DINKEL Kelompok 10

Dosen Pengajar : Dr. Colichul Hadi, Drs. H. Machrus, MS, Ike Herdina, S,Psi. Psi. Achmat Chusairi S.Psi, Tri Kurniati Ambarini, S.Psi, M.Psi. Listyati S. Palupi, S. Psi

 

Kelompok : 10

 

Anggota :

Arlita lusiana wardani            110511182

Lenny marthiana                    110511185

Mahendra S                           110511190

Kartika p klara                      110511200

M T N Fuad                           110511212

Oktaviani                                110511237

Intergroup Relations( Hubungan Antar Kelompok ) Intergroup Relations merupakan suatu hubungan antar kelompok. Kelompok ada di mana-mana demikian pula dengan konflik antara mereka. Konflik di dalam kelompok muncul pada semua tingkatan organisasi. Hal ini berfokus pada sumber konflik yang ada di dalam kelompok dan bagaimana cara agar konflik itu dapat dipecahkan. Prasangka adalah salah satu pemicu timbulanya konflik antar kelompok, hal itu merupakan akibat dari adanya kontak-kontak sosial antara berbagai individu di dalam masyarakat. Intergroup Relation disebut juga sebagai dinamika yang terjadi antar kelompok dimana didalamnya terdapat usaha-usaha untuk mencapai tujuan  yang sama yang terbatas jumlahnya. Intergroup relation biasanya digunakan ketika ada kelompok yang memiliki tujuan yang sama dan tujuan tersebut mempunyai sifat terbatas. Intergroup relation digunakan atau dipakai dalam segala seting atau bidang dimana munculnya kelompok-kelompok dan muncul persaingan dalam mencapai tujuan tersebut. Pertanyaan spesifik mengenai siapa sajakan yang melakukan intergroup relation?, tentunya jawaban dari pertanyaan tersebut adalah kelompok-kelompok yang terdiri dari dua kelompok atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama sehingga terbentuklah intergroup relation, hal itu didasarkan karena adanya kebutuhan yang harus dipenuhi setiap anggota kelompok dalam mencapai tujuan mereka yang diharuskan berinteraksi satu sama lain, yang pada akhirnya terciptalah suatu hubungan kerjasama ataupun konflik. Seseorang tidak mungkin berprasangka bila tidak pernah mengalami kontak sosial dengan individu lain. Akan tetapi prasangka tidak semata-mata dimunculkan oleh faktor sosial. Faktor kepribadian turut berperan dalam menciptakan apakah seseorang mudah berprasangka atau tidak F   Competition and Conflict : Us VS ThemRealistic Conflict Theory merupakan  kerangka konseptual yang menjelaskan bahwa konflik intergroup disebabkan adanya kompetisi dalam mendapatkan komoditas langka, seperti bahan makanan, daerah kekuasaan, kesejahteraan, SDA, dan energi. Kompetisi adalah penyebab utama dari timbulnya perjuangan, pemberontakan, rasisme, persaingan antar suku, dan sebagainya. Persaingan memperebutkan sumberdaya yang terbatas seringkali berujung pada timbulnya konflik antara pihak-pihak yang berkompetisi. Konflik-konflik yang terjadi yang sering berupa kerusuhan dan kekerasan antar kelompok seringkali dipicu oleh prasangka. Sebaliknya, konflik antar kelompok yang membesar akan menyebarkan prasangka dan diskriminasi (Simpson & Yinger, 1965). Prasangka merupakan pemicu konflik sekaligus sebagai hasil dari konflik. Prasangka memicu konflik karena prasangka menciptakan kondisi hubungan sosial yang penuh ketegangan. Prasangka sebagai hasil dari konflik karena konsekuensi munculnya sikap permusuhan terhadap kelompok lain. Terdapat beberapa macam Competition and Conflict: Us Vs Them, yaitu:

  1. Competition and mutual distrust

Discontinuity effect : Daya saing kelompok yang terlihat nyata ketika mereka berinteraksi dengan kelompok lain. Sama halnya dengan daya saing individu ketika berinteraksi dengan individu lain. Proporsi persaingan kelompok melebihi proporsi persaingan individu yang berada dalam kelompok. Anggota kelompok ketika sendirian cenderung bersikap kooperatif, tetapi ketika mereka bergabung dalam kelompok sikap ini digantikan dengan daya kompetitif. Peneliti menghitung interaksi sosial sehari-hari dan menemukan bahwa aktivitas kelompok ditandai oleh adanya kompetisi yang sifatnya melebihi aktifitas orang-per-orang.

  1. Escalation of Conflict

Widmeyer & Mcguire menyatakan bahwa semakin sering kelompok bertemu, maka akan semakin sering pula para anggotanya bertindak agresif. Hal inilah yang dapat meningkatkan konflik. Beberapa macam bagian dari escalation of conflict, yaitu:

  1.  
    1. Conflict and Reciprocity

kelompok sebagaimana individu, ketika terjadi konflik mereka mengikuti norma resiprositas.

  1.  
    1. Power of Exploitation

Konflik disebabkan adanya kompetisi yang kemudian meningkatk menjadi proses eksploitasi.

  1.  
    1. Scapegoating and Conflict

Scapegoat and Conflict Theory, konflik intergroup yang menyatakan bahwa permusuhan mengakibatkan ketegangan yang disebabkan oleh keadaan lingkungan frustasi terkadang dilepaskan dengan mengambil tindakan permusuhan terhadap anggota kelompok sosial lain yang pada akhirnya menimbulkan konflik. Bilamana anggota kelompok menjadi frustrasi dan merasa tidak puas, mereka terkadang merespon dengan menyerang kelompok-kelompok yang menjauhi situasi mereka. Scapegoat and Conflict Theory menjelaskan mengapa kondisi-kondisi ekonomi membuat frustrasi sehingga sering menstimulat peningkatan dalam prasangka dan kekerasan.  F   Kategorisasi Sosial : Pikiran Kita Dan Mereka (Social Categorization : Perceiving Us & Them)Seorang anggota kelompok akan menolak kehadiran anggota kelompok lain bukan dikarenakan mereka takut atau harus bersaing dengan anggota kelompok lain tersebut, tetapi dikarenakan alasan sederhana yang menganggap bahwa anggota kelompok lain tersebut memang diperuntukkan bagi kelompok lain. Jadi pengkategorian sosial yang didasarkan pada persepsi “siapa kita” dan “siapa mereka”. Beberapa macam kategorisasi sosial, yaitu :1.      Ingroup/outgroup biasKategorisasi sosial mempunyai peran fundamental dalam membantu kita memahami dunia sekitar kita (Allport 1954). Melalui kategorisasi kita membedakan diri kita dengan orang lain, keluarga kita dengan keluarga lain, kelompok kita dengan kelompok lain, etnik kita dengan etnik lain. Pembedaan kategori ini bisa berdasarkan persamaan atau perbedaan. Misalnya persamaan tempat tinggal, garis keturunan, warna kulit, pekerjaan, kekayaan yang relatif sama dan sebagainya akan dikategorikan dalam kelompok yang sama. Sedangkan perbedaan dalam warna kulit, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan, tingkat pendidikan dan lainnya maka dikategorikan dalam kelompok yang berbeda. Mills memperkenalkan sebuah kategori untuk mengklasifikasikan masyarakat dalam dua kategori dasar sosial yaitu ingroup dan outgroup. Mereka yang memiliki kesamaan dengan diri kita akan dinilai satu kelompok dengan kita atau ingroup. Sedangkan mereka yang berbeda dengan kita akan dikategorikan sebagai outgroup. Seseorang pada saat yang sama bisa dikategorikan dalam ingroup ataupun outgroup sekaligus. Misalnya Sandi adalah tetangga kita, jadi sama-sama sebagai anggota kelompok pertetanggaan lingkungan RT. Pada saat yang sama ia merupakan lawan kita karena ia bekerja pada perusahaan saingan kita. Jadi, Sandi termasuk satu kelompok dengan kita (ingroup) sekaligus bukan sekelompok dengan kita (outgroup)Kategorisasi memiliki dua efek fundamental yakni melebih-lebihkan perbedaan antar kelompok dan meningkatkan kesamaan kelompok sendiri. Perbedaan antar kelompok yang ada cenderung dibesar-besarkan dan itu yang sering di ekspos sementara kesamaan yang ada cenderung untuk diabaikan. Disisi lain kesamaan yang dimiliki oleh kelompok cenderung sangat dilebih-lebihkan dan itu pula yang selalu diungkapkan. Sementara itu perbedaan yang ada cenderung diabaikan. Sebagai contoh perbedaan antara etnik jawa dan etnik batak akan cenderung di lebih-lebihkan, misalnya dalam bertutur kata dimana etnis jawa lembut dan etnis Batak kasar. Lalu, orang-orang seetnis cenderung untuk merasa sangat identik satu sama lain padahal sebenarnya diantara mereka relatif cukup berbeda. Ukuran kelompok adalah faktor penting dalam menilai apakah diantara anggota-anggotanya relatif sama ataukah plural. Kelompok minoritas menilai dirinya lebih similar dalam kelompok, sementara kelompok mayoritas menilai dirinya kurang similar. Anggota kelompok minoritas juga mengidentifikasikan diri lebih kuat ke dalam kelompok ketimbang anggota kelompok yang lebih besar. Kelompok yang minoritas juga menilai dirinya lebih berada didalam ancaman dibanding kelompok yang lebih besar. Keadaan ini menyebabkan kelompok minoritas tidak mudah percaya, sangat berhati-hati dan lebih mudah berprasangka terhadap kelompok mayoritas. Kecemasan berlebih itu tidak kondusif dalam harmonisasi hubungan sosial.  Karena sbagaimana yang dikatakan oleh Islam dan Hewstone (1993) hubungan yang cendrung meningkatkan kecemasan akan mengurangi sikap yang baik terhadap kelompok lain.Pengkategorian cenderung mengkontraskan antara dua pihak yang berbeda. Jika yang satu dinilai baik maka kelompok lain cenderung dinilai buruk. Kelompok sendiri biasanya akan dinilai baik, superior, dan layak dibanggakan untuk meningkatkan harga diri. Sementara itu disaat yang sama, kelompok lain cenderung dianggap buruk, inferior, dan memalukan. Keadaan ini bisa menimbulkan konflik karena masing-masing kelompok merasa paling baik. Keadaan konflik ini baik terbuka ataupun tidak melahirkan prasangka. Oakes, Haslam & Turner (1994) menyatakan bahwa kategorisasi sosial juga akan melahirkan diskriminasi antar kelompok jika memenuhi kondisi berikut :
Derajat subjek mengidentifikasi dengan kelompoknya. Semakin tinggi derajat identifikasi terhadap kelompok semakin tinggi kemungkinan melakukan diskriminasi.
Menonjol tidaknya kelompok lain yang relevan. Bila kelompok yang relevan cukup menonjol maka kecenderungan untuk terjadi diskriminasi juga besar.
Derajat dimana kelompok dibandingkan pada dimensi-dimensi itu (kesamaan, kedekatan, perbedaan yang ambigu). Semakin sama, semakin dekat, dan semakin ambigu yang dibandingkan maka kemungkinan diskriminasi akan mengecil.
Penting dan relevankah membandingkan dimensi-dimensi dengan identitas kelompok. Semakin penting dan relevan dimensi yang dibandingkan dengan identitas kelompok maka kemungkinan diskriminasi juga semakin besar.
Status relatif ingroup dan karakter perbedaan status antar kelompok yang dirasakan. Semakin besar perbedaan yang dirasakan maka diskriminasi juga semakin mungkin terjadi. Bagian-bagian dari
Ingroup/outgroup bias:

  1. Kategorisasi dan persahabatan (Categorization & Friendships)

Sherifs mendokumentasikan penyimpangan atau bias ingroup/outgroup ke dalam semua lapangan studi konflik intergroup mereka. The Sherifs menyatakan bahwa konflik dapat dicegah dengan cara :§                                 Memecah dua kelompok yang berkonflik menjadi dua bagian. §                                 Menggabungkan separuh kelompok yang satu dengan separuh kelompok lain yang berkonflik.

  1. Outgroup rejection

Penyimpangan ingroup atau outgroup adalah gabungan dari dua penyimpangan, suatu kecendrungan untuk kebaikan kelompok kita, anggota, dan produk, serta suatu kecendrungan untuk menyusutkan kelompok yang lain, anggota, dan produk (Brewer, 1979; Coser, 1956; Hinkle dan Schopler, 1986). Penyimpangan ini dalam ingroup/outgroup telah ditetapkan oleh sejumlah studi lain, tetapi banyak orang yang mengatakan bahwa ingroup lebih kuat dari pada penolakan outgroup. Sebagai contoh, nilai-nilai yang keluar dari permusuhan outgroup itu bukanlah suatu keperluan konsekuensi terhadap konflik. Penolakan membantu kelompok untuk menyelesaikan tindakan agresi dalam melawan pertentangan terhadap kelompok, akan tetapi kebencian outgroup, penolakan, dan penghinaan tidak selalu kovari dengan kohesi ingroup, penerimaan, dan atraksi. Marilynn Brewer setuju dengan kesimpulan Coser’s, bahwa konflik menciptakan ”persepsi terhadap kelompok sendiri  menjadi lebih baik”, walaupun outgroup tidaklah perlu untuk diprotes( Brewer 1979, p. 322; see also, Brewer, 1986; Brewer dan Brown, 1998).Brewer menyatakan bahwa ungkapan permusuhan outgroup tergantung pada sejumlah faktor situasi, yang mencakup persamaan anggota ingroup dan outgroup, serta mengantisipasi interaksi di masa datang, dibuat jenis evaluasi, dan kerjasama yang alami atau situasi intergroup yang kompetitif. kelompok yang gagal selama kontes intergroup, sebagai contoh lebih mungkin untuk menyusutkan kelompok lain  dibanding dengan menggolongkan kemenangan itu. Stephen Worchel dan para rekan kerja nya mendokumentasikan kecenderungan ini, meyakinkan sepasang kelompok mereka dalam  bersaing, bekerja sama, atau bekerja dengan bebas.Penolakkan dapat membantu suatu kelompok untuk membuang tindakan-tindakan agresif yang menentang kelompoknya. Outgroup Rejection tidak selalu berhubungan timbal balik dengan kohesivitas ingroup, penerimaan, dan ketertarikan.  

  1. Kategorisasi dan kohesi (Categorization & Cohesion)

Coser (1956), sebagai tambahan tehadap pernyatatan bahwa penyimpangan pro ingroup adalah lebih kuat dibandingkan anti penyimpangan outgroup, mengenali bahwa konflik intergroup mempunyai satu kegunaan pada bagian effek sampingnya, hal itu mencetuskan suatu kenaikan yang cepat di dalam kohesi.Konflik yang terjadi didalam ingrup atau outgrup, akan menjadikan suatu kelompok yang memiliki organisasi yang lebih baik, dan struktur kelompok yang lebih solid. Konflik antar kelompok dapat meningkatkan kohesivitas ingrup (Goldman, Stockbauer, & McAuliffe, 1997).

  1. Differentiation (perbedaan)

Coser juga mengusulkan bahwa ”konflik membantu untuk menetapkan dan memelihara batasan bentuk dan identitas kelompok”. keunikan norma-norma kelompok  juga dimulai untuk berkembang, dan jika satu kelompok mengadopsi suatu gaya tindakan, perilaku ini keras-keras ditolak oleh kelompok lain.Masing-masing kelompok cenderung untuk menekankan perbedaan kelompok mereka (Sherift, 1966). Ketika orang dari budaya berbeda menemukan dirinya berada dalam konflik, mereka sering mengadopsi dialek, aksen, atau bentuk bahasa yang unik bagi kelompoknya sendiri dan asing bagi kelompok lain (Giles, 1997; Giles&Johnson, 1981; Krauss&Chiu, 1998).

  1. Double-standard thinking

Kelompok cenderung menggunakan Double Standard Thinking ketika mengevaluasi perilakunya sendiri dan bahkan perilaku kelompok lain. ketika kita menolak untuk menyerah terhadap ancaman (yang mana disebut dengan permintaan), kita adalah seorang pemberani, meskipun mereka menganggap kita keras kepala. Merasa bangga atas kelompok kita sendiri disebut nationalisme, meskipun kelompok lain mengatakan sebagai bukti dari etnosentris. Orang-orang akan memutuskan perilaku yang ditampilkan oleh kelompoknya sendiri secara positif, tapi mereka secara negatif akan mengevaluasi perilku yang sama itu ketika mereka tampil dengan kelompok lain (Oskamp&Hartry, 1968).2.      Cognitive consequences of categorizationKategorisasi merupakan proses kognitif otomatis, dimana secara cepat menempatkan orang lain ke dalam kategori-kategori tertentu tanpa melalui pertimbangan. Tetapi sekali waktu individu dikenali sebagai seorang anggota kelompok kita atau beberapa kelompok lain, kita kerepotan untuk menggeneralisasikan tentang kualitas mereka, minat mereka, dan menganggap mereka tidak tampak. Bagaimanapun, generalisasi ini sering overgeneralization yang mendorong pada proses kategorisasi dibandingkan oleh fakta dari pikiran kita.Bagian-bagian dari Cognitive consequences of categorization:

  1. Outgroup homogeneity bias

Kebanyakan anggota kelompok cepat menilai banyaknya karakteristik yang berbeda dengan mereka dari anggota kelompok mereka yang lain. Kencendrungan perseptual untuk mengasumsikan bahwa anggota dari kelompok lain masing-masing sangat serupa atau sama dengan yang lain, sedangkan keanggotaan kelompok kita sendiri lebih heterogen (outgroup/tidak sama), dan kecendrungan perseptual untuk mengasumsikan bahwa kelompok kita sendiri berbeda atau bermacam-macam dan heterogen, dengan anggota yang mempunyai kualitas sendiri yang membedakan mereka dari masing-masing anggota yang lain atau orang lain (ingroup differentiation bias). Berbagai macam studi tentang ingroup maupun outgroup, wanita versus laki-laki, imu jurusan fisika versus jurusan menari, perkumpulan mahasiswi A versus perkumpulan mahasiswi B, Canadians versus Amerika asli, dan hitam versus putih, dokumentasi ini disebut juga sebagai penyimpangan homogenitas outgroup, kecendrungan terhadap  orang-orang yang mengasumsikan bahwa outgroup itu jauh lebih homogen dibandingkan ingroup (Judd dan Park, 1988; Linville dan Fisher, 1998; Ostrom dan Sedikides, 1992). Penyimpangan homogenitas dilengkapi dengan penyimpangan perbedaan ingroup. anggota menggolongkan conceptualizations tentang kelompok yang lain lebih sederhana dan tidak dibedakan, tetapi ketika mereka berbalik lagi ke kelompok mereka sendiri, mereka mencatat adanya keanekaragaman serta kompleksitasnya (Linville, 1982; Linville, Fischer, dan Salovey, 1989; Linville, Fischer, dan Yoon, 1996; Park dan Rothbart, 1982). Homogenity bias merupakan pelengkap dari differentiation bias, bias homogenitas outgroup tidak selalu muncul pada setiap setting intergroup, homogenity bias ini selalu terjadi ketika ingroup terjadi kecurangan di satu sisi yang lain.

  1. Judgmental biases

Dua sisi tentang penyimpanga ingroup maupun outgroup juga terbukti ketika anggota kelompok mengadili produk kualitas kelompok mereka. Contohnya anggota kelompok band rock tidak hanya berfikir bahwa musik itu sangat bagus, tetapi juga mempertimbangkan suatu kelompok saingan musik yang lebih rendah. Satu kelompok etnik membanggakan diri mereka sendiri atas tradisinya dan juga memandang tradisi kelompok lain dengan penghinaan. Satu tim  penelitian berpikir bahwa teori itu menjelaskan konflik intergroup sambil mengkritik teori penelitian lain sebagai inadequated (tidak cukup)Macam-macam judgmental biases:      §                                 Ingroup Homogenity Bias : kecenderungan anggota kelompok untuk mengamsusikan bahwa kelompok mereka adalah homogen, dengan anggota kelompok berbagi beberapa kualitas yang sama : kebalikan dari Ingroup differentiation bias. §                                 Linguistic Intergroup Bias : kecenderungan untuk menyampaikan hal-hal yang positif dalam kelompok dalam (ingroup) dan tingkah laku yang negative pada kelompok luar (outgroup) lebih abstrak daripada tingkah laku yang positif pada kelompok dalam dan tingkah laku yang negative pada kelompok luar (outgroup).

  1. Group Attribution Error

Anggota kelompok mempunyai kecenderungan untuk membuat pernyataan yang luas tentang observasi terhadap satu atau dua anggota kelompok secara lengkap. Proses yang berlawanan, memperkirakan bahwa karakteristik dari individu dalam suatu kelompok dapat ditarik kesimpulan dari karakteristik umum dari seluruh kelompok, dapat menyesatkan kita. Jika kita mengetahui kedudukan kelompok kita terhadap suatu publikasi (issue), kita akan malas untuk mengasumsikan bahwa tiap orang dari kita setuju dengan kedudukan tersebut. Ketika kita mengetahui kedudukan dari kelompk-kelompok yang lain, bagaimanapun, kita jauh lebih rela untuk mengasumsikan bahwa masing-masing dan setiap orang dalam kelompok itu setuju dengan kedudukannya tersebut.

  1. Stereotypes

Kategorisasi group membuatnya mungkin bagi kita untuk membedakan diantara anggota group kita dan anggota grup lain. Generalisasi kognitif tentang kualitas dan karakteristik anggota dari group tertentu atau kategori sosial. Stereotypes berfungsi sebagai peralatan penghematan tenaga kerja kognitif dengan membantu kita membuat penilaian cepat tentang orang berdasarkan pada keanggotaan kategori mereka. (McCauley, Stitt, & Segal, 1980; Miller, 1982). Stereotypes cenderung untuk dilebih-lebihkan daripada akurat, negatif daripada positif, dan melawan ke revisi bahkan ketika kita menghadapi individu secara langsung tidak memperkuat mereka (Linville, 1982; Stephan & Rosenfield, 1982). Stereotypes juga mempengaruhi apa yang kita ingat dan lupakan, untuk mengingat kembali informasi kami yang konsisten dengan stereotypes kami seringkali unggul untuk mengingat kembali dari informasi stereotypes  yang tidak konsisten.Steorotypes mengarah pada hal yang cenderung dilebih-lebihkan dibanding akurat, negatif dibanding positif dan bersifat melawan dibanding perbaikan, walaupun kita telah menghadapi secara individual namun secara tidak langsung kita mengkonfirmasi mereka untuk cenderung tidak memiliki kepercayaan yang rasional, dibanding dengan kejujuran dalam sebuah kekurangan konsep. Allport menulis bahwa “berperasangka menjadi prasangka hanya jika kita tidak dapat menerima apabila ada pemaparan baru.Wallter Lipman adalah orang pertama yang menggunakan kata steorotypes untuk mendeskripsikan perasaan dalam asumsi mengenai seseorang, perdebatan antara pertentangan diskriminasi steorotypes karena ini menandakan fakta itu sendiri yang secara nyata menjamin fakta-fakta ketika kita melihat seseorang melalui mata dengan mengarah pada steorotypes kita mengalami kekurangan penerimaan dan kekurangan jenis orang dan kejadian. Terkadang hanya apa yang kita sadari dari kesalaha ini,untuk menjadi steorotypes yang memproteksi dengan mengkonfirmasi agar dapat mengarah untuk menegaskan validitasnya.Terkadang kita memiliki interpretasi informasi yang ambigu jadi ini akan menyamakan pengharapan kita, kekurangan pertentangan steorotypes karena kita menganggap fakta sampai kita mendapat apa yang kita harapkan. Steorotypes juga mempengaruhi apa yang kita ingat dan lupakan untuk pengulangan informasi yang tetap dengan steorotype kita terkadang menjadi hal yang lebih untuk pengulangan steorotype pada informasi yang tidak tetap bias ingatan akan menjelaskan korelasi ilusi yang mengarah pada kekuatan overestimate dalam hubungan antara tidak da karakteristik dalam kelompok luar, karena kita mengharap kelompok luar untuk bersatu dalam perilaku negatif dan kita mnegingat waktu kita melakukan hal negatif dibanding dengan hal yang positif kita merasa mempertahankan pikiran yang mengarah pada perilaku negatif yang berkorelasi dan kelompok luar. 3.      Apakah kategori menyebabkan konflik?Kategori walaupun merupakan salah satu hal yang penting dalam kognitif untuk mengerti diri kita sendiri dan yang lain. Batasan dalam persepsi kita ketika kita memberikan bahan impresi dalam mengarah pada steorotype dan pengarahan yang lain, kita mengalami pengertian yang berlebihan tentang komplektisitas dalam kelompok luar, tatapan yang berlebihan yang tidak tetap dengan apa yang kita harapkan dan bahan pertimbangan yang lebih ekstrim yang biasanya kita lakukan. Beberapa kategori yang menyababkan konflik:

  1. Indentifikasi sosial dan kategorisasi.

Tajfel dan kampusnya mengarah untuk mengidentifikasi teori sosial untuk menjelaskan bias yang didokumentasikan dalam situasi kelompok.teori ini lebih mengarahkan pada asumsi bahwa kelompok dapat mempengaruhi nilai stress kelompok yang lain dalam kelompok memberi nilai pada penilaian relatif kelompok untuk yang lain, ini akan merubah harga dalam tiap-tiap pribadi. Penelitian untuk mengkonfirmasi beberapa, tetapi tidak semua teori identifikasi sosial mengasumsi mengenai sumber yang berada didalam maupun diluar kelompok.

  1. Konflik dan pengeluaran

Penelitian menunjukan bahwa kemiripan kelompok adalah strategi ketika mereka bertanya pada orang untuk menghitung kadar religius kelompok dan anggota di kelompok agama lainnya, sebagai sebuah penerimaan sejauh mana kelompok ini lebih memiliki kualitas yang positif untuk kelompok mereka dan kualitas yang lebih negatif diluar kelompok. Hal yang menetap ketika diadakan pembelajaran didalam maupun  diluar kelompok bias, bagaimanapun juga bias ini tidak merupakan prediktor individual yang sangat kuat.

  1. Bias evolusi

Seleksi natural untuk sosial, bagaimanapun juga hanya dapat diaplikasikan pada suatu kelompok dalam suku atau kelompok kecil, banyak kemungkinan yang menyebabkan manusia yang hidup di suku terdiri dari orang yang secara genetiknya mirip.Setelah masa yang lalu dengan adanya proses seleksi alam akan menjadi dasar dalam kelangsungan hidup manusia untuk mengadapakn persiapan dalam menghadapi respon yang positif dalam kelompok dan negatif diluar kelompok. F   Resolving intergroup conflict: uniting us and them1.      Intergroup contactHubungan hipotesis adalah prediksi sama dalam status hubungan antara anggota dalam perbedaan kelompok yang akan mengurangi konflik antar kelompok.Penelitian Robbers Cave mencooba untuk pertama kali mengurangi konflik dengan menyatukan kelompok dalam kegiatan yang sama, campur tangan dalam hubungan dimana mengambil diluar atau didalam bias kelompok yang akan memudarkan jika orang lebih tertarik untuk menjadi anggota dalam kelompok luar secara teratur.         Kebohongan dalam hubungan merupakan perasaan yang mengingatkan dalam hubungan sosial dalam integrasi,pertukaran kebudayaan antar mahasiswa dan olimpiade, tapi hubungan meninggalkan banyak hal sebagai bagian dalam membentuk konflik dalam kelompok. Kompetisi antar kelompok mempelajari musuh jika hanya satu cara untuk mempersatukan mereka lebih pada mempelajari hubungan yang diaktifkan.2.      Beyond contact: promoting intergroup cooperationKetika hubungan yang simpel antara anggota kelompok kalah dibanding untuk menenangkan kebencian mereka maka sherif mengambil situasi hubungan sebagai satu langkah lebih lanjut  mereka dan kekuatan anak laki-laki untuk bekerja dalam tujuan yang lebih tinggi. Tujuan yang lebih tinggi adalah tujuan yang hanya akan bisa dicapai jika ada dua atu lebih kelompok bekerja bersama dalam penyatuan dalam usaha sumber daya merekaPemaksaan darurat dalam kelompok untuk bekerja sama. Stress anggota dalam kepentingan untuk bersama-sama dalam bekerja sama dan memberikan perlakuan yang sama pada laki-laki. Situasi juga membuat pemaksaan pada kelompok laki-laki untuk bekerja dengan anggota kelompok untuk kelompok luar agar bisa dalam waktu yang penting.perubahan yang diserang pada laki-laki diluar maupun didlam kelompok membias dan secara langsung menyimpan kesatuan mereka.3.   Building intergroup cooperationwright menemukan bahwa dua anggota dalam kelompok yang telah diubah sebagai teman menjadi lebih positif ke arah kelompok luar yang lebih penting lagi bagaimanapun kepositifan ini menyamaratakan sisa dari kelompok sungguhpun anggota kelompok lain  tidak pernah menyadari diri mereka mengembangkan anggota hal yang kecil yaitu dalam persahabatan kelompok luar pengetahuan yang seseorang di kelompok mereka dianggap sebagai suatu outgroup anggota untuk lebih menyamratakan bias.Pengalaman intergroup yang membawa kesuksesan akan lebih efektif dibanding dengan pengalaman intergroup  yang membawa pada pengeluaran yang lebih negatif. Seperti reinforcement yang positif akan menghasilkan sugesti, ketika kelompok membangun untuk sukses dalam cahaya hangat akan menggenerasikan pada outgroup dan membuat interaksi dalam kelompok, jika suatu kelompok jatuh maka effek asosiasi negatif akan menghasilkan pengalaman yang negatif dan penampilan yang kuang memuaskan.Ketika intergroup bekerjasama menghasilkan kegagalan kelompok luar akan tetap ditolak, beberapa pembelajaran menghasilkan efek dan mengidentifkasikan dibanding kekurangan alasan karena adanya kegagalan, pengalaman yang merusak dalam bekerjasama,hanya akan melayani dalam kelompok.4.      Cooperative Learning GroupsSherifs menggambarkan bahwa sebuah hubungan dapat menimbulkan konflik jika tidak dapat menghilangkan pengaruh harapan seseorang, stereotipe, dan emosi negatif yang dapat menghasilkan konflik. Demikian juga, studi yang dilakukan oleh sekolah-sekolah umum di Amerika menyatakan bahwa penghilangan perbedaan sering gagal untuk mencegah berkurangnya prasangka negatif terhadap ras dan etnik tertentu. Meskipun sekolah berusaha untuk menggabungkan mereka menjadi satu yang terdiri dari murid-murid yang berasal dari kelompok-kelompok berbeda ke dalam suatu hubungan, mereka jarang sekali mempertimbangkan kerja sama antar kelompok (Amir, 1969, 1976; Cook, 1985; Schofield, 1978; Worchel, 1986 dalam Forsyith 4th ed.). Sehingga pihak sekolah di Amerika gagal untuk menumbuhkan hubungan positif antar kelompok dan para staf sekolah secara terbuka memperrlihatkan sikap bermusuhan terhadap anggota kelompok yang lain (Brewer&Miller, 1984). Beberapa sekolah, mengelompokkan para siswanya berdasarkan latar belakang pendidikan (Schofield, 1978).            Program desegregation akan mengurangi prasangka yang timbul hanya jika sekolah mendukung program tersebut. Salah satu cara yang telah terbukti berhasil untuk menciptakan kelompok yang kooperatif adalah dengan cara menggabungkan orang-orang yang berbeda ras dalam satu kelompok di satu kelas. Pada metode jigsaw, misalnya murid-murid dari ras dan etnik yang berbeda ditugaskan untuk mempelajari materi dalam satu kelompok. Tugas kelompok tersebut hanya dapat selesai jika tiap-tiap individu dari kelompok dapat saling bekerja sama. Materi tersebut dibagi dalam beberapa sub materi, dan tiap-tiap individu harus menguasai sub materi yang dibebankan kepada mereka serta mengerjakan sub materi tersebut kepada anggota yang lain. Dalam manajemen kelas, misalnya, guru membagi kelompok yang terdiri dari tiga orang, tiap-tiap orang ditugasi salah satu dari topik-topik seperti sistem yuridis (the Supreme Court of United States), tugas dan kekuasaan dari badan eksekutif (the President’s office), dan fungsi dari badan legislatif (Congress). Murid-murid yang mempunyai submateri yang sama dikelompokkan ke dalam kelompok yang sama, kemudian mereka membahas submateri tersebut. Setelah selesai mereka kembali ke kelompok yang terdiri dari tiga orang dan menjelaskan submateri tersebut satu sama lain. Jadi, metode Jigsaw menggunakan dua teknik yaitu group learning dan student-teaching techniques (Aronson, Stephan, Sikes, Blaney, & Snapp, 1978).            Pembelajaran dalam kelas yang menggunakan sistem pembelajaran yang kooperatif menunjukkan hasil yang menjanjikan. Ketika peneliti menggabungkan hasil dari 31 studi penelitian secara statistik, mereka menemukan bahwa permusuhan dalam kelompok atau luar kelompok dapat dikurangi dengan pembelajaran yang kooperatif (Johnsohn, Johnson & Maruyama, 1984). F   Cognitive Cures for Conflict (Penyembuhan konflik secara kognitif)            Hubungan yang kooperatif tidak hanya memberikan interaksi diantara orang-orang yang sebelumnya bermusuhan. Ketika individu-individu bekerja sama dengan kelompok di luar kelompok mereka, mereka menghilangkan pemikiran “us versus them”, pemujaan yang berlebihan terhadap kelompok mereka, penolakan terhadap kelompok lain, dan stereotipe (Brewer&Brown, 1998; Brewer&Miller, 1984; Miller&Brewer, 1986a, 1986b).            Berikut ini adalah metode-metode yang digunakan pada penyembuhan konflik secara kognitif, yakni:1.      DecategorizationMenekankan pada individualitas pada masing-masing orang-orang dalam kelompok. Misalnya, individu melihat out-group sebagai kelompok yang membenci in-group nya, tapi ternyata ada individu lain dalam out-group tersebut yang tidak membenci in-group nya. Sehingga individu dalam in-group tersebut, melihat out-group bukan sebagai kelompok tapi sebagai individu per individu. 2.      RecategorizationMetode yang digunakan untuk mengurangi kategorisasi sosial dengan menggabungkan kelompok-kelompok yang mengalami konflik dalam satu kelompok.3.      Cross-categorizationMengurangi dampak persepsi dari kategorisasi sosial dengan mempertimbangkan keanggotaan masing-masing individu pada kelompok sosial atau kategori yang tidak berhubungan dengan ketegangan dalam in-group atau out-group. 4.      Controlling Stereotyped ThinkingMengontrol pemikiran kita sendiri akan stereotipe terhadap kelompok lain. Menurut penelitian Patricia, orang yang tidak percaya sepenuhnya pada stereotipe akan berpandangan bahwa orang kulit hitam dan orang kulit putih itu sama saja dan tidak adil bahwa seseorang dinilai hanya berdasarkan warna kulit. F   Manajemen Konflik            Seseorang  seringkali mencoba menyelesaikan konflik dengan melakukan tawar menawar dan negosiasi. Beberapa metode yang digunakan, meliputi mempertemukan setiap orang yang ada dalam kelompok dan mendiskusikan masalah yang mereka hadapi kemudian mencari solusi yang tepat. Pada konflik yang terjadi antar dua kelompok masing-masing mencatat masalah yang bersumber dari ketidakpuasan. Selanjutnya mereka bersama-sama membicarakan setiap isu dan mencari pemecahan masalah yang dapat memuaskan keduanya. Ketika sebuah isu telah terpecahkan, proses negosiasi merupakan langkah berikutnya.             Namun sayangnya, hanya beberapa orang yang memiliki keahlian khusus untuk mengatur konflik intergroup secara efektif. Negosiasi, untuk sebagian orang merupakan salah satu bentuk kompetisi yang dikategorikan dalam bentuk kerja sama.      Penyelesaian konflik: KesimpulanDalam bukunya The Nature of Prejudice, Gordon W. Allport menulis bahwa, “konflik seperti notasi pada organ. Notasi tersebut dirancang bahwa semua prasangka dibiasakan untuk dimasukkan ke dalam suatu getaran secara bersama. Pendengar hampir tidak dapat membedakan notasi awal atau notasi sebenarnya dari suara yang dimainkan.”            Dalam eksperimen Sherif dan rekan, ia menciptakan semacam “suara gemerincing” dengan percobaan the Robbers Cave (gua pencuri). Dalam percobaanya yang terdiri dari dua kelompok, yakni the Rattlers dan the Eagles, mereka adalah anak laki-laki yang sedang berkemah, tetapi kemudian muncul konflik diantara mereka yang disebabkan oleh perselisihan antar ras, antar daerah dan antar negara bagian. Tetapi dalam eksperimen the Robbers Cave ternyata pendapat yang sifatnya bijaksana dapat menyelesaikan konflik. Jadi pemecahan atas suatu masalah dapat menghasilkan optimisme. Dan ketika tiba saatnya mereka kembali ke Oklahoma, beberapa anggota kelompok yang tadinya berselisih, menanyakan apakah mereka dapat pulang bersama dalam satu bus. Sherif dan rekan dalam eksperimen tersebut menciptakan sebuah konflik untuk anak-anak lelaki yang mengikuti eksperimennya, dan mereka dapat menyelesaikannya. Jika konflik yang ada dalam eksperimen Sherif yang berjudul the Robbers Cave dapat berakhir dengan damai, maka konflik-konflik lainpun dapat terselesaikan dengan baik.  

Leave a comment