinan) informasi diberikan orang lain selama diskusi.Tidak semua anggota kelompok memiliki kemampuan interpersonal dalam berdiskusi. Ketika para peneliti bertanya pada 569 pekerja full time dimana jabatan tersebut mulai dari juru tulis sampai pada tingkatan atas manager untuk dapat menjelaskan ”pada setiap perkataannya apa yang terjadi selama pertemuan yang dapat membatasi keefektifannya”, Mereka menerima kurang lebih 2500 jawaban. Permasalahan-permasalahan ini dirangkum dalam tabel 11-2, terdiri dari 7 kategori : komunikasi buruk, perilaku egosentris, tidak adanya partisipasi, kegagalan untuk tetap fokus (kecenderungan menyimpang), interupsi, perilaku negatif pemimpin, dan sikap serta emosi negatif. Pastisipan dalam penelitian ini memberi kesan bahwa kesalahan kelompok lebih sering terjadi daripada  kesuksesan mereka dalam mengatasi permsalahan (Di Salvo, Nikkwel & Monroe, 1989). Tabel 11-2 Problem when groups make decisions

NO

PROBLEM

(FREQUENCY)

DESCRIPTION

1

Kemampuan komunikasi yang buruk (10%)

Kemampuan mendengarkan yang buruk, menyuarakan sesuatu yang tidak berguna, kemampuan nonverbal yang buruk, tidak adanya bantuan secara visual, kesalahpahaman atau mengindentifikasi suatu topic secara tidak jelas, selalu mengulang-ngulang, menggunakan logat yang khusus.

2

Perilaku egosentris (8%)

Selalu mendominasi percakapan dan kelompok, perilakunya mencolok-suka memaksa, pintar mengambil keuntungan dari lawannya, menunjukkan kekuasaan, memanipulasi, mengintimidasi, berusaha menggagalkan, ketetapan peraturan, berbicara untuk diri sendiri, pengikut, suka melucu dan membuang-buang waktu

3

Tidak adanya partisipasi (7%)

Tidak semua ikut bergabung; tidak dapat berbicara dengan bebas, tidak semua orang dapat menyampaikan secara suka rela, pasif, tidak adanya diskusi, dimulai dengan keadaan diam.

4

kegagalan untuk tetap fokus (kecenderungan menyimpang) (6,5%)

Meninggalkan topik utama

5

Interupsi (6%)

Anggota menginterupsi pembicara, berbicara melebihi yang lain, mensosialisasikan, memberi ijin untuk menerima telepon, menerima pesan dari langganan atau klien.

6

Perilaku negatif pemimpin  (6%)

Tidak terorganisasi dan tidak fokus, tidak siap, terlambat, tidak memiliki kontrol, menyimpang, tidak dapat membuat keputusan

7

Sikap serta emosi negatif (5%)

Sikap yang buruk, sikap pembelaan atau mengelak, suka berargumen, menuduh, tidak adanya sopan santun atau tidak adanya rasa hormat, mengeluh, tidak adanya kontrol emosi.

           

Kelompok kdang-kadang juga menggunakan diskusi untuk menghindari dalam membuat keputusan daripada memfasilitasi membuat suatu keputusan. As Irbing dan Leon Mann (1977) menyarankan, kebanyakan orang enggan untuk menjadi pembuat keputusan sehingga mereka menggunakan bermacam-macam taktik selama diskusi untuk menghindari berhadapan langsung dalam memberikan suatu keputusan. Beberapa taktik-taktiknya yaitu :

  1. Procrastination ( menunda ). Daripada menghabiskan banyak waktu untuk mempelajari berbagai alternatif dan mereka memperdebatkan yang sepantasnya, maka kelompok menunda membuat keputusan.
  2. Bolstering ( mendukung ).  Kelompok dengan cepat tetapi sewenang-wenang dalam emrumuskan keputusan tanpa berfikir secara utuh kemudian mendukung pilihan solusi dengan membesar-besarkan konsekuensi yang baik dan meminimalkan sesuatu yang penting dan kemungkinan bila nantinya mendapatkan konsekuensi yang tidak baik.
  3. Avoid responsibility ( menghindari tanggung jawab ). Kelompok menolak tanggung jawab dengan mendelegasikan keputusan pada bawahan atau dengan menyebarkan tanggung jawab ini di sepanjang jaringan setempat.
  4. Satisficing ( puas ). Anggota menerima sebagai suatu yang memuaskan dari sedikit solusi yang didapatkan sebagai kriteria pengganti untuk mendapatkan solusi yang terbaik. Walaupun solusi atasan untuk masalah yang ada, “pembuat keputusan” sebagai isi dengan berbagai alternatif yang telah melebihi poin alternatif
  5. Trivializing the discussion ( meremehkan diskusi ). Kelompok menjauhi persetujuan dengan pokok permasalahan yang besar dengan memfokuskan pada pokok persoalan yang kecil. Dalam beberapa kasus, dalil dari meremehkan mengandung : waktu kelompok yang dihabiskan untuk berdiskusi dalam beberapa pokok persoalan dengan porsi yang berbanding terbalik dengan konsekuensi dari pokok persoalan tertentu.    

 Cognitive Limitations Groups menghasilkan keputusan melalui proses yang kompleks dan aktip. Awalnya anggota group menyatakan pilihan atau ide mereka , dikumpulkan dan membagi informasi yang disukai tersebut, kemudian dikombinasikan menjadi satu pandangan kelompok tunggal. meskipun tugas mereka relatif biasa, terkadang mereka dituntut lebih dalam cognitive work. Kebanyakan orang, di dalam kognitif sering menuntut situasi yang secara sistematis dengan kognitif dan motivasional bias. Orang-orang sering kurang cakap dalam menggunakan informasi mereka yang sudah tersedia untuk mereka sendiri, terlalu bersemangat dalam menitikberatkan informasi tersebut, mengabaikan implikasi dari informasi statistik. Ketika orang-orang tidak bisa d membayangkan hasilnya, mereka berasumsi bahwa hasil seperti itu akan kurang disukai dibandingkan dengan yang berasal dari mereka sendiri. Orang-orang menaksir terlalu tinggi judgemental ketelitian mereka sebab mereka ingat sejak semula keputusan mereka telah ditetapkan dan melupakan perkiraan mereka adalah disconfirmed. Orang-orang membuat kesalahan (Arkes,1993;Plous,1993).  Kelemahan dari group tidak lepas dari judgemental bias. Tiap individu anggota group terpengaruh oleh informasi dalam kasus yang tidak relevan (extraevidentiary bias), sehingga anggota group gagal dalam mengabaikan informasi yang tidak sesuai ketika mempertimbangkan suatu kasus (MacCoun,1990). Awalnya individu cenderung menanamkan sumber penghasilannya dalam membenahi keputusan mereka untuk melanjutkan  sama [halnya] individu [tuju/ cenderung] untuk biarkan investasi awal sumber daya di (dalam) suatu penyimpangan proyek keputusan mereka untuk melanjut menanam modal dalam proyek [itu] (the sunk-cost effect), maka kelompok akan recommendpouring uang ke dalam failling proyek untuk membenarkan investasi awal mereka (Whyte, 1993). Pada faktanya memang memberi kesan bahwa group menekankan pada judgemental error. Sejauh ini melindungi individu dari judgemental bias, pada hakekatnya group lebih cenderung error dibanding individual (Hinz et al.,1997; Kerr et al. 996a; Tindale, 1993). Group lebih sering membuat kesalahan ketika ada tekanan situasi yang mengganggu kemampuan anggota group yang pantas dalam memproses informasi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang tepat. Selama keadaan darurat, bagaimanapun, anggota kelompok menjadi sibuk, dan kemampuan mereka untuk memproses informasi dapat dikendalikan. Sebagai hasilnya, anggota group tidak mendapat keuntungan dari diskusi kelompok dalam meninjau ulang asumsi mereka, dan penting sekali bila error dalam judgement tidak dibenarkan di dalam group. Kesalahan dalam pengolahan informasi ini dapat berakibat fatal.  Group PolarizationThe Risky-Shift PhenomenonTemuan yang menggolongkan nampak untuk membuat keputusan lebih berbahaya dibanding individu dengan segera digelari yang penuh resiko – bergeserlah peristiwa, dan di (dalam) dekade dari 1960 [bagi/kepada] 1970, peneliti menemukan bahwa diskusi dapat intensitas segala rupa sikap, kepercayaan, nilai-nilai, penghakiman, dan persepsi ( Myres, 1982). Walaupun komentator kadang-kadang heran tentang keadaan umum dan arti peristiwa [itu] ( Smith,1972), Penemuan Laboratorium secepatnya bolstered oleh studi lapangan ( Lamm& Myers, 1978).Polarizing Effect of Discussion. Ketika  orang-orang mendiskusikan isu di dalam kelompok, ada suatu kecenderungan untuk pada  mereka untuk memutuskan secara lebih tindakan yang ekstrim dibanding mengusulkan dari beberapa individual judgement mereka, tetapi pengarahan dalam shift ini bergantung dari pandangan awalnya. David G. Myers dan Helmut Lamm mengatakan kecenderungan ini dengan hipotesis polarisasi group mereka: ” rata-rata post group respon cenderung lebih ekstrim dalam suatu direction yang sama daripada rata-rata pregroup respon” ( Myers& Lamm, 1976, p.603; lihat juga Lamm& Myers, 1978). Apa penyebab Polarization?Penjelasan awalnya menerangkan bahwa group lebih sedikit merasa mempertangungjawabkan dalam keputusan mereka dan sangat dipengaruhi oleh risk-prone para pemimpin yang memberikan penerimaan terhadap hipotesis nilai. Ketika individu mendiskusikan pendapat mereka di dalam group, mereka mengarah pada pikiran yang konsisten dengan nilai-nilai dari group mereka atau kultur (Clark, 1971; Myers& Lamm, 1975, 1976). Beberapa proses mendukung hal ini bergeser pada arah nilai-nilai kultur. Pada teori perbandingan sosial menyarankan, anggota group berusaha memenuhi dua tujuan saling berhubungan selama diskusi. Pertama, mereka mencoba untuk mengevaluasi ketelitian posisi mereka sendiri pada isu dengan membandingkan group tersebut dengan group yang lain. Kedua, mereka  berusaha untuk membuat suatu kesan baik di dalam kelompok itu sendiri. Ketika dua  alasan ini  berkombinasi, hasilnya merupakan suatu kecenderungan menggambarkan posisi group sendiri dalam terminologi yang lebih ekstrim (Goethals& Zanna, 179;Myers, 1978;Myers& Lamm, 1976;Sanders& Baron, 1977). Persuasive-Argument Teori, Di dalam kontras, menekankan informasi diperoleh selama diskusi. Bila diskusi mengekspose individu pada persuasive argument yang suka dengan Posisi A, orang akan bergeser ke dalam arah itu. Bila diskusi menghasilkan lebih anti-A argumentasi, bagaimanapun, individu akan tetap bergeser ke dalam arah itu (Burnstein& Vinokur, 1973, 1977; Vinokur & Burnstein,1974,1978). Proses Polarisasi ini menjadi lebih kuat ketika anggota group mengulangi argumentasi satu sama lain dan menyertakan kesimpulan mereka sendiri (Brauer, Judd,& Gliner,1995).Sosial Decision Theory telah memberikan tiga penjelasan. Kebanyakan group mengadopsi aturan yang memuat bagaimana mereka akan membuat keputusan tentang persoalan yang mereka hadapi (Davis,1982). Dengan menarik, menggolongkan anggotanya yang pada awalnya beresiko dibanding terlihat untuk mengadopsi skema “risk-supported wins” . Seandainya seseorang menyukai suatu alternatif penuh resiko, group tidak akan mengadopsi itu. Tetapi jika dua orang memberikan dukungan di belakang alternative yang penuh resiko, kemudian kelompok menerima rekomendasi itu. Dan sebaliknya, ketika mayoritas anggota group bersandar ke arah kutub yang berhati-hati, maka group mengadopsi skema “caution-supported wins”. Jika dua orang mendukung untuk lebih pada konservatif solution, kemudian group memilih alternatif tersebut (Davis, Kameda,& Stasson, 1992;Laughlin& Earley, 1982;Zuber, Crott,& Werner, 1992). Empiris berhasil sebagai perspektif yang telah menyumbangkan beberapa teori dalam proses mengkombinasikan yang menghasilkan polarisasi (Isenberg, 1986; Kaplan&Miller, 1983).Teori Perbandingan Sosial, penekanannya pada self-presentational yang berusaha untuk sesuai atau melebihi norma pada group, mencerminkan gambaran dari normative influence di dalam group. Pendekatan Persuasive-Arguments dan Social Decision Theory, menekankan informasi berpengaruh pada proses (Kaplan&Miller,1983). Normative dan informational influence biasanya terjadi secara bersamaan, sehingga ada kemungkinan bahwa social comparison dan persuasive argument bekerja sama untuk menciptakan polarisasi. VICTIMS OF GROUPTHINK

Irving Janis mempelajari dengan dalam deretan studi kasus beberapa kelompok secara luas. Setelah mempelajari kelompok ini dan kesalahan-kesalahan mereka dalam mengambil keputusan, ia menyimpulkan bahwa mereka menderita groupthink: sebuah penyimpangan pola pikir yang memandang bahwa anggota kelompok tidak mampu untuk membuat suatu keputusan rasional. Menurut Janis (1982, p.9), groupthink adalah “ suatu gaya berpikir di mana orang-orangnya terlibat langsung ketika mereka menjadi anggota/termasuk dalam sebuah kelompok, ketika para anggotanya mengejar kebulatan suara dan mengesampingkan motivasi mereka untuk secara realistis mencari/menilai tindakan alternatif.” Selama di groupthink, anggota mencoba dengan keras untuk memufakati bahwa mereka membuat kekeliruan dan melakukan kesalahan yang bisa dengan mudah dihindarkan.

Symptoms of Groupthink

Menurut  Janis, groupthink adalah penyakit yang menginfeksi dan menyerang kelompok yang sehat, membuat  mereka tidak produktif dan tidak efisien. Dan Janis telah mengenali sejumlah gejala yang terjadi di situasi groupthink :

·        Interpersonal Pressure ® Perjuangan untuk mencapai mufakat adalah suatu aspek/pengarah hidup yang tak terelakkan dan penting di dalam kelompok, tetapi dalam situasi groupthink Interpersonal Pressure (tekanan pribadi) membuat yang setuju menjadi mudah dan tidak setuju menjadi sangat susah. Toleransi untuk ketidaksesuaian macam apapun hampir tidak ada, dan kelompok boleh menggunakan ukuran kasar untuk membawa mereka yang berselisih paham ke dalam batas tertentu. Di dalam komite, kritik adalah tabu dan anggotanya yang tidak mematuhi aturan ini akan dipaksa untuk menyesuaikan diri.

·        Self-Censorship ® Sebagian besar kebulatan suara/mufakat yang di lihat dalam komite bukan dari tekanan kelompok, tetapi dari masing-masing introspeksi secara individu (individual’s self-censorship).

·        Mindguards ® Janis menciptakan aturan minguard yang mengacu pada anggota yang siap siaga melindungi anggota kelompok dari informasi yang mereka pikir akan mengganggu kelompok tersebut. Minguard mengalihkan informasi yang kontroversi dari kelompok dengan menghilangkannya, tidak menyebutkannya, atau menganggapnya tidak relevan dan dengan begitu tidak layak untuk menjadi perhatian kelompok. Sebagai alternatif, mindguard boleh berselisih dengan anggota dan memaksa mereka untuk diam.

·        Apparent Unanimity ® Diskusi komite tentang rencana menampilkan/memasarkan kebulatan suara/mufakat nyata: Anggota kelompok nampak setuju bahwa rencana yang basis dasarnya diperkenalkan oleh CIA adalah satu-satunya solusi pada masalah. Tinjauan retrospektif mengungkapkan bahwa banyak dari anggota menolak rencana tersebut, tetapi keberatan ini tidak pernah muncul selama rapat. Sebagai gantinya ” atmosfer yang  curiga tentang konsensus diasumsikan” (Schlesinger, 1965, p. 250) diskusi yang ditandai, ketika masing-masing orang keliru menyimpulkan bahwa semua orang menyukai rencana tersebut.

·        Illusions of Invulnerability ® komite, seperti kelompok lainnya, menderita karena ilusi produktivitas: anggota merasa bahwa mereka sudah tampil/melakukan sesuatu dengan baik, meski sebenarnya tidak. Berpikir secara ilusi ini/menyesatkan, walaupun hal yang biasa, dapat menjadi sangat ekstrim selama proses groupthink, yang oleh Janis di sebut illusion of invulnerability.

·        Illusions of Morality ® Walaupun sebuah kelompok mampu mencapai tingkatan moral, kemampuan ini tidak terwujudkan di groupthink (Mcgraw& Bloomfield, 1987). Rencana untuk menyerbu Cuba tidak meraih simpati dan diuraikan sebagai suatu serangan secara diam-diam tak beralasan oleh suatu negara besar pada suatu negeri lemah. Tetapi pembuat keputusan (decision makers), menderita ilusi moral, terlihat kehilangan prinsip mereka di dalam kelompok yang dengan berani menginginkan mengakhiri  rezim Castro.

·        Biased Perceptions of the Outgroup ® Anggota komite berbagi bersama tentang ketidakakuratan dan opini negatif Castro serta ideologi politisnya, dan mereka sering menyatakan persepsi bias outgroup ini selama diskusi kelompok. Castro telah dilukiskan sebagai pemimpin lemah, suatu kejahatan komunis, dan seorang laki-laki yang terlalu dungu untuk menyadari bahwa negerinya akan diserang. Kemampuannya memelihara angkatan udara telah diragukan, seperti kendalinya atas pasukannya dan keseluruhan penduduk. Peremehan anggota kelompok terhadap musuh mereka menjadi sangat dilafalkan, dan bahwa mereka mengirim kekuatan 1400 orang untuk melawan kekuatan 200,000 dan mengharapkan sukses dengan mudah. Kelompok ingin percaya bahwa Castro adalah pemimpin yang tidak berhasil dan petugas militer, tetapi pikiran yang sangat simple tentang dictator tersebut hanyalah pikiran yang didasarkan pada harapan belaka.

·        Defective Decision–Making strategies ® keputusan yang di buat dalam situasi groupthink dapat digambarkan/dilihat dalam berbagai jalan/aspek, namun tidak satupun yang dapat saling melengkapi/baik. Kata-kata seperti kegagalan, keliru, kesalahan, dan kehancuran adalah gambaran yang cocok. Janis mengatakan bahwa kegagalan adalah suatu perkembangan yang  logis, strategi pengambilan keputusan yang cacat merupakan gejala groupthink.     Causes of Groupthink           Penyebab groupthink yang kita pertimbangkan di sini meliputi cohesiveness, isolation of the group, leadership style, dan stress on the group to reach a good decision (Janis, 1972; Janis & Mann, 1977).·        Cohesiveness ® Anggota dari komite president merasa beruntung menjadi bagian dari kelompok ini. Permasalahan bisa ditangani tanpa terlalu banyak pertengkaran internal, persilisihan pribadi, atmosfer tiap pertemuan menyenangkan, dan tenaga pengganti tidak pernah diperlukan, sebab tak seorangpun pernah meninggalkan kelompok tersebut.·        Isolation ® Komite President melaksanakan diskusinya secara rahasia di bawah kepercayaan bahwa semakin sedikit orang yang mengetahui rencana, makin baik. Komite tidak harus melaporkan kesimpulannya ke seseorang, yang mencakup kongres, maka tidak ada tinjauan ulang akhir keputusan sebelum menetapkan rencana ke dalam tindakan. Pengasingan ini juga berarti bahwa sangat sedikit orang luar pernah datang ke dalam kelompok untuk mengambil bagian diskusi; oleh karena itu, komite hampir dibatasi dari kritik. Oleh karena itu, walaupun banyak militer dan Cuban Afair tersedia dan dapat dihubungi, menjadi peringatan bagi kelompok tentang pembatasan rencana, yang mengakibatkan komite menutup dirinya sendiri dari sumber berharga tersebut.·        Leadership ® Gaya Presiden kennedy dalam sesi pemecahan masalah juga mendukung groupthink. Presiden dapat sepenuhnya mengontrol diskusi kelompok dengan cara menerima pertanyaan yang pasti dan meminta masukan pada semua yang terlibat dalam konferensi.·        Decisional Stress ® Janis menjelaskan bahwa kecenderungan kita untuk menggunakan mekanisme seperti penundaan benar-benar menjadi lebih kuat ketika kita harus membuat keputusan utama. Kegelisahan/keraguan dari tiap individu dapat diperkecil jika kelompok dengan cepat memilih suatu rencana kegiatan dengan sedikit perselisihan atau argumentasi. Kemudian melalui diskusi kolektif, anggota kelompok dapat merasionalkan pilihan mereka dengan meningkatkan/membesarkan akibat yang positif, dan memperkecil kemungkinan hasil negative, serta berkonsentrasi pada detil yang kecil selama melewatkan isu lebih besar. secara alami, taktik pengurangan tekanan ini meningkatkan kemungkinan groupthink (Callaway, Marriot& Huruf s, 1985) Memprediksi Munculnya Groupthink

            Janis berpendapat bahwa anggota kelompok tidak perlu terlalu cemas seandainya salah satu penyebab groupthink adalah bagaimana bekerja dalam kelompok mereka. Sebagai contoh, jika sebuah kelompok yang sangat kompak tetapi pertemuannya dilaksanakan di depan umum, dijalankan oleh seorang pemimpin yang tak berat sebelah dan mempunyai ketegasan yang rendah, groupthink tidak akan terjadi. Jika sekarang ini ada dua atau lebih penyebab groupthink, maka kemungkinan groupthink menjadi jauh lebih besar.

            Janis membantah bahwa kegagalan dan kekeliruan itu seperti keputusan untuk menyerbu Cuba di Bay of Pigs terjadi ketika anggota kelompok mengejar kesetiakawanan dan kekompakan dan semua pertanyaan maupun topik yang mengarah pada perselisihan dihindarkan. Janis menyebut ini sebagai proses Groupthink.

            Groupthink mempunyai beberapa gejala, termasuk tekanan hubungan antar personal, self-censorship, mindguards, kebulatan suara nyata, ilusi kekebalan, ilusi kesusilaan, persepsi yang dibiaskan outgroup, dan strategi pengambilan keputusan yang tidak efektif. Janis mengidentifikasi empat penyebab utama groupthink : kekompakan, pengasingan, kepemimpinan yang tertutup, penekanan keputusan. Para peneliti telah menetapkan banyak hipotesis Janis mengenai pengambilan keputusan dalam kelompok terutama yang berhubungan dengan kekompakan dan gaya kepemimpinan.

            Courtright menemukan bahwa kelompok dalam kondisi bebas membuat keputusan lebih baik ketika mereka kompak, tetapi kelompok yang itu dalam kondisi terbatas cenderung untuk kurang sependapat satu dengan yang lain. Riset juga telah menjelaskan mengapa kekompakan dapat menghalangi penampilan sebuah kelompok. Janis percaya bahwa tekanan-tekanan penyesuaian menjadi sangat besar dalam kelompok yang kompak dimana anggotanya tidak bisa terlibat dalam debat kritis, dan kekompakan juga meningkatkan keinginan anggota untuk melindungi kelompoknya dari ancaman-ancaman.

            Kelompok memperoleh kesatuan mereka dari kesanggupan para anggota pada tugas daripada persahabatan mereka dengan anggota pada anggota kelompok lain yang menunjukkan sedikit gejala groupthink, sedangkan kelompok itu menunjukkan lebih banyak gejala kekompakan antar personal.

            Janis mencatat bahwa kelompok tidak perlu mengorbankan kekompakan untuk mengindari kesulitan groupthink. Melainkan ia menyarankan pembatasan pencarian persetujuan sebelum waktunya, memperbaiki kesalahan persepsi dan mengubah metode keputusan dalam kelompok.

 

 

DINKEL Kelompok 7

October 8, 2007

Dosen Pengajar : Dr. Colichul Hadi, Drs. H. Machrus, MS, Ike Herdina, S,Psi. Psi. Achmat Chusairi S.Psi, Tri Kurniati Ambarini, S.Psi, M.Psi. Listyati S. Palupi, S. Psi

Kelompok : 7

Anggota :

         Febrina D.P                  110511204

         Yunita                          110511198

         Leny Pratiwi                 110511205

         Mas Fatimatus Z           110511221

         Dimas                           110511250

            Restu Asih                    110511260

Materi : Fasilitas Sosial Dan Penyebab Terjadinya Pengaruh

Fasilitas Sosial Dan Penyebab Terjadinya Pengaruh

·         Pengertian Kelompok

Kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi dalam jangka waktu lama tidak hanya untuk sementara dimana satu sama lain saling mempengaruhi & mereka merasa satu keluarga. Ada 3 contoh pengaruh kolektif:

o   Social facilitation

Kita melangkah dari pertanyaan dasar: apakah kita terpengaruh hanya karena kehadiran orang lain? “hanya karena kehadiran” berarti orang-orang tidak perlu ada persaingan, tidak memberi reward atau pun hukuman, & tidak melakukan apa-apa kecuali audiens pasif atau disebut sebagai coactors. Coactor yaitu sekelompok orang yang kerjasama secara mendadak & secara individu tidak ada tugas untuk berkompetisi. Misalnya ketika kita jogging, makan, & ujian bersama.

Social facilitation sendiri memiliki 2 makna;

1)      Makna aslinya yaitu kecenderungan individu untuk mempertunjukkan kemudahan mempelajari & menyelesaikan tugas dengan mudah karena kehadiran orang lain;

   2) Makna kini yaitu respon yang kuat & mencolok kehadiran orang lain. 

o   Kehadiran orang lain

Dikatakan bahwa kehadiran orang lain terkadang memberikan kemudahan bagi orang lain untuk melakukan aktivitas, tapi tak jarang juga sebagai hambatan. Sebagaimana kita mengibaratkan perkiraan cuaca, kita memperkirakan akan terjadi hujan ternyata hanya mendung atau bahkan panas.

o      Crowding: kehadiran beberapa orang yang lain

Pada dasarnya hampir sama dengan kehadiran orang lain bahwa terkadang memberikan keuntungan tapi kadang justru merugikan. Seseorang dalam keadaan stress, kawannya akan dapat menghiburnya. Meskipun demikian para peneliti telah menemukan bahwa dengan kehadiran banyak orang justru seseorang yang dalam keadaan stress akan bertambah keringat, tertekan, bernapas lebih cepat, otot-otot meregang, ketika mengadakan perjalanan lebih mudah lelah, memilki tekanan darah lebih tinggi, & detak jantung lebih cepat. Bagi orang yang mudah gagap, kehadiran banyak orang cenderung semakin gagap ketika berbicara didepan umum & banyak orang.

o        Kita mudah bangkit dengan kehadiran orang lain

Dalam poin ini kita melihat bahwa seseorang akan lebih mudah bangkit tergerak baik cenderung ke kemarahan maupun kearah yang positif. Terdapat 3 faktor pendukung: 

§    Evaluation apprehension (evaluasi aprehensif)

Yaitu memperhatikan bagaimana orang lain menilai atau mengevaluasi diri kita. Evaluation apprehension juga membantu untuk menjelaskan : mengapa orang cenderung mempertunjukkan yang terbaik ketika coactor agak superior? Mengapa orang yang sangat mencemaskan tentang evaluasi orang lain terhadap dirinya adalah seseorang yang justru merekalah yang sebenarnya paling terpengaruh dengan kehadiran orang lain.

§    Driven by distraction (dipicu kebingungan)

Beberapa psikolog membuat teori bahwa orang mulai heran mengamati bagaimana coactor bertindak atau bagaimana audiens bereaksi yang sebenarnya tindakannya itu dipicu oleh karena kebingungan. Konflik antara memperhatikan orang lain & memperhatikan tugas berlebihan dalam sistem kognitif dapat membangkitkan ketertarikan dapat juga kemarahan. Bukti bahwa orang cenderung terpicu kebingungan berdasarkan eksperimen yang menyatakan bahwa social facilitation tidak muncul hanya karena kehadiran orang lain tetapi juga kehadiran bukan manusia seperti ledakan api yang tiba-tiba terjadi.

§    Mere presence (kehadiran semata)

Zajonc percaya kehadiran orang lain itu sendiri dapat membangkitkan ketertarikan atau kemarahan seseorang meskipun tanpa diikuti evaluation apprehension & arousing distraction. Misal seseorang memilih warna pink bukan karena dipengaruhi oleh orang lain tetapi karena kehadiran warna pink itu sendiri” yang memang menarik.

·         Social Loafing

Social Loafing yaitu kecenderungan dimana orang-orang secara kerjasama mengerahkan usaha mereka untuk memperoleh goal yang hendak dicapai bersama sedangkan dalam hal ini usaha individu tidak diperhitungkan . Sebagai contoh permainan dalam sebuah tim, meskipun yang meng-gol-kan bola kegawang satu orang namun kesuksesan kemenangan tetap satu tim yang merasakan meski terdiri dari beberapa orang.

o        Banyak tangan akan meringankan pekerjaan

Pekerjaan seberat apapun jika dikerjakan bersama-sama maka akan terasa ringan. Dikatakan ringan bukan berarti hanya metode penyelesaiannya yang serentak bersamaan, namun dalam sebuah kelompok sosial bisa saling bergantian. Misalnya dalam tarik tambang, 2 anggota yang paling depan berusaha menarik tali sekuat mungkin namun karena agak lelah mereka mengendorkan tarikannya. Dua orang tadi berani mengendorkan tarikannya karena anggota yang lain secara otomatis sudah siaga untuk menarik menggantikan tenaga temannya yang sedang ‘berhenti sejenak itu’, & demikian terus saling bergantian.

o        Social loafing dalam kehidupan sehari-hari

 Free riders adalah orang memperoleh keuntungan dari kelompok, akan tetapi sebenarnya ia hanya memberikan sedikit sumbangan pada kelompok tsb. Demikian juga social loafing yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari misal tim mendayung, mengevaluasi puisi atau editorial, menghasilkan ide-ide, dll, sering segelintir orang hanya menyumbangkan partisipasinya yang akhirnya mengeluarkan karya unggulan.

·         Polarisasi Kelompok

Efek baik buruk biasanya terjadi dari interaksi kelompok, misal bentrokan dengan aparat keamanan & kekerasan massa yang mendemontrasikan potensi destruktifnya. Akan tetapi dukungan kelompok, konsultan manajemen, & para ahli teori menyatakan keuntungannya. Begitu juga pergerakan sosial & agama mendesak para anggotanya untuk memperkuat identitas mereka melalui persahabatan yang terjalin satu sama lain.

Penelitian membantu untuk mengklarifikasi pemahaman kita seperti dampak-dampak dari hasil penelitian. Dari mempelajari orang-orang dalam sebuah kelompok kecil, sebuah prinsip muncul yang akan membantu menjelaskan baik dampak yang konstruktif (bersifat membangun) maupun yang destruktif bersifat merusak). Diskusi kelompok sering memperkuat unklinasi (kecenderungan) awal para anggota (baik atau buruk).

Group polarization/ polarisasi kelompok mengilustrasikan proses penyelidikan bagaimana sebuah penemuan yagn menarik justru menggiring/ menuntun peneliti kearah kesimpulan yang salah & kadang terkesan gegabah yang akhirnya perlu diganti dengan kesimpulan yang lebih akurat. 

·         Groupthink

Groupthink yaitu kecenderungan dalam pengambilan keputusan kelompok untuk menekan mereka yang berbeda pendapat demi keharmonisan kelompok.

o        Simptom-simptom groupthink

Terdapat 7 simptom groupthink yang semuanya dikategorikan menjadi 3 kelompok:

1.      Kelompok simptom pertama cenderung menuntun anggota kelompok menjadi terlalu tinggi dalam menilai kemungkinan & kebenaran kelompok mereka (to overestimate their group’s might and right)

o       An illusion invulnerability: kelompok Janis mempelajari semua keoptimisan yang berlebihan & yang berkembang dimana semua pendapat-pendapat dari kelompoknya diperkirakan akan benar atau “kemungkinan” besar akan kebenarannya.

o       Unquestioned belief in the group’s morality: anggota kelompok mengasumsikan & memikirkan moralitas yang melekat pada sifat mereka & mengabaikan perihal moral & etika, & asumsi mereka itu dianggap benar.

2.      Kelompok simptom kedua cenderung untuk close- minded:

o       Rationalization: kelompok melalaikan tantangan-tantangannya dengan cara secara kolektif menjastifikasi keputusan-keputusan mereka. Presiden Johnson dalam makan siangnya mengatakan bahwa dirinya lebih banyak waktunya untuk berrasionalisasi (menjelaskan & menjastifikasi) daripada merefleksikan & memikir ulang keputusan-keputusan utama untuk meningkatkan pemimpinannya. Masing-masing inisiatif menjadi sebuah tindakan untuk bertahan & berjastifikasi.

o       Stereotyped view of opponent: peserta dalam groupthink ini memikirkan bahwa musuh mereka terlalu kejam untuk diajak bernegosiasi atau justru terlalu lemah & tak memilki intelegensi untuk mempertahankan kelompok mereka sendiri melawan inisiatif yang telah direncanakan.

3.      Kategori ketiga yaitu kelompok yang menderita akibat tekanan terhadap keseragaman (pressures toward uniformity)

o       Conformity pressure (tekanan konformitas): anggota dalam suatu kelompok akan menolak dengan keras anggota yang timbul keraguan tentang asumsi-asumsi & rencana yang diprogramkan kelompok yang pengungkapannya bukan karena argumen-argumen melainkan karena emosi pribadi.

o       Self-censorship: pertentangan sering menimbulkan ketidaknyamanan, akan tetapi anggota sepakat jika ada salah satu anggota yang tidak setuju maka lebih baik tidak ikut kelompok tersebut.

o       Mindguards: beberapa anggota melindungi kelompoknya dari informasi yang akan mungkin mempertanyakan keefektifan atau moralitas dari keputusan yang diambil.

·         Pengaruh Minoritas

Kelompok mempengaruhi individu, tetapi kapan & bagaimana individu dapat mempengaruhi kelompoknya? Serge Moscovici di Paris telah mengidentifikasi beberapa penunjang penentu pengaruh minoritas: consistency (konsistensi), self-confidence (kepercayaan diri), & defection from the majority (meninggalkan dari kelompok mayoritas).

o        Consistency (konsistensi)

    Moscovi, dkk menyatakan apabila kelompok minoritas cenderung konsisten & tetap dalam pendiriannya maka biasanya kelompok mayoritas akan menyetujui pendapat minoritas. Mmasih berdasarkan Moscovi jika kelompok minor mengikuti kelompok mayor biasanya merefleksikan adanya sekedar memenuhi tuntutan publik. Akan tetapi jika kelompok mayor yang mengikuti kelompok minor merefleksikan adanya penerimaan sejati (a genuine acceptance).

o        Self-confidence (kepercayaan diri)

    Konsistensi & ketekunan menuntun seseorang kearah kepercayaan diri. Joel Wacthler (1974) menyatakan bahwa perilaku apapun yang dilakukan minoritas yang menuntun kearah rasa percaya diri cenderung membangkitkan keraguan mayoritas untuk memikirkan ulang akan posisi minoritas.

o        Defections from the majority (meninggalkan dari kelompok mayoritas)

    Ketika kelompok minoritas secara konsisten mulai meragukan kebijakan mayor, maka anggota mayor menjadi merasa lebih bebas mengekspresikan keraguan mereka sendiri & bahkan akan berpaling dari mayor menuju ke kelompok minor.

o        Apakah kepemimpinan minoritas berpengaruh?

    Leadership atau kepemimpinan adalah sebuah proses yang mana beberapa anggota tertentu dalam kelompok mencoba untuk memotivasi & membimbing kelompoknya. Berpengaruh & tidaknya kepemimpinan terhadap kelompok, tergantung bagaimana & seperti apa seorang pemimpin menjalankan kepemimpinannya. Kelompok akan berjalan dengan baik apabila pemimpin cukup terampil & pintar dalam memanajemen kelompok. Pemimpin yang cenderung menuntut goal yang sempurna tanpa memperhatikan bawahannya, maka kelompok tidak dapat berjalan dengan lancar. Anggota mulai ada rasa tidak percaya terhadap kepemimpinan pimpinan.

·         Pengertian Konformitas 

Konformitas  adalah sebuah perubahan perilaku atau kepercayaan sebagai hasil dari tekanan kelompok baik nyata maupun maya. Sedang compliance yaitu konformitas yang melibatkan tindakan secara umum untuk menuruti tuntutan sosial padahal secara individu ia tidak menyetujuinya. Misal compliance yaitu terkadang kita ikut-an apa yang kata umum baik padahal secara pribadi kita menyatakan tidak baik sehingga kita tidak tahu apa yang sebenarnya kita lakukan. Acceptance yaitu konformitas yang melibatkan baik tindakan maupun kepercayaan demi keserasian dalam sosial.

ü Kapan Orang harus Berkonformitas

Beberapa situasi harus memicu orang untuk berkompromi/ menyesuaikan, sedangkan beberapa situasi yang lain tidak perlu. Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa konformitas itu sangat penting khususnya jika sebuah kelompok memiliki tiga orang atau lebih & bersifat kohesif serta memiliki status yang tinggi.

ü Group size (ukuran kelompok)

    Didalam eksperimen laboratorium sebuah kelompok tidak perlu besar untuk memiliki efek yang besar. Asch & peneliti-peneliti lain menemukan bahwa tiga hingga lima orang akan lebih dapat berkonformitas daripada 1 atau 2 orang. Bib Latane mengasumsikan bahwa pengaruh sosial meningkat sejalan dengan kesiapan & ukuran sebuah kelompok.

a)      Unanimity (kebulatan suara)

    Yaitu ketika dalam sebuah kelompok para anggota berkonformitas karena perihal yang mereka bahas sudah saling setuju dengan kebulatan suara bersama.

b)      Cohesion (kohesi)

    Adalah perasaan yang mana para anggota dalam sebuah kelompok semuanya terikat & terjalin bersama mungkin karena satu sama lain saling menarik & memperhatikan.

ü      Status

    Dalam berkonformitas, status ternyata menduduki peran yang cukup tinggi. Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya seseorang yang berstatus sosial tinggi cenderung memiliki dampak lebih dalam kelompok.

ü      Mengapa Orang harus Berkonformitas?

            Terdapat 2 kemungkinan mengapa orang berkonformitas, yaitu:

a.       normative influence, yaitu orang berkonformitas yang didasarkan pada kehendak atau keinginan seseorang untuk memenuhi harapan-harapan orang lain. Hal ini sering dilakukan agar yang melakukan tsb bisa diterima orang lain.

b.      informational influence yaitu konformitas merupakan hasil dari adanya bukti tentang realita yang diberikan orang lain. Kecenderungan seseorang untuk lebih berkonformitas ketika merespon kemauan publik yang merefleksikan normative influence. Sedangkan kecenderungan untuk lebih berkonformitas pada pengambilan keputusan tugas merefleksikan informational influence. 

ü      Siapa Saja yang Berkonformitas?

a.       Gender

Diantara warga Amerika yang berada dalam kelompok kondisi tertekan selama 30 thn, terdapat kecenderungan bagi wanita untuk lebih brkonformitas daripada laki-laki. Akan tetapi, berdasarkan eksperimen terbaru, kini kaum wanita tidak lagi mudah berkonformitas. Hampir semua perbedaan gender dalam perilaku sosial juga tampaknya tidak lagi terpengaruh oleh investigator jenis kelamin. Sebelumnya dikatakan bahwa perempuan lebih mudah terpengaruh karena mereka lebih memperhatikan hubungan interpersonal yang mengatribusikan perbedaan individu.

Eagly & Wendy Wood percaya bahwa perbedaan dalam konformitas merupakan hasil dari peranan sosial pria & wanita yang telah terstereotipkan. Perbedaan laki-laki & perempuan tidak hanya perbedaan gender tetapi juga perbedaan status. Dalam kehidupan sehari-hari, laki-laki cenderung menduduki posisi status & memiliki kekuasaan lebih tinggi sehingga sering kita lihat laki-laki menekan & kaum wanita merasakan dampaknya.

b.      Personality (kepribadian)

Sejarah psikososial yang berpikir tentang hubungan antara sifat kepribadian dengan perilaku sosial paralel yang menekankan tentang sikap & perilaku. Kepribadian seseorang/ individu memerlukan adanya hubungan dengan pribadi diluar dirinya atau perilaku sosial seperti konformitas & kepribadian sehingga ada kecenderungan untuk berkonformitas dengan perilaku sosial lain.

c.       Budaya

Latar belakang budaya turut mempengaruhi dalam upaya bagaimana seseorang berkonformitas. Sebagai contoh tingkat konformitas masyarakat Libanon 31%, Hongkong 32%, mereka adalah suku-suku yang memiliki sanksi keras untuk tidak berkonformitas, sedangkan orang Norwegia & Perancis lebih cenderung berkonformitas.

·         Melawan Tekanan Sosial

    Manusia tidak seperti bola billiard yang hanya bisa dilempar semau pemain, tetapi manusia dapat bertindak untuk merespon tekanan-tekanan yang datang padanya. Mengetahui adanya seseorang yang mencoba untuk memaksa kita, hal ini akan mendorong kita untuk bereaksi mungkin dalam bentuk perlawanan.

§         Reactance

    Yaitu sebuah motif untuk melindungi atau memulihkan rasa kebebasan seseorang. Reactance muncul ketika ada seseorang yang mengancam aksi kebebasan kita. Teori dari psychological reactance mengatakan bahwasanya orang benar-2 bertindak untuk melindungi kebebasannya yang didukung oleh pertunjukan eksperimen-2 yang mencoba untuk membatasi kebebasan seseorang yang sering menghasilkan sebuah dampak boomerang. Sebagai contoh ketika seorang menghentikan kita di jalan & meminta kita untuk menandatangani surat permohonan, sementara kita mempertimbangkan permohonan tsb, ada orang lain yang bilang “Orang tidak seharusnya mendistribusikan atau menandatangani permohonan semacam itu”.

Teori reactance memprediksikan bahwa jika ada perkataan yang tidak enak seperti itu akan membatasi kebebasan kita untuk memutuskan menandatangani. 

§         Menilai keunikan (asserting uniqueness)

    Orang merasa sangat tidak nyaman ketika mereka berpenampilan begitu berbeda dengan orang lain di sekitarnya, akan tetapi di negara barat orang cenderung merasa tidak nyaman jika dirinya tamptl sama seperti orang lain. Memang dalam mengaplikasikan keunikan, kita tidak mau dilbilang orang yang menyimpang, akan tetapi kita semua mengekspresikan perbedaan kita melalui gaya & pakaian pribadi kita. Dengan demikian kita dalam bertindak untuk menghadirkan rasa keunikan & individualitas kita yaitu ketika dalam kelompok kita tampak berbeda dengan yang lainnya. 
 

 

DINKEL KEOMPOK 1

September 28, 2007

Dosen Pengajar : Dr. Cholichul Hadi; Drs. H. Machrus, MS; Ike Herdiana, S.Psi. Psi; Achmat Chusairi, S.Psi; Tri Kurniati Ambarini, S.Psi, M.Psi; Listyati S. Palupi, S.Psi

KELOMPOK 1 :
Lily Verawaty 110511218
Diah Asri Dini M 110511219
Galih Putri C 110511224
Fransisca Levina T.T 110511227
Sivananda Yuli 110511235
Novita Ariani 110511252

INTROVERT, EKSTROVERT, RASA MALU, DAN DORONGAN MENJADI ANGGOTA KELOMPOK

DEFINISI
Kelompok adalah suatu unit yang memiliki tujuan, kepentingan atau minat yang sama dalam berbagai kegiatan serta saling tergantung satu sama lainnya. Pengertian kelompok dari segi persepsi berdasarkan asumsi bahwa anggota kelompok sadar dan mempunyai persepsi bersama akan hubungan mereka dengan anggota lain. Misalnya adalah definisi yang dikemukakan oleh Smith, 1945 (dalam Shaw, 1979:4) :
We may define a social group as a unit consisting of a plural number of separate organisms (agents) who have a collective perception of their unity and who have the ability to act or are acting in a unitary manner toward their environment.
Pengertian kelompok atas dasar tujuan adalah dekat dengan definisi atas dasar motivasi. Misalnya, pengertian kelompok yang dikemukakan oleh Mills (dalam Shaw, 1979:8) menyatakan, “Just what are these small groups we are referring to? To put it simply, they are units composed of two or more persons who come into contact for a purpose and who consider the contact meaningful.” Dari apa yang dipaparkan Mills, kesimpulannya adalah titik berat dalam pengertian kelompok dilihat dari adanya purpose atau tujuan dan memandang kontak dalam kelompok adalah meaningful. Oleh karena itu, seperti telah dipaparkan sebelumnya tinjauan atas dasar tujuan tidak jauh berbeda dengan tinjauan atas dasar motivasi. Dalam hal ini, Mills menggunakan istilah the small group, bukan social group atau hanya group.
Intinya dari sebuah kelompok adalah memiliki interaksi, pengaruh, serta tujuan bersama dalam melakukan kegiatan atau aktivitasnya agar tercapainya tujuan semula.

CIRI-CIRI KELOMPOK
Menurut Forsyth (1953), bahwa kelompok pada umumnya mempunyai ciri-ciri interaksi, struktur, tujuan, groupness, atau unity. Salah satu ciri kelompokadalah suatu unity, yang akan berkaitan dengan interdependensi dan kohesi. Tetapi yang paling utama dari sebuah kelompok adalah adanya interaksi yang terjalin antar anggota agar tujuan yang ingin dicapai dapat terpenuhi.
Ciri-ciri kelompok yang lain adalah kelompok paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang dan memiliki struktur tertentu didalamnya.

MACAM-MACAM KELOMPOK
Masyarakat memiliki bermacam-macam kelompok yang berbeda satu dengan yang lain. Seseorang atau beberapa orang yang sendirinya masuk kedalam kelompok dinamakan ascribed group. Sedangkan kelompok atas dasar pemilihan seseorang dinamakan acquired group (Penner, 1978). Berkaitan dengan macamnya, kelompok dibedakan berdasarkan :
1. Besar kecilnya kelompok atau ukuran kelompok; ada kelompok yang kecil dan ada kelompok yang besar. Menurut Shaw (1979), kelompok kecil adalah kelompok yang terdiri dari 20 orang atau kurang, walaupun dalam banyak hal dalam perhatian dan penelitian lebih dipusatkan pada kelompok yang beranggotakan 5 orang atau kurang. Kelompok yang terdiri dari 20 orang termasuk kelompok besar.
2. Tujuan; orang-orang yang mempunyai tujuan yang sama akan membentuk satu kelompok tersendiri, misalnya kelompok belajar.
3. Value (nilai); orang-orang yang akan memiliki nilai yang sama akan membentuk kelompok sendiri.
4. Duration (waktu lamanya); dalam hal ini, ada kelompok yang jangka waktunya pendek, misalnya kelompok belajar umumnya yang waktunya relatif pendek apabila tujuannya telah tercapai lalu bubar. Sedangkan kelompok yang memiliki jangka waktu yang relatif lama, misalnya kelompok keluarga.
5. Scope of activities; kelompok yang mengandung banyak aktivitas didalamnya.
6. Minat; kelompok yang dibentuk berdasarkan atas minat yang sama.
7. Daerah Asal; kelompok yang dibentuk berdasarkan daerah yang sama.
8. Formalitas; ada kelompok yang formal dan ada yang kelompok informal.

 Introvert
Introvert terutama dipengaruhi oleh dunia subjektif, yaitu dunia dalam dirinya sendiri. Orientasi yang utama adalah tertuju kedalam, pikiran, perasaan, serta tindakan-tindakannya terutama ditentukan oleh faktor-faktor subjektif (Jung dalam Suryabrata, 2001). Penyesuaiannya dengan dunia luar kurang baik; jiwanya tertutup, sukar bergaul, sukar berhubungan dengan orang lain, kurang dapat menarik hati orang lain.
Tipe introvert, memiliki ciri-ciri antara lain; menjauhkan diri dan tidak mudah bergabung dengan orang lain, rasional, dapat mengontrol tindakannya dan tidak mampu berkomunikasi secara efektif dengan orang lain (Jung dalam Budiraharjo, 1997).
Tipe introvert cenderung menarik diri dan tenggelam dalam pengalaman-pengalaman batinnya sendiri, mereka biasanya tertutup, tidak terlalu memperhatikan orang lain dan agak pendiam Eysenck (dalam Irwanto, 1996).
Contoh kasus dari orang yang memiliki tipe introvert adalah :
”Pernah tahu tentang seseorang yang perlu menyendiri, berjam-jam tiap harinya? Yang gemar mengobrol tentang ide-ide, tentang perasaan? Yang kadang-kadang bisa mempresentasikan sesuatu dengan hebat di hadapan banyak orang, tapi begitu canggung saat berada di kelompok yang lebih kecil?. Saya tahu itu. Nama saya Jonathan, dan saya seorang introvert. Oh, bertahun-tahun saya mencoba mengingkarinya. Saya toh pada akhirnya bisa bergaul. Saya bukannya pemurung, atau tidak suka dengan orang. Pada dasarnya, saya jauh dari pemalu. Saya memang menyukai obrolan panjang tentang pemikiran yang mendalam, tentang eksplorasi hal-hal yang menarik. Tapi paling tidak saya memiliki kepercayaan diri, dan pergi keluar dengan teman-teman. Dengan cara inilah saya bisa lepas dari stereotipe dan kesalahpahaman yang menyakitkan”.

Introvert akan cenderung menjauhkan diri dari orang lain dan kurang nyaman bila bersama-sama orang lain, serta cenderung kurang dependen (Claride dalam Frances & First,1998).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan kalau tipe introvert terlihat kurang dependen terhadap orang lain.

 Ekstrovert
Carl Jung (dalam Suryabrata, 2001) menyatakan bahwa orang yang ekstrovert dipengaruhi oleh dunia obyektif, yaitu dunia diluar dirinya. Orientasinya tertuju keluar, pikiran, perasaan serta tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial. Dia bersikap positif terhadap masyarakatnya, hatinya mudah terbuka, mudah bergaul, hubungan dengan orang lain lancar.
Tipe ekstrovert memiliki beberapa ciri antara lain ; mereka mengungkapkan perasaan-perasaannya, ideal-idealnya; perasaannya dapat berubah dari satu situasi ke situasi lain dan dari satu orang ke orang lain; serta berbuat sedikit sekali untuk dirinya (Jung dalam Budiraharjo, 1997).
Sedangkan menurut Eysenck (dalam Irwanto, 1996) orang dengan tipe kepribadian ekstrovert memiliki kecenderungan untuk membuka diri dalam kontak dengan orang-orang, peristiwa-peristiwa, dan benda-benda disekitarnya. Hal ini berarti orang yang ekstrovert akan cenderung menjalin hubungan interpersonal yang baik dengan orang-orang disekitarnya.
Dari uraian diatas dapat dilihat atau disimpulkan bahwa tipe ekstrovert cenderung bersikap seperti ciri-ciri yang terdapat pada orang yang dependen.

 Rasa Malu
Rasa malu sebagai Human Nature. Sejak awal sejarahnya, manusia telah memiliki kecenderungan untuk malu dikala melakukan kesalahan. Manusia merasa terhina dengan kesalahan yang dilakukannya, terlebih di kala banyak orang mengetahui kesalahannya tersebut. Kecenderungan ini pun akhirnya menetap dalam diri manusia. Namun dalam perkembangannya, beberapa gelintir individu dengan berbagai kepentingan dan ambisinya berupaya menghilangkan rasa malu dalam dirinya, yakni dengan mengubah persepsinya akan konsep benar atau salah yang berlaku di masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Rasa malu dalam kamus umum bahasa Indonesia, adalah merasa sangat tidak senang, rendah, hina dan sebagainya karena berbuat sesuatu yang kurang baik. Rasa malu terjadi karena faktor dari luar individu terlalu banyak intervensi dalam kegiatannya dan tidak memberikan mereka kepercayaan untuk bisa melakukan aktivitas mereka sendiri.
Rasa malu dapat dikategorikan kedalam shyness atau malu-malu. Rasa malu akan menghalangi seseorang untuk mendapatkan banyak pengalaman berharga dalam hidupnya. Rasa malu juga akan dapat membuat orang menghindarkan diri mereka dari interaksinya dengan orang banyak, khususnya orang yang tidak mereka kenal sebelumnya.
Namun dalam levelnya yang cukup serius, rasa malu bisa membuat orang menarik diri dari interaksi sosialnya; yang akhirnya menjadi masalah besar dalam dirinya. Shyness umumnya lebih terkait dengan ketidaknyamanan. Di kala seseorang merasa tidak nyaman dalam suatu kondisi tertentu, maka kepercayaan dirinya akan hilang dan pada saat itu ia merasakan shyness atau malu-malu.

Rasa malu dapat diminamlisirkan dengan cara meningkatkan komunikasi dengan lingkungannya, melalui :
1. Melakukan kontak mata.
2. Tersenyum.
3. Menjadi pendengar yang baik.
4. Mulailah melakukan pembicaraan awal.
5. Mulailah dengan pembicaraan yang ringan.
6. Juga dengan bergabung dengan suatu klub public speaking atau dengan membaca banyak buku yang terkait dengannya.

Manusia memiliki kecenderungan untuk malu atas kesalahan yang dilakukannya. Namun malu yang ada pun hendaknya lebih diarahkan agar manusia mau menyadari kesalahan dan bertanggung jawab atas kesalahan yang telah diperbuat dan bukan rasa malu yang justru membuatnya pesimistis dalam menghadapi hidup, rasa malu yang membuatnya makin menutup diri dari sekitar bahkan dari dirinya sendiri.
Rasa malu yang normal adalah rasa malu yang membuat seseorang mampu mengevaluasi dirinya dengan baik dan melakukan sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Rasa malu seperti inilah yang hendaknya selalu menjadi tabiat dasar dalam diri manusia.

 Dorongan menjadi Anggota Kelompok
Mengapa seseorang masuk dalam kelompok? Jawabannya dapat bermacam-macam. Menurut Kunkel (Walgito, 2002), manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, tetapi juga sekaligus makhluk individu. Oleh karena itu, kalau manusia kadang-kadang mempunyai dorongan untuk mementingkan diri sendiri di samping mementingkan kepentingan sosial adalah hal yang wajar. Sebagai makhluk sosial, manusia akan berhubungan dengan manusia lain, sehingga mereka secara alami akan membentuk suatu kelompok.
Namun demikian, kenyataannya kita mendapati bermacam-macam kelompok di masyarakat. Artinya, ada faktor-faktor lain yang mendorong terjadinya kelompok. Alasan atau motivasi seseorang masuk dalam suatu kelompok dapat bervariasi. Berikut adalah uraiannya:
1. Seseorang masuk dalam suatu kelompok pada umumnya ingin mencapai tujuan yang secara individu tidak dapat atau sulit dicapai.
2. Kelompok dapat memberikan baik kebutuhan fisiologis (walaupun tidak langsung) maupun kebutuhan psikologis. Menurut Maslow (1970) mengenai kebutuhan-kebutuhan, kebutuhan psikologis saat seseorang masuk dalam suatu kelompok, misalnya terpenuhinya rasa aman, kebutuhan sosial dan kasih sayang antar anggota serta kebutuhan akan aktualisasi diri.
3. Kelompok dapat mendorong pengembangan konsep diri dan mengembangkan harga diri seseorang.
4. Kelompok dapat pula memberikan pengetahuan dan informasi.
5. Kelompok dapat memberikan keuntungan ekonomis.

Oleh karena itu, dalammasyarakat kita dapat menjumpai adanya berbagai macam kelompok yang berbeda satu dan lainnya. Dengan tujuan yang berbeda, mereka masuk dalam kelompok yang berbeda atau dengan minat yang berbeda, mereka masuk dalam kelompok yang berbeda pula.
Dengan memperhatikan hal-hal di atas, pada dasarnya seseorang masuk dalam kelompok dengan tujuan memperoleh keuntungan, baik yang bersifat psikologis maupun nonpsikologis. Menurut reinforcement theory, seseorang berharap akan mendapatkan reward sebagai reinforcement dalam interaksi pada kelompok. Artinya, keuntungan akan diperoleh di dalam kelompok yang bersangkutan. Namun demikian, ada kemungkinan bahwa seseorang masuk dalam kelompok dengan harapan memperoleh keuntungan yang berada di luar kelompok. Dalam hal ini, kelompok digunakan sebagai alat untuk memperoleh keuntungan dengan tujuan yang terletak di luar kelompok. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang yang masuk dalam kelompok dapat terletak di dalam maupun di luar kelompok yang bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA

Suryabrata, Sumadi. 1998. Psikologi Kepribadian. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.
Walgito, Bimo, Dr. Prof. 2006. Psikologi Kelompok. Yogyakarta. Penerbit ANDI.
http://www.google.com
http://www.humanmetrics.com/

Malu sebagai Human Nature

Hello world!

September 28, 2007

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!